Posts

Showing posts from July, 2015

KECURANGAN KLAIM ASURANSI

(FRAUDULENT INSURANCE CLAIMS)     Abdul Aziz, AAA-IK, ANZIIF (Snr. Assoc), CIP, SE, SH, MH                      Advokat , Konsultan Hukum   dan   Managing Partner                    “Global Assurance Partnership Law Firm” Kecurangan di praktek industri asuransi   merupakan hal yang sudah berlangsung lama, boleh dikatakan pola kecurangan klaim berjalan seiring dengan perkembangan   industri asuransi. Berpuluh tahun lalu fraud hanya dilakukan oleh nasabah itu sendiri tanpa melibatkan pihak lain dan modusnya juga sangat sederhana. Saat ini, sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi modus fraud sudah banyak berubah antara lain dengan   melibatkan sekelompok orang bahkan dengan sengaja memalsukan surat-surat yang dibuat oleh pihak berwenang. Cara perusahaan asuransi breaksi terhadap fraud cenderung sporadik tidak terencana dan tidak terkoordinasi dan bahkan dalam banyak kasus ditangani setengah hati dengan pertimbangan hubungan bisnis dan

Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE

Oleh: Ronny, M.Kom, M.H (Ronny Wuisan) [Penulis adalah seorang LawBlogger/Praktisi Hukum Telematika di Indonesia] Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional. Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU

Menimbang Keadilan Restoratif untuk Kejahatan Korporasi

Image
Lebih dar 72 Undang-Undang di Indonesia yang mengenal tanggung jawab korporasi. Foto: SGP Tanggung jawab atas kejahatan tak lagi melulu dibebankan kepada manusia. Dunia internasional sudah lama menerapkan tanggung jawab korporasi terutama dalam kejahatan ekonomi. Kejahatan yang dilakukan direksi, eksekutif atau pengurus korporasi adalah kejahatan ekonomi, sehingga kejahatan ekonomi sering disebut sebagai kejahatan korporasi (hal. 2). Meminta tanggung jawab korporasi atas tindak pidana berarti menempatkan korporasi sebagai subjek hukum pidana. Penempatan ini membawa banyak pertanyaan bagi masyarakat awam: bagaimana caranya meminta tanggung jawab? Siapa yang harus bertanggung jawab di level pimpinan korporasi? Apakah sanksi pidananya sampai membubarkan korporasi? Bagaimana pengaturan dan implementasinya di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang coba dijawab dan dipaparkan Rufinus Hotmaulana Hutauruk dalam buku yang diterb

Kejahatan Korporasi Dalam Penerapan Sanksi Hukum

Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2003 Serta Implementasinya By Timur Abimanyu, SH.MH Kejahatan korporasi( corporate crime ) merupakan  salah satu penomena yang timbul dengan semakin majunya kegiatan perekenomian dan teknologi. Corporate crime bukanlah barang baru, melainkan barang lama yang senantiasa berganti kemasan.  Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa perkembangan zaman serta kemajuan peradaban dan teknologi turut disertai dengan perkembangan tindak kejahatan berserta kompleksitasnya.   Di sisi lain, ketentuan Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia belum dapat menjangkaunya dan senantiasa ketinggalan untuk merumuskannya. Salah satu contohnya adalah Tindak Pidana Pencucian Uang ( money laundering ) yang baru dikriminalisasi secara resmi pada tahun 2002.  Contoh lain adalah kejahatan dunia maya atau cyber crime yang sampai dengan saat ini pengaturannya