Posts

Showing posts from September, 2016

TESIS SINERGI ANTARA KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak reformasi menggelinding 1998, kemauan politik (political will) pemerintah untuk melakukan pemberantasan terhadap kejahatan korupsi telah menjadi program prioritas nyata. Wujud kemauan politik tersebut dibuktikan dengan disahkannya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan UU No. 31 Tahun 1999 (diubah dengan UU No. 20 Tah un 2001) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) memiliki peran sangat strategis. Akan tetapi dalam implementasinya, sebagai masyarakat masih belum memuaskan. Kesenjangan kewenangan antara KPK dengan penegak hukum, lemahnya dukungan politis pemerintah, terbatasnya fasilitas dan KPK masih relatif muda merupakan faktor-faktor penyebab keterbatasan tersebut. Sehingga dapat dimaklumi sekiranya peran KPK sampai saat ini belum optimal sebagaimana diharapkan masyara

ANAK JALANAN, ERAT DENGAN SEKS DAN KRIMINAL

Liar, bebas dan keras akan ditemui dalam kehidupan anak-anak jalanan di mana saja termasuk di Semarang, bahkan tindak kriminal dan hubungan seks bebas terpaksa dilakukan demi sesuap nasi. Bukan fenomena baru jika kebebasan, liar dan kekerasan mewarnai kehidupan anak jalanan di kota manapun dan akibat terburuk bisa menimbulkan tindakan kriminal bahkan berakhir di penjara. Banyak alasan terlontar dari anak-anak usia sekolah yang berpredikat anak jalanan ketika ‘harus’ melakukan berbagai tindak kekerasan itu, mulai dari mencari sesuap nasi, rasa ketakutan sampai hanya untuk kepuasan pribadi.

Lima Pandangan Miring Terhadap Penelitian Kualitatif

Image
  Oleh: Danang Eka Sandi K uantitatif atau kualitatif adalah sebuah pendekatan yang bisa anda lakukan ketika meneliti sebuah fenomena. Sampai saat ini kedua pendekatan tersebut tetap digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian untuk menghasilkan sebuah temuan. Keduanya sifatnya saling melengkapi. Sayangnya, terkadang terdapat fanatisme aliran yang menimbulkan kontradiksi yang tiada akhir. Bagi yang beraliran kuantitatif akan memandang bahwa pendekatan kualitatif tidaklah sesuai dengan metode ilmiah, sedangkan bagi pengikut aliran kualitatif berpendapat bahwa aliran kuantitatif terlalu memaksakan sebuah fenomena karena membatasi fenomena yang ada dengan aturan yang ketat. Aliran kualitatif yang juga disebut aliran alternatif seringkali mendapat pndangan miring karena lahir sebagai alternatif bagi mereka yang kurang sepaham dengan aliran kuantitatif. Berikut pandangan miring tersebut. 1. Kurang  Memenuhi Metode Ilmiah Penelitian kualitatif dianggap sebagai penelitian yang
Saatnya Mengubah Pendekatan Labelling Salah satu program menjadi ketika memulai mengemban tugas sebagai Kepala Polri (Kapolri), Jenderal  Tito Karnavian, adalah program penanganan kelompok radikal prokekerasan dan intoleransi yang lebih optimal dengan deteksi dini dan deteksi aksi dalam rangka pemetaan kelompok radikal pro kekerasan dan intoleransi. Jenderal Tito ingin membangun daya cegah dan daya tangkal warga dan merajut kerja sama dengan stakeholder lain. Dia ingin mengintesifkan kegiatan dialogis di kantong-kantong kelompok radikal pro-ekerasan dan intoleransi dan penegakan hukum secara optimal. Saat ini kepolisian –terutama setelah terbentuknya Detasemen Khusus 88 Antiteror yang akrab disebut Densus 88—tampaknya sudah terlanjur memberikan label atau cap kepada kelompok radikla pro-kekerasan dan intoleransi sebagai kelompok teroris. Sayangnya lagi, label ini ditancapkan pada kelompok agama tertentu dan kota (daerah) tertentu pula. Umat dari agama lain yang melakukan tindaka

(mini research) Penelitian Kualitatif Persepsi Warung Kopi (warkop) Pangku Gresik Dengan Teori Interaksionis Simbolik

Image
Latar Belakang Kota gresik yang disebut dengan kota wali di karenakan ada 2 makam wali yang berada di sana yaitu sunan Gird an Syekh Maulana Malik Ibrahim, kota itu juga disebut dengan kota industri dikarenakan di sana adalah kota sibuk yang terdapat banyak macam pabrik yang berbaris. Selain dua sebutan itu gresik juga dikenal sebagai kota warung kopi dikarenakan hamper di setiap jalan dengan jarak yang tidak terlalu jauh bias ditemui banyak pedagang ataupun warung yang menjual kopi. Dengan banyaknya warung kopi tidak luput juga di tunjang oleh kebiasaan warga sekitar yang menjadikan warung kopi sebagai sumber informasi dan mereka pun betah untuk berlama-lama di warung kopi dari yang sekedar untuk menikmati kopi, berjualan, rapat kecil-kecilan ataupun pembahasan tentang masalah yang ada di negeri ini.

LABELLING KOTA TERORIS

Image
OLEH : DRS. H. ANWAR YASIN (Anggota F-PKS DPRD Jawa Barat Dapil Cirebon Indramayu) Tanpa terasa sudah lebih dari satu dasawarsa Bumi Pertiwi diguncang oleh teror bom. Mulai dari bom Bursa Efek Jakarta (2000), bom Bali I (2002) dan II (2005), bom JW Marriott (2003), bom Kedutaan Besar Australia (2004), bom Mega Kuningan (2009), hingga dua peristiwa terakhir yang cukup mengguncangkan di tahun 2011, yaitu bom Cirebon dan bom Solo. Dua teror bom terakhir cukup mengguncangkan karena berbeda jauh dengan motif pengeboman sebelumnya. Jika pada teror bom Bursa Efek Jakarta, bom Bali, bom JW Marriott, bom Kedutaan Besar Australia dan bom Mega Kuningan, target operasi adalah tempat-tempat yang dianggap tempat maksiat dan atau tempat yang dianggap merupakan representasi dari hegemoni penjajahan Amerika, Australia dan negara-negara barat lainnya di Indonesia. Namun pada kasus teror bom di masjid Az-Zikra Mapolresta Cirebon dan Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton Solo, target peng

Mafia Peradilan

Image
Advokat Achiel Suyanto, sebagai narasumber pada Workshop Jurnalistik Hukum yang diadakan di Solo, Sabtu 13 Juni 2009, menegaskan bahwa mafia peradilan tidaklah ada, yang ada hanyalah permainan oknum-oknum tertentu, misalnya antara advokat dan jaksa atau polisi, advokat dan hakim, dan pihak-pihak tertentu yang berurusan dengan peradilan. Oknum-oknum peradilan tersebut tidak menjalankan profesi secara profesional, padahal ada kode etik sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada mafia peradilan. Kalau dagang sapi, broker perkara atau markus (baca makelar kasus) memang ada.