Menimbang Keadilan Restoratif untuk Kejahatan Korporasi


Lebih dar 72 Undang-Undang di Indonesia yang mengenal tanggung jawab korporasi.
Menimbang Keadilan Restoratif untuk Kejahatan Korporasi
Foto: SGP


Tanggung jawab atas kejahatan tak lagi melulu dibebankan kepada manusia. Dunia internasional sudah lama menerapkan tanggung jawab korporasi terutama dalam kejahatan ekonomi. Kejahatan yang dilakukan direksi, eksekutif atau pengurus korporasi adalah kejahatan ekonomi, sehingga kejahatan ekonomi sering disebut sebagai kejahatan korporasi (hal. 2).
Meminta tanggung jawab korporasi atas tindak pidana berarti menempatkan korporasi sebagai subjek hukum pidana. Penempatan ini membawa banyak pertanyaan bagi masyarakat awam: bagaimana caranya meminta tanggung jawab? Siapa yang harus bertanggung jawab di level pimpinan korporasi? Apakah sanksi pidananya sampai membubarkan korporasi? Bagaimana pengaturan dan implementasinya di Indonesia?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang coba dijawab dan dipaparkan Rufinus Hotmaulana Hutauruk dalam buku yang diterbitkan pertama kali Juli 2013 lalu. Buku ‘Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan Restoratif: Suatu Terobosan Hukum’ diangkat dari disertasi penulis di Universitas Padjadjaran Bandung, 2007.
Seperti yang dikemukakan Prof. Muladi dalam bagian pengantar, prinsip yang ingin disampaikan Rufinus dalam buku ini aalah penanggulangan kejahatan melalui pendekatan  yang lebih menekankan pemulihan masalah kepada kondisi semula. Bagi Rufinus, penerapan pendekatan restoratif dalam hukum pidana Indonesia merupakan amanat pelaksanaan asas-asas hukum pidana (ultimum remedium) termasuk filosofi tujuan pemidanaan yang sejalan dengan Pancasila (hal. 256).
Penulis mengakui hukum Indonesia masih menekankan pada pendekatan represif dan retributif. Dalam sistem yang berlaku sekarang, pendekatan restoratif masih sebagai alternatif atau pelengkap atas sistem peradilan pidana yan ada (hal. 282).
Meskipun untuk saat ini sifatnya melengkapi, sebenarnya ‘jejak’ tanggung jawab korporasi dan pendekatan restoratif bisa ditelusuri lebih jauh.  Kajian yang dilakukan penulis buku menemukan fakta ada sekitar 72 peraturan perundang-undangan nasional yang menyinggung tindak pidana korporasi. Namun demikian, istilah yang dipakai tidak selalu korporasi, karena sebutan korporasi baru disinggung dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (hal. 26-46).
Judul
Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan Restoratif Suatu Terobosan Hukum
Penulis
Rufinus Hotmaulana Hutauruk
Cet-1
Juli 2013
Penerbit
Sinar Grafika, Jakarta
Halaman
303 + xix
Pendekatan restoratif pada hakikatnya sudah dikenal sejak zaman Arab, Yunani, dan Romawi. Jejak pendekatan itu dalam hukum Indonesia bisa dilihat pada konsep penyelesaian kejahatan dalam masyarakat hukum adat. Dalam konteks ini, pendekatan restoratif bermakna membangun kembali hubungan yang rusak akibat tindak pidana. Dengan kalimat lain, pendekatan tersebut bermakna ‘mengembalikan keseimbangan yang terganggu’ (hal. 107-109).
Pendekatan restoratif dalam kejahatan korporasi sudah dipraktekkan di Indonesia. Ada empat kasus yang dianalisis penulis dalam buku ini, yakni kasus dugaan pelanggaran UU Pasar Modal oleh PT Bank Lippo Tbk, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus Merryl Lynch, dan kasus Monsanto. Penyelesaian keempat kasus ini mencerminkan pendekatan yang bersifat restoratif persuasif (hal. 200).
Rufinus, managing partner Rufinus Hotmaulana & Partners, menyelesaikan dan mempertahankan disertasi, yang kemudian menjadi bahan dasar buku ini pada 2007. Setelah tahun itu, peraturan perundang-undangan Indonesia telah mengalami perkembangan. Sehingga daftar peraturan yang mengenal tanggung jawab korporasi bisa bertambah seperti UU Pornografi (UU No. 44 Tahun 2008).
Pembaca perlu kritis membaca perundang-undangan karena beberapa dasar hukum yang disebut dalam buku ini sudah mengalami perubahan. Tentu saja, semua pembaca juga berhak memajukan perspektif berbeda terhadap substansi buku, dalam arti mengkritik materi buku ini dari berbagai sudut pandang. Dan itu bisa dilakukan dengan membacanya, bukan? Selamat membaca…
sumber: www.hukumonline.com

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian