Pemimpin Pelayan (Servant Leader)
“…Kelak sepeninggalku, kalian jangan mengangkat orang yang tidak mencintai tanah air dan rakyat kecil sebagai pemimin, meskipun ia anak dan keturunanku…”
I Manyambungi Todilaling, Raja I Balanipa, Pencetus Demokrasi di Mandar
SEBAGAI daerah relatif baru, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) berusaha menggenjot pembangunan di berbagai sektor kehidupan agar mampu mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain. Tiada kata lain untuk terus maju, kecuali kerja keras dan kerja cerdas dalam membangun Sulbar yang bermartabat.
Dari berbagai segi kehidupan, daerah ini memang masih harus berbenah dan berbenah. Misalkan, hingga kini (2017) masih ada dusun yang belum menikmati aliran listrik. Sebagai Gubernur Sulbar yang baru, Ali Baal Masdar (ABM), memprogramkan listrik masuk ke wilayah dusun-dusun di Provinsi Sulbar. Dia berjanji listrik masuk dusun paling lambat dua tahun ke depan (2019). Masuknya listrik ini diharapkan mampu mendukung program pembangunan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Sulbar.
Sebenarnya bukan hanya fokus pada pengadaan listrik, di mata warga lokal Subhan Alwi (melalui “Catatan Kecilku untuk Sulawesi Barat” yang dilansir www.inikita.com tanggal 10 September 2017), pemerintah daerah juga harus memperhatikan sektor lain yang tak kalah penting, yaitu pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, dan kinerja birokrasi yang melayani tanpa pilih kasih.
Dengan begitu, tulis Subhan Alwi lebih lanjut, tidak akan ada lagi anak-anak yang tidak sekolah dengan alasan biaya, tidak akan ada lagi orang sakit yang tidak ke rumah sakit atau puskesmas dengan alasan biaya, serta tidak akan ada lagi jalan yang hanya pengerasan tanah merah alias belum beraspal. Termasuk dalam menggenjot kinerja birokrasi agar benar-benar mampu bekerja maksimal dalam menjalankan program-ptogram pemerintah daerah dan melayani masyarakat.
Persoalan listrik dan juga jalan yang masih belum teratasi maksimal membuat dari segi pertumbuhan ekonomi boleh dibilang Sulbar masih mengalami keterlambatan. Meski terlambat, kata Sekretaris Provinsi Sulbar Ismail Zainuddin, pertumbuhan ekonomi Sulbar masih berada di atas pertumbuhan ekonomi Nasional. Pada triwulan pertama tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Sulbar mencapai 7,38%.
Kendati pertumbuhan ekonomi Sulbar sedikit melambat, agaknya angka pengangguran rendah nomor dua paling rendah dibanding DKI Jakarta, serta indeks pembangunan manusia masih di bawah indeks pembangunan rata-rata nasional.
Masalah-masalah ini muncul lantaran pendapatan (income) per kapita masyarakat masih rendah dan tingkat kemiskinan masih relatif tinggi (11,19%). Sesuai data BPS Sulbar, pada tahun 2016 pengeluaran per kapita masyarakat Subar mencapai Rp8,450 juta per tahun. Selama enam tahun terakhir, pengeluaran per kapita disesuaikan masyarakat meningkat sebesar sebesar 0,91 per tahun.
BPS juga mencatat, secara umum, indeks pembangunan manusia (IPM) Sulbar terus mengalami kemajuan selama periode 2010 hingga 2016. IPM Sulawesi Barat meningkat dari 59,74 pada tahun 2010 menjadi 63,60 pada tahun 2016. Selama periode tersebut, IPM Sulawesi Barat rata-rata tumbuh sebesar 1,05% per tahun. Pada periode 2015-2016, IPM Sulawesi Barat tumbuh 1,02%. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan kenaikan pada perode 2014-2015, yang tumbuh mencapai 1,17%.
Meskipun selama periode 2010 hingga 2016 IPM Sulawesi Barat menunjukkan kemajuan yang cukup berarti, namun status pembangunan manusia Sulbar masih relatif stagnan. Hingga saat ini, pembangunan manusia Sulawesi Barat masih berstatus “sedang”, dan masih sama sejak tahun 2011 (BPS, Mei 2017).
Peningkatan pembangunan di tingkat provinsi juga tercermin pada tingkat kabupaten. Mamuju, sekadar contoh, pembangunan infrastrukturnya masih agak minim. Padahal untuk mengatur perekonomian Mamuju yang bagus harus dimulai dari infrastruktur transportasi yang bagus pula. Seperti jalan raya, bandara, dan pelabuhan. Ini penting untuk dapat mensejajarkan diri dengan kota-kota lain.
Salah satu infrastruktur yang sedang dibangun adalah jalan raya arteri yang merupakan jalan lingkar kota Mamuju. Jalan sepanjang lima km ini akan mempermudah warga masyarakat menuju Bandara Tampa Padang. Proyek ini ditargetkan selesai akhir 2017.
Bukan saja jalanan, drainase juga harus menjadi perhatian Pemkab Mamuju, terutama untuk mengantisipasi banjir dan genangan bila musim hujan. Sebagai ibukota provinsi, Mamuju seharusnya lebih agresif dalam segala bidang dan menjadi percontohan pembangunan di Sulbar.
Untuk memacu dan mempercepat akselerasi pembangunan Sulbar dibutuhkan sosok pemimpin yang mampu mengantisipasi arus perubahan zaman, melayani dengan hati, menggerakkan masyarakat di tengah arus perubahan, responsif terhadap aspirasi rakyat, serta piawai membangun jejaring dan membentuk tim kerja yang solid.
Kepemimpinan dalam Arus Perubahan
Betapa pentingnya upaya perubahan dalam sebuah organisasi (militer dan pemerintahan) di tengah lingkungan yang berubah cepat dan seringkali tidak menentu. Dan mengingat betapa strategis dan pentingnya bidang-bidang sasaran perubahan serta beraneka-ragamnya faktor-faktor yang dapat menghalangi upaya perubahan. Sebab itu, perubahan organisasi tidak dapat dibiarkan begitu saja alamiah terjadi. Perubahan acapkali perlu dirancang, direkayasa dan dikelola oleh suatu kepemimpinan (leadership) yang kuat, visioner, cerdas, dan berorientasi pengembangan dengan kata lain kepemimpinan yang tampil sebagai agen perubahan (agent of change).
Pemimpin perubahan haruslah kuat --baik dari segi otoritas yang dimiliki maupun dari segi kepribadian dan komitmen. Sebab, memimpin di arus perubahan dengan segala kompleksitas permasalahan dan hambatannya memerlukan power, keyakinan, kepercayaan diri, dan keterlibatan diri yang lebih dari rata-rata. Seorang pemimpin tidak boleh bersikap impersonal (tidak pribadi), apalagi pasif terhadap tujuan-tujuan organisasi, melainkan harus mengambil sikap pribadi dan aktif. Dengan begitu ia tidak akan mudah patah oleh hambatan dan perlawanan. Ia justru akan bergairah menghadapi tantangan perubahan yang dipandangnya sebagai batu ujian kepemimpinannya.
Pemimpin perubahan harus visioner. Ibarat seorang nakhoda, ia harus sanggup melihat cukup jauh ke depan ke arah mana “bahtera” organisasi harus bergerak. Memimpin perubahan harus dimulai dengan menetapkan arah setelah mengembangkan suatu visi tentang masa depan, dan kemudian menyatukan langkah orang-orang dengan mengkomunikasikan penglihatannya dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan yang bakal menghadang. Semua itu dilakukan tanpa harus bersikap otoriter. Ia mesti mampu mengundang partisipasi pemikiran dari anggota, tongkat kepemimpinan tetaplah berada di tangannya.
Dalam bukunya Kepemimpinan Visioner, Burt Nanus berpendapat bahwa tidak ada mesin penggerak organisasi yang lebih bertenaga dalam meraih keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik, berpengaruh, dan dapat diwujudkan, serta mendapat dukungan luas.
Gubernur Ali Baal Masdar (ABM) cukup visioner. Visinya dalam memimpin Provinsi Silbar sangat jelas dan gamblang. Yakni, Sulawesi Barat yang maju dan malaqbi, sebuah masyarakat yang maju dan bermartabat.
Visi tersebut lantas dijabarkan ke dalam lima misi. Pertama, membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas, berkepribadian dan berbudaya; dengan beberapa program strategis antara lain pemberian bantuan beasiswa bagi pelajar, perbaikan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan, dan menciptakan sekolah unggulan.
Kedua, mewujudkan pemerintahan yang bersih, modern dan terpercaya; dengan program prioritas zero korupsi dan zero penyalah-gunaan kewenangan.
Ketiga, membangun dan menguatkan konektivitas antar-wilayah berbasis unggulan strategis; dengan program prioritas meningkatkan sarana dan prasarana, termasuk jalan provinsi dan saluran irigasi
Keempat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inovatif dan berdaya saing tinggi; dengan program strategis membangun pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang mengutamakan produk unggulan daerah.
Dan kelima, mendorong pengarus-utamaan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan; dengan program membentuk kader lingkungan hidup dan penataan ruang terbuka hijau di setiap kabupaten.
Arah (visi) dan misi “bahtera” Sulbar sangat jelas terang benderang. Tinggal bagaimana membumikan visi-misi tersebut secara cerdas lewat strategi dan program-program pembanunan yang mampu dirasakan oleh warga masyarakat Sulbar.
Ya, pemimpin perubahan harus memiliki kecerdasan. Tanpa kecerdasan yang baik, ia akan mudah terombang-ambing dalam kebingungan. Kecerdasan sangat diperlukan lantaran pemimpin harus pandai memilih strategi dan menetapkan program-program perubahan dan mengilhami teknik-teknik mengatasi masalah yang sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi yang ada berserta dinamikanya. Dalam hal ini, yang diperlukan adalah kecerdasan yang multi-dimensional, yang pada intinya meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Dengan kecerdasan intelektual berarti ia memiliki pengetahuan, wawasan, dan kreativitas berpikir yang kuat. Dengan kecerdasan emosional berarti ia pandai mengelola emosi diri ataupun emosi orang lain, sehingga proses perubahan dapat berjalan efektif. Dan dengan kecerdasan spiritual berarti ia memiliki kesadaran etis yang tinggi sehingga tujuan perubahan tidak semata-mata demi peningkatan efektivitas organisasi namun juga demi tertunaikannya tanggung jawab moral dan etik kepada semua pihak yang berkaitan dan berhubungan dengan organisasi.
Pemimpin perubahan harus memiliki orientasi pengembangan. Dengan orientasi pengembangan, kepemimpinan akan menghargai eksperimentasi, mengusahakan munculnya gagasan-gagasan baru, dan menimbulkan serta melaksanakan perubahan secara tepat dan terpadu. Pemimpin demikian akan mendorong ditemukannya cara-cara baru untuk menyelesaikan urusan, melahirkan pendekatan baru terhadap problematika, dan mendorong anggota untuk memulai kegiatan baru.
Pemimpin yang Melayani
Di tengah masyarakat yang terus-menerus diterpa arus perubahan dibutuhkan pula model kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership). Karena, para pemimpin-pelayan (servant leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas kepentingan dirinya. Orientasinya adalah untuk melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual.
Kepemimpinan yang melayani memiliki kelebihan karena hubungan antara pemimpin (leader) dan pengikut (followers) berorientasi pada sifat melayani dengan standar moral spiritual. Pemimpin-pelayan mempunyai tanggung jawab untuk melayani kepentingan pengikut agar mereka menjadi lebih sejahtera, sebaliknya para pengikut memiliki komitmen penuh dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi dan keberhasilan pemimpin.
Pemimpin-pelayan itu berorientasi pada pelayanan, bukan untuk mencari pujian atau penghormatan diri. Sikap melayani terutama ditujukan untuk mereka yang paling membutuhkan pelayanan. Ia harus berpihak kepada mereka yang secara sosial ekonomi, pendidikan dan sosial budaya membutuhkan pelayanan lebih besar. Pelayanan sejati didorong oleh rasa cinta kasih, bukan untuk mencari popularitas atau mendapatkan pamrih tertentu. Pelayanan sejati adalah buah dari cinta kasih.
Pada era otonomi daerah, setiap daerah berusaha memperjuangkan kenaikan anggaran belanja daerahnya. Namun sering timbul pertanyaan di kalangan masyarakat, apakah dengan kenaikan anggaran belanja daerah juga berimbas pada perbaikan pelayanan masyarakat?
Gubernur ABM berusaha memperbaiki pelayanan masyarakat Sulbar. Bersama segenap jajarannya di Pemprov Sulbar, dia berusaha memberikan dan memprioritaskan pelayanan masyarakat yang paling bawah. Karena, dia menyadari dirinya harus memegang mandat mayoritas rakyat yang membutuhkan pelayanan. Peningkatan pada anggaran belanja harus disertai dengan perbaikan pada pelayanan masyarakat.
Hal penting yang juga menjadi perhatian Gubernur ABM bahwa pemimpin-pelayan mesti mengutamakan terciptanya kepengikutan (followership) karena dalam kenyataannya keberhasilan organisasi lebih banyak ditentukan oleh para pengikut atau para pemimpin di bawahnya. Sebuah penelitian yang dilakukan Profesor Robert E. Kelley, pelopor pengajaran Followership and Leadership dari Carnegie-Mellon Unversity, menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi 80% ditentukan oleh para pengikut (followers) dan 20% merupakan kontribusi pemimpin (leader). Pengikut yang bekerja penuh semangat dan memiliki komitmen penuh akan menentukan keberhasilan pemimpin. Pemimpin yang bekerja sendiri (single player/single fighter) dan tidak menciptakan pengikut tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Pemimpin-pelayan mengatakan setiap keberhasilan sebagai keberhasilan “kita”, bukan keberhasilan “saya” atau “kami”. Sebaliknya, bilamana terjadi kegagalan, merupakan kegagalan “saya” dan pemimpin bersedia memikul tanggung jawab.
Sebab itu, pemimpin-pelayan aktif membentuk tim (team work) dan bekerja dengan tim tersebut. Ia meminta tim untuk mengikutinya, menjelaskan visi dan misi, serta mempercayakan timnya untuk bekerja. Pemilihan anggota tim atau staf/pembantu sangat penting agar ia dapat berhasil mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Ia harus pandai-pandai memilih orang-orang kaya arti yang mau bekerja keras untuk organisasi, bukan orang yang miskin arti yang tidak mampu berbuat apa-apa, atau orang berlawanan arti yang cenderung menimbulkan masalah bagi organisasi. Pemimpin harus memiliki kejelian memilih anggota tim, antara lain melalui rekam jejak (track record), bakat (talenta), pekerja keras, kapabiltas, mentalitas dan moralitas.
Menjadi pemimpin adalah menerima amanah dari Tuhan Yang Maha Kuasa melalui organisasi atau pemerintah untuk memimpin rakyat. Pemimpin adalah orang-orang pilihan di antara sejumlah orang-orang lain dan pilihan itu didasarkan pada beberapa kelebihan tertentu yang menyebabkan ia dipercaya tampil menjadi pemimpin. Maka kepercayaan yang diterimanya harus dijaga dan dipelihara dengan membuktikan melalui tindakan-tindakan nyata melayani rakyat dan menghindari hal-hal yang membuat orang kehilangan kepercayaan kepadanya. Bila seorang pemimpin mengkhianati dan kehilangan kepercayaan dari organisasi dan rakyat yang dipimpinnya maka sebenarnya ia sudah kehilangan roh kepemimpinannya.
Seorang pemimpin-pelayan harus piawai dan berani mengambil keputusan untuk membuktikan keberpihakannya pada rakyat kecil. Keputusan pemimpin adalah kekuatan dalam memimpin dan mengelola organisasi. The power to manage is the power to make decision. Sekadar contoh, rakyat di desa memiliki keterampilan untuk membuat aneka kerajinan tangan yang khas tapi tidak memiliki akses ke pasar. Mereka memiliki keterampilan memproduksi aneka kerajinan tangan namun mengalami keterbatasan modal kerja dan pemasaran produk-produk lokal yang dihasilkan. Pemimpin-pelayan dapat mengambil keputusan untuk mewajibkan masyarakat menggunakan produk lokal untuk membantu industri kecil (rumah tangga) di desa-desa. Keputusan yang berpihak pada rakyat kecil akan didukung oleh masyarakat luas, apalagi bila dipelopori oleh para pemimpin/pejabat dengan menggunakan produk lokal.
Seorang pemimpin-pelayan itu harus mampu memberi tanggung jawab kepada bawahan, memberi kesempatan kepada bawahan untuk berkembang. Tentu saja sang pemimpin tetap mengawasi meminta pertanggung-jawaban. Membuat orang bertanggung-jawab adalah memberi mereka kesempatan menggapai keberhasilan, dan hal itu dapat dimulai dari hal-hal kecil.
Seorang pemimpin-pelayan sangat menyadari betapa pentingnya hubungan atau komunikasi. Begitu pentingnya komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah urat nadinya kepemimpinan yang melayani. Komunikasi sangat menentukan tingkat keefektifan kepemimpinan seorang pemimpin. Kegagalan dalam berkomunikasi atau miskomunikasi dalam kepemimpinan ibarat urat nadi darah yang tersumbat sehingga orang menjadi sakit. Lembaga atau organisasi bisa mengalami stagnasi bila kontak atau komunikasi pemimpin dan bawahan macet. Pemimpin menginginkan A tetapi pengikut mengerjakan B, pengikut tidak pernah melaporkan pelaksanaan tugasnya dan pemimpin tidak tahu apa yang dikerjakan pengikutnya. Miskomunikasi bisa membuat misi organisasi gagal. Hubungan antara pemimpin dan pengikut dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui apel bekerja, briefing, rapat kerja, jam pimpinan, dan kontak pribadi melalui alat komunikasi (telepon, SMS). Pemimpin bisa memberi arahan, mendengarkan laporan, mengevaluasi tugas, sebaliknya bawahan bisa menanyakan hal-hal yang belum jelas, meminta arahan dan memperbaiki hal-hal yang dianggap salah.
Para pemimpin-pelayan menyadari pentingnya komunikasi secara vertikal dengan atasan dan Tuhan, ke bawah dengan tim dan para pengikut, serta secara horisontal dengan sesama mitra kerjanya, tokoh masyarakat dan agama. Yang lebih penting, pemimpin-pelayan bisa menciptakan komunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga dapat menyerap aspirasi rakyat untuk bahan penentu kebijaksanaannya. Arti yang lebih luas, hubungan pemimpin dan yang dipimpin tidak sebatas sebagai atasan dan bawahan, namun ia juga dapat berperan sebagai seorang bapak (mengayomi), teman (menjadi mitra kerja), guru (teladan, tempat bertanya) dan pembina (memperbaiki yang salah).
Dalam memimpin wilayah Provinsi Sulbar periode 2017-2022, Gubernur ABM berusaha tampil sebagai sosok pemimpin-pelayan dan membangun tim kerja dalam bingkai kepemimpinan yang melayani.
Pemimpin Penggerak Perubahan
Gubernur ABM berharap tampil sebagai pemimpin-pelayan dan membangun tim kerja yang solid sekaligus menjadi pemimpin yang mampu menggerakkan “bahtera” Pemprov Sulbar di pusaran perubahan. Karena, dunia (masyarakat) akan terus berubah dan berubah, termasuk lingkungan organisasi (pemerintahan).
Apa yang tidak berubah dalam dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Perubahan lingkungan organisasi merupakan sebuah keniscayaan --baik perubahan internal maupun eksternal. Di masa sekarang ini, intensitas dan kecepatan perubahan lingkungan organisasi berlangsung sangat tinggi dan sangat dinamis. Kondisi tersebut acapkali membawa organisasi pada situasi dan kondisi yang menyulitkan, bahkan mengancam keberlangsungan organisasi.
Perubahan lingkungan organisasi akan menimbulkan dorongan ataupun tekanan organisasi untuk melakukan perubahan dan menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut. Faktor lingkungan eksternal yang mendorong perubahan, antara lain kekuatan kompetisi, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, kekuatan global, kekuatan sosial-demografik, dan kekuatan etikal (George dan Jones, 2002). Sedang pada lingkungan internal organisasi, perubahan-perubahan terjadi pada nilai-nilai, etos kerja, kompetensi dan aspirasi sumber daya manusia. Perubahan lingkungan internal ini pun mengharuskan respons organisasional yang tepat. Organisasi yang tidak mampu melakukan perubahan akan goyah dan akhirnya terlindas.
Perubahan organisasi bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Upaya melakukan perubahan organisasi akan menemui banyak kesulitan dan kendala. Kendala yang menghalangi perubahan organisasi, demikian pendapat George dan Jones (2002: 645-646), antara lain sistem keorganisasian dan kekuasaan, perbedaan-perbedaan dalam orientasi fungsional dan struktur organisasi yang mekanistik, kelembaman (inertia) kultur organisasi, norma dan kohesivitas kelompok, pemikiran kelompok dan kendala-kendala individual, seperti ketidak-siapan yang mengakibatkan rasa ketidak-pastian, kekhawatiran, ketidak-amanan, persepsi selektif, dan retensi kebiasaan.
Perubahan organisasional untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan kerapkali tidak berlangsung secara alamiah, bahkan membutuhkan perencanaan dan perhitungan secara matang. Di siniah pentingnya seorang peimimpin dalam memainkan perannya untuk melakukan perubahan organisasi secara terencana tanpa menimbulkan yang berarti.
Perubahan itu memerlukan kepemimpinan yang kuat dari segi otoritas yang dimiliki ataupun dari segi kepribadian dan komitmen karena memimpin perubahan dengan segala kompleksitas permasalahan dan hambatannya memerlukan power, keyakinan, kepercayaan diri, dan keterlibatan diri yang ekstra. Seorang pemimpin di tengah pusaran perubahan tidak boleh bersikap impersonal, apalagi pasif terhadap tujuan-tujuan organisasi, melainkan harus mengambil sikap pribadi dan aktif (Zaleznik, 1986).
Kepemimpinan dalam proses perubahan merupakan faktor pengggerak (driving forces) dari actions for change. Pemimpin di semua tingkatan harus memainkan peran secara aktif dalam memainkan peran sebagai perencana, penggerak, dan sekaligus pengendalinya. Pemimpin merupakan faktor kunci untuk mempimpin tim dan anggotanya melakukan perubahan serta menjadi jembatan dari pola lama ke pola yang baru. Pemimpin sebagai bagian dari organisasi juga tidak lepas dari ego resistensi terhadap perubahan organisasi. Dalam kondisi tersebut pemimpin dituntut untuk mampu menampilkan perilaku yang positif, di antaranya membantu yang lain (anggota tim), memberikan pengarahan yang jelas, menjawab pertanyaan secara baik dan menyediakan jalan atau fasilitas yang diperlukan.
Organisasi yang terdiri dari berbagai unsur itu mesti disinergikan. Pemimpin akan menyinergikan unsur-unsur yang berbeda-beda dalam organisasi sekaligus mengarahkan agar unsur-unsur tersebut dapat berfungsi secara optimal dalam mencapai tujuan organisasi yang telah dirumuskan dan ditentukan. Pemimpin harus terus menjalin komunikasi dan mengarahkan, memberikan inspirasi dan motivasi, menjadi model atau contoh perubahan. Untuk itu, pemimpin harus mengetahui arah perubahan, menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan, menentukan tujuan akhir dan keuntungan yang hendak dicapai, mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dan menyiapkan cara mengontrolnya.
Secara garis besar, pemimpin penggerak perubahan harus mampu:
* Menciptakan situasi yang kondusif demi berjalannya proses perubahan.
* Menggerakkan dan mengarahkan tim dan bawahannya secara jelas ke arah perubahan organisasi yang telah ditetapkan.
* Menganalisa kebutuhan yang diperlukan dalam proses organisasi, termasuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
* Memberikan masukan, saran dan nasihat yang bermanfaat untuk mensukseskan proses perubahan berdasarkan permasalahan yang ditemukan di lingkungan kerja.
* Menggalang komunikasi dengan berbagai pihak.
* Menggali dan mengumpulkan ide dari berbagai sumber.
Pemimpin Responsif dan Akomodatif
Sosok pemimpin penggerak perubahan mesti piawai menjalin komunikasi. Dari jalinan komunikasi yang baik sang pemimpin diharapkan mampu memberi respon positif dan secara optimal mengakomodasi aspirasi yang muncul yang segenap anggota tim dan bawahannya. Seorang pemimpin haruslah responsif dan aspiratif.
Pemimpin responsif diperlukan agar mampu menghadapi suatu persoalan dengan tanggap dan aktif dalam mencari jalan keluar. Pun pemimpin responsif penting lantaran akan mempengaruhi masa depan suatu organisasi manakala dihadapkan pada sebuah problematika. Sayangnya tak setiap pemimpin mampu menjadi pemimpin yang responsif.
Untuk menjadi pemimpin yang responsif tentu bukan suatu hal gampang. Pemimpin responsif haruslah terampil berkomunikasi, terampil mendidik, teguh dalam pendirian, berani mengambil risiko, rasional, obyektif, tahu prioritas dan urgensi, dan tetap tampil bersahaja dalam segala situasi. Hal yang penting pada diri sosok pemimpin responsif adalah keingin-tahuan yang tinggi dan kemampuan analitis yang kuat.
Gubernur ABM boleh dikatakan sebagai sosok pemimpin responsif dan aspiratif semenjak dirinya mengemban Bupati Polewali Mandar (2004-2014). Setidaknya demikianlah di mata Anwar Pacau, Kepala Desa Pasiang, Kecamatan Matakali, Kabupaten Polewali Mandar.
Anwar Pacau menyebutkan bahwa jalan-jalan dan jembatan dibangun di desanya. Dan, dalam hitungannya, anggaran yang terpakai mencapai Rp4 miliar. Angka ini, menurutnya, melebihi dari sumbangan Pajak Bumi Bangunan (PBB) warganya yang cuma Rp150 juta. “…kami melihat, Bapak Bupati betul-betul bekerja dengan berdasar kepada analisa kebutuhan dan apa yang sangat mendesak di tengah masyarakat. Selaku kepala pemerintahan desa, tentu kami sangat bersyukur atas realisasi pembangunan ini. Padahal, kalau mau jujur, jika melihat penghasilan PBB di desa kami hanya Rp150 juta dibandingkan dengan tingginya tingkat pembangunan di desa kami, ini sangatlah tidak sebanding,” ujar Anwar Pacau sebagai dikutip Aco Musaddad dalam bukunya yang berjudul Ali Baal MP: Pemimpin Visioner & Merakyat (2007: 114).
Menurut Anwar Pacau, sarana jalan dan jembatan merupakan salah satu tolok ukur yang acap dijadikan oleh warga masyarakat untuk menilai keberhasilan seorang pemimpin. Jadi sangat beralasan, jika dalam pandangannya, sosok Bupati ABM yang kini menjadi Gubernur Sulbar telah menempatkan desa sebagai sasaran prioritas pembangunan.
Menjadi pemimpin responsif sungguh penting bagi masa depan sebuah organisasi (pemerintahan) dan masyarakat. Karena itu, Gubernur ABM berusaha meningkatkan berbagai kemampuan untuk menjadi pemimpin yang dapat menjadi suri teladan bagi segenap aparatur Pemprov Sulbar dan rakyat Sulbar yang bermartabat. Dia juga terus berusaha memenuhi aspirasi rakyat dan merespon kebutuhan masyarakat.
Kerjasama dan Jejaring Kuat
Aparatur sipil negara (sumber daya manusia/SDM) dapat dikatakan sebagai aset organisasi pemerintahan yang paling mahal. Sebab, tidak ada aset yang semakin hari semakin terasah menjadi lebih baik, selain SDM. Saat seorang pimpinan (gubernur misalkan) memberikan perhatian kepada bawahan (ASN di birokrasi Pemprov misalkan), maka mereka akan membalasnya dengan kinerja. Apresiasi dibalas dengan kinerja, kreasi dan inovasi. Kepedulian pimpinan organisasi (pemerintahan) menciptakan kekuatan aset yang seolah tidak bisa mengalami depresiasi nilai.
Kendati begitu, membangun sebuah tim yang solid tentu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Menyatukan banyak hati, pikiran dan tenaga dalam menyelesaikan pekerjaan yang sama memang tidak selalu mudah. Sebab, dalam sebuah tim terdapat banyak jenis dan tipe orang yang berbeda-beda. Secocok apa pun hubungan antar-pegawai, selalu ada masa ketika pendapat setiap orang bisa berbeda. Ada kalanya salah seorang sedang menhadapi problematika kehidupan dan berimbas pada kinerjanya menurun. Agar pekerjaan bisa selesai dan hubungan tetap baik setiap hari, Gubernur Sulbar ABM senantiasa menjaga irama bersama bekerja dan bekerja bersama-sama. Dalam sebuah tim yang solid, kompak dan terpadu.
Gubernur ABM tidak terlalu asing lagi menghadapi kinerja SDM di lingkup pemerintahan. Sebelum menjadi Bupati Polewali Mandar dan Gubernur Sulbar, dia memang pernah menjadi staf bagian hukum Pemkab Polewali Mandar, Camat Tapango sampai Sekretaris Bapedalda Kabupaten Polewali Mandar. Sebuah pengalaman panjang di lingkungan birokrasi pemerintahan.
Dia pun menjadi paham bagaimana seni dari sebuah hubungan dan membetuk tim kerja yang solid. Dia menyadari, sebagai pemimpin, harus mampu menyatukan perbedaan yang ada. Dia aktif mempelajari kelebihan dan kekurangan segenap anggota tim di jajaran Pemprov Sulbar. Sudah barang tentu dia tidak ingin belajar sendiri.
Apa yang dipelajari dan dilakukannya dia tualarkan ke bawahan dan orang-orang yang harus memimpin di berbagai level pemerintahan. harus tahu apa saja yang harus mereka pelajari dan lakukan, untuk membangun sebuah tim yang solid. Sebab itu, dia berusaha membangun komunikasi dua arah. Hubungan yang sukses adalah hubungan dengan sistem komunikasi yang baik. Sebuah tim tidak akan bisa bekerja secara optimal bilama tidak ada komunikasi yang baik. Setiap orang memiliki karakter masing-masing, termasuk bagaimana mereka berkomunikasi dan memahami orang lain. Ada yang kalau berbicara berapi-api, ada yang bernada datar dengan diksi yang baik.
Dalam berbagai kesempatan, Gubernur ABM menyempatkan diri sejenak memastikan bahwa hubungan antar-anggota tim dan antar-institusi di lingkungan Pemrov Sulbar benar-benar didasari oleh komunikasi yang tulus dan jujur. Atasan perlu menyampaikan umpan balik kepada bawahannya. Kritik juga perlu disampaikan dengan penyampaian yang baik. Karena, jika tidak ada saran atau kritik, bagaimana seorang pemimpin tahu bahwa semua sudah berjalan sesuai jalurnya?
Pada berbagai kesempatan pula, Gubernur ABM mencoba berdialog dengan segenap bawahan perlunya memahami mengapa mereka ditempatkan di dalam satu tim dan apa tujuannya. Apakah ini adalah tim tetap atau untuk suatu proyek saja? Apa misi dari pekerjaan yang diemban? Sejauh mana pembagian waktu dan peran masing-masing anggota tim, itu juga perlu selalu diingat. Hal ini dia lakukan agar tugas dan pekerjaan mereka tidak melenceng dari jalur yang telah digariskan oleh visi, misi, dan strategi membangun Sulawesi Barat yang maju dan malaqbi.
Setelah secara jelas memahami peran dan tanggung jawab masing-masing serta tujuan organisasi, barulah Gubernur ABM mematik komitmen yang senada dalam membangun Sulawesi Barat. Sejauh jajaran Pemprov Sulbar memandang kontribusinya masing-masing terhadap jalannya dan kelangsungan pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada warga masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan langkah-langkah itu, Gubernur ABM ingin merajut kerja sama dan membangun tim Pemprov Sulbar yang solid dan kuat. Setelah itu, dia memperkuat jalinan komunikasi dengan pihak-pihak eksternal, mulai dari mitra pemerintah, tokoh masyarakat (termasuk mantan gubernur dan mantan calon gubernur), sampai tokoh-tokoh keagamaan. Dengan begitu, dia berharap muncul jejaring yang kuat dalam tekad membangun Sulawesi Barat yang maju dan bermartabat. (*)
Comments
Post a Comment