Efek Berita Kriminal Terhadap Perilaku Khalayak Remaja (Kasus : SMP Taman Siswa, Jakarta Pusat)


1.1 Latar Belakang
Siaran televisi saat ini telah menjadi suatu kekuatan yang sudah merasuk ke dalam kehidupan masyarakat. Televisi sebagai media massa memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan media lain di dalam penyampaian pesannya. Salah satu kelebihan televisi yaitu paling lengkap dalam hal menyajikan unsur-unsur pesan bagi khalayak pemirsa, oleh karena dilengkapi gambar dan suara terasa lebih hidup dan dapat menjangkau ruang lingkup yang sangat luas.
Pihak-pihak televisi menganggap semakin banyaknya stasiun TV tentunya akan memunculkan persaingan dan situasi yang kompetitif antar media elektronik untuk dapat merebut perhatian pemirsa dengan cara menyuguhkan acara-acara yang diperhitungkan akan disenangi oleh pemirsa. Untuk dapat menarik perhatian khalayak, paket acara yang ditawarkan dikemas semenarik mungkin. Berbagai paket acara yang disajikan diproduksi dengan memperhatikan unsur informasi, pendidikan serta hiburan. Namun, ketatnya persaingan justru menggeser paradigma pihak pengelola stasiun untuk menyajikan program acara yang sehat. Program acara-acara yang sering muncul di layar kaca justru kurang memperhatikan unsur informasi, pendidikan, sosial budaya bahkan etika dan norma masyarakat. Salah satunya unsur kekerasan menjadi menu utama di berbagai jenis tayangan yang dikemas dalam film, sinetron, dan berita.
Salah satunya tayangan yang mengandung unsur kekerasan dikemas dalam bentuk berita kriminal. Hampir keseluruhan berita kriminal tidak segan menampilkan adegan kekerasan di layar kaca seperti korban kekerasan, misalnya ceceran darah, bahkan menggambarkan kronologis kejadian secara lengkap. Saat ini hampir di semua stasiun televisi swasta terdapat tayangan berita kriminal. Ada yang disajikan dalam bentuk berita mendalam (indepth news), seperti, “Fakta” di ANTV, “Sidik Kasus di TPI, “Di Balik Tragedi” di TV One, dan “Metro Realitas” di Metro TV. Ada pula yang disajikan dalam bentuk berita langsung atau harian (daily news). Tayangan tersebut diantaranya adalah “Buser” di SCTV, “Sidik” di TPI, “TKP” di Trans7, “Sergap” di RCTI, dan “Patroli” di Indosiar.
Unsur kekerasan yang terdapat dalam berita kriminal tidak dapat dibendung. Hal ini memicu munculnya faktor penentu perubahan bagi perilaku khalayaknya dalam aspek kognitif, afektif, dan konatif. Alternatif berita kriminal di televisi tentunya akan memberikan pengaruh bagi khalayak pemirsanya, terutama jika berita kriminal yang ditayangkan dinikmati oleh khalayak remaja. Menurut Hurlock (Suharto, 2006) tahap perkembangan anak-anak hingga remaja, pada fase inilah remaja mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Khalayak remaja mulai menyesuaikan pola perilaku sosial sesuai tuntutan sosial. Remaja yang memiliki intentitas menonton berita kriminal mulai menyesuaikan hal-hal yang diterimanya dengan realitas sosial. Sehingga pengaruhnya akan cepat diterima terutama pada aspek kognitif, yang meliputi pengetahuan akan kejahatan, aspek afektif meliputi perasaan atau emosi akan tayangan kekerasan bahkan aspek behavioral yang meliputi tindakan untuk meniru adegan kekerasan.
Penelitian ini akan membahas mengenai efek tayangan kekerasan pada berita kriminal terutama pada aspek kognitif dan aspek afektif. Seperti yang telah dipaparkan di atas, gencarnya berita kriminal menimbulkan kekhawatiran akan terbentuknya persepsi dan sikap atau karakter negatif yang kuat. Sehingga memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana siaran berita kriminal dapat menimbulkan efek di kalangan khalayak, khalayak yang bagaimana yang terkena efek tersebut dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya yang hanya dapat dijawab melalui penelitian semacam ini.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, Sehingga masalah-masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi?
2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi?
3. Bagaimana efek kognitif dan afektif yang muncul di kalangan khalayak remaja sebagai akibat keterdedahan pada berita kriminal di televisi?
4. Apakah ada hubungan antara tingkat keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal dengan efek kognitif dan afektif yang muncul di kalangan khalayak remaja?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tingkat keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi.
3. Mengidentifikasi efek kognitif dan afektif yang muncul di kalangan khalayak remaja sebagai akibat keterdedahan pada berita kriminal di televisi.
4. Menganalisis hubungan antara tingkat keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal dengan efek kognitif dan afektif yang muncul di kalangan khalayak remaja.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek-efek yang dapat muncul di kalangan remaja sebagai akibat dari menonton tayangan kekerasan di televisi beserta faktor-faktor yang berpotensi memunculkannya. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi pihak stasiun televisi, memberikan informasi mengenai efek berita kriminal terutama pada khalayak pemirsa, sehingga pihak televisi lebih memperhatikan isi berita kriminal yang akan ditayangkan.
2. Bagi khalayak , menambah wawasan dan informasi kepada khalayak mengenai efek berita kriminal, terutama bagi para orang tua untuk mengawasi dan mendampingi anak saat menonton siaran berita kriminal.
3. Bagi pengembangan riset dan ilmu komunikasi, menambah khasanah pengetahuan tentang penelitian efek media massa televisi terutama pada berita kriminal di televisi.
11. PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Televisi Sebagai Media Massa
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Media massa sering dibedakan menjaadi media massa bentuk tampak (visual) media massa bentuk dengar (audio), dan media massa bentuk gabungan tampak dengar (audio visual). Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak penerima dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Mulyana, 2001). Anzwar dalam (Novilena, 2004) menyatakan bahwa sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukkan opini dan kepercayaan orang. Diantara berbagai media massa yang ada, salah satunya yang banyak dimanfaatkan orang dewasa adalah televisi.
Televisi adalah media komunikasi yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan (Novilena, 2004). Selain itu, menuurut (Suangga, 2004) televisi memiliki posisi yang penting dalam kehidupan manusia apabila benar-benar di manfaatkan sebagaimana seharusnya. Televisi menawarkan berbagai alternatif, sehingga dapat memilih informasi yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu, pendidikan, pengetahuan, dan sebagainya.
2.1.2 Keterdedahan Khalayak pada Tayangan Kekerasan
Keterdedahan khalayak terhadap tayangan kekerasan di televisi didasari adanya motif-motif khalayak menonton televisi. Umumnya khalayak menggunakan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu (Rakhmat, 2004). Menurut McGuire (Rakhmat, 2004) mengelompokkan motif dalam dua kelompok besar yakni motif kognitif (berhubungan dengan pengetahuan) dan motif afektif (berkaitan dengan perasaan). Menurut Blumler (Rakhmat,2001) motif yang ada pada tiap individu sangat beragam, yaitu : informasi (information), pengawasan (surveillance), hiburan (entertainment), ketidakpastian (uncertainty).
Keterdedahan tayangan kekerasan juga menyangkut jenis tayangan terutama yang mengandung unsur kekerasan atau adanya adegan kekerasan. Hasil penelitian Mazdalifah (1999) Film atau sinetron yang bermuatan kekerasan digemari responden yang berusia 7-9 tahun. Alasannya, karena ceritanya seru, banyak berkelahi, tokoh jagoannya berkelahi, dan punya senjata.
Keterdedahan tayangan kekerasan pada khalayak juga menyangkut frekuensi dan durasi menonton tayangan kekerasan di televisi. Menurut hasil penelitian Mazdalifah(1999) adegan kekerasan ditelevisi jika ditonton secara teratur dalam waktu yang panjang akan berpengaruh pada keterdedahan pada pengetahuan anak tentang kekerasan, penumpukkan sikap terhadap perilaku kekerasan dan peniruan terhadap perilaku kekerasaan.
2.1.3 Efek Tayangan Kekerasan
2.1.3.1 Efek Kognitif
Efek kognitif mengenai tayangan kekerasan berupa citra atau persepsi yang dibangun khalayak saat dan sesudah menonton tayangan kekerasan di televisi. Gerbner (Rakhmat, 2004) melaporkan penelitian berkenaan dengan persepsi penonton televisi tentang realitas sosial. Citra tentang lingkungan sosial kita terbentuk berdasarkan realitas yang ditampilkan media massa. Persepsi tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya dalam televisi. Efek kognitif dari tayangan kekerasan di televisi meliputi pengetahuan teknis khalayak akan tindak kekerasan. Khalayak yang menonton tayangan kekerasan akan mengetahui bagaimana gaya berkelahi, penggunaan senjata, bahkan pelajaran tentang modus operandi kejahatan. Efek kognitif tayangan kekerasan berhubungan dengan penilaian khalayak mengenai realitas yang ditampilkan televisi dengan realitas sebenarnya.
2.1.3.2 Efek Afektif
Tayangan kekerasan dan kekerasan di layar televisi, telah lama menimbulkan kegelisahan. Menurut penelitian, khalayak yang telah menonton tayangan kekerasan di televisi mengalami susah tidur, karena terbayang peristiwa tersebut. Yang terjadi pada anak-anak, rupanya adegan itu sampai terbawa dalam mimpi. Fenomena tersebut mengambarkan meningkatnya kecemasan pada diri seseorang sesudah menonton tayangan kekerasan (Arix, 2006)[1]. Penelitian yang dilakukan Garbner dan kawan-kawan (Mc Quail, 2000) menunjukkan bahwa penonton berat kekerasan di televisi merasa menjadi penakut di dunia. Efek afektif yang dirasakan khalayak mengenai tayangan kekerasan di televisi yakni toleransi khalayak akan tindak kekerasan. Hal ini berarti bagaimana empati khalayak mengenai kekerasan yang terjadi pada realitas di televisi dengan realitas nyata, terutama kepada korban atau pelaku kekerasan. Media Televisi dapat memberikan efek yang tajam dari tayangan kekerasan terhadap khalayak salah satunya yakni de-sensitization effects, berkurang atau hilangnya kepekaan kita terhadap kekerasan itu sendiri (Pitaloka, 2006).
2.1.4 Faktor-faktor Yang Menimbulkan Efek
Menurut Raymond Bavor Little John dalam (Vera,2002) media massa tidak langsung menimbulkan dampak bagi audiens. Banyak variabel terlibat dalam proses terjadinya efek. Gaver(Rakhmat, 1989) yang dikutip Vera (2002) menyatakan bahwa komunikasi massa terjadi lewat serangkaian perantara. Untuk sampai kepada perilaku tertentu, maka pengaruh ini disaring, bahkan ditolak sesuai dengan faktor-faktor yang menyertainya, seperti faktor personal dan faktor situasional. Menurut (Vera, 2002) faktor personal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri yang mempengaruhi perilaku seseorang, terdiri atas sikap dan emosi. Faktor situasional adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri yang mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor luar pertama adalah lingkungan masyarakat. Faktor kedua adalah lingkungan keluarga.
2.1.5 Berita Kriminal
Menurut (Novilena, 2004) berita kriminal adalah uraian tentang peristiwa/fakta atau pendapat yang mengandung nilai berita tentang kejahatan yang ditayangkan di televisi. (Budhiarty, 2004) mendefinisikan berita kriminal sebagai acara yang menayangkan informasi hanya berkisar mengenai kejadian kriminal/kejahatan, kecelakaan, kebakaran dan atau orang hilang; tayangan ini dapat dikemas dalam format berita (news) ataupun laporan mendalam (indepth report) yang mengupas suatu kasus lama atau baru yang belum. Sudah terungkap, dan terkadang disertai tips-tips untuk mengantisipasi setiap modus kejahatan.
Berita kriminal adalah uraian tentang peristiwa atau fakta mengenai berbagai tindakan kriminal (kejahatan) yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Berita dianggap menarik minat khalayak pemirsanya dengan kemasan aktual dan mendalam. Selain itu dengan berita yang bersifat komprehensif, interpretatif dan investigatif, akan menambah pengetahuan dan wawasan khalayak secara mendalam (Budhiarty,2004).
2.1.6 Perilaku Remaja
Garis pemisah antara awal masa dan akhir masa remaja terletak kira-kira sekitar usia tujuh belas tahun; usia saat mana rata-rata setiap remaja memasuki sekolah menegah tingkat atas. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan masa akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun (Hurlock, 1980).
Perubahan perilaku mencangkup aspek kognisi, afeksi dan aspek konasi. Menurut Winkel dalam (Suharto, 2006) kognisi adalah pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki khalayak. Afektif adalah sikap khalyak mengenai tayangan berita di TV. Konasi adalah tindakan individu menurut cara tertentu. Menurut Hurlock dalam (Suharto, 2006) menjelaskan beberapa pola perilaku sosial pada masa anak-anak hingga remaja yaitu : (1) hasrat akan penerimaan sosial, (2) empati, kemampuan meletakkan diri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Deskripsi
Tayangan kekerasan di televisi berpotensi memunculkan efek terhadap perilaku khalayak remaja, khususnya siaran berita kriminal. Perilaku individu mengandung tiga ranah utama: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan konatif (tindakan), namun penelitian ini tidak mengkaji perubahan perilaku pada ranah konatif. Oleh karena itu, efek tayangan siaran berita kriminal televisi dapat dirinci sebagai pengaruh yang diberikan kepada khalayak melalui isi berita kriminal di televisi, salah satunya berita kriminal. Efek berita kriminal di televisi meliputi efek kognitif dan efek afektif. Efek kognitif berhubungan dengan persepsi khalayak terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis khalayak akan tindak kejahatan, dan penilaian khalayak terhadap realitas. Afek afektif berkaitan dengan perasaan khalayak sesudah menonton tayangan kekerasan meliputi rasa takut dan curiga. Selain itu, efek afektif juga menyangkut toleransi khalayak akan tindak kekerasan. Efek berita kriminal di televisi tergantung pada keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi. Keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi berkaitan dengan jenis berita kriminal, frekuensi dan durasi menonton, dan pengawasan orang tua.
Keterdedahan khalayak akan tayangan kekerasan di televisi tidak secara otomatis langsung memberikan efek bagi khalayak. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang menimbulkan efek yakni faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal meliputi Karakteristik individu yang terdiri dari : umur, jenis kelamin, prestasi akaademis di kelas, dan motif menonton. Faktor situasional meliputi karakteristik sosial yakni lokasi tempat tinggal dan lingkungan keluarga.
i34051630
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Efek Berita Kriminal Terhadap Perilaku Khalayak Remaja
2.2.2 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara karakteristik individu dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi.
2. Ada hubungan antara karakteristik lingkungan sosial dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi.
3. Ada hubungan antara keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi dengan efek kognitif dan efek afektif.
2.2.3 Definisi Operasional
1. Karakteristik Individu adalah kondisi atau keadaan spesifik yang dimiliki oleh individu, meliputi umur, jenis kelamin, dan prestasi akademis.
a. Umur adalah lama hidup seseorang sejak lahir hingga sekarang yang diukur dalam satuan waktu. Batas usia remaja awal berkisar 13 tahun-14 tahun.
b. Jenis Kelamin adalah pembedaan gender responden yang dikategorikan atas;
1. Laki-laki 2. Perempuan
c. Prestasi akademis di kelas adalah tingkat kepandaian remaja di kelas berdasarkan penilaian guru yang dinyatakan dalam peringkat nilai rapor. Kategori peringkat di kelas terdiri dari tingkat kepandaian :
1. Tinggi (Jika peringkatnya 1-5); maka diberi skor 1
2. Sedang (jika peringkatnya 6-10); maka diberi skor 2
3. Rendah (jika peringkatnya < 10); maka diberi skor 3
d. Motif menonton adalah Motif menonton adalah dorongan yang timbul dari dalam diri remaja untuk menonton siaran televisi sesuai kebutuhannya yang berpotensi mengarahkan perilaku remaja tersebut dalam menoton siaran berita kriminal di televisi. Motif menonton dikategorikan ;
1. Informasi
2. Hiburan
3. Mengisi waktu luang
4. Interaksi sosial
2. Karakteristik lingkungan sosial adalah spesifik lokasi tempat tinggal individu yang menggambarkan situasi yang berpotensi mempengaruhi individu yang bersangkutan.
a. Lokasi tempat tinggal adalah situasi yang menggambarkan suasana sekitar pemukiman remaja, berdasarkan sering atau tidaknya terjadi tindak kriminalitas seperti (pembunuhan, perampokan, pencurian, pemerkosaan, tawuran, penculikan,pemerkosaan, narkoba). Kategori tersebut terdiri dari :
1. Tidak pernah
2. Jarang (1-2 kali/bulan)
3. Sangat sering (>2 kali/bulan)
b. Lingkungan keluarga adalah keadaan spesifik orang tua (bapak/ibu/wali) yang berpotensi mempengaruhi perilaku remaja, meliputi :
1. Jenis Pekerjaan adalah macam usaha yang dilakukan bapak/ibu/wali yang menjadi sumber penghasilan utama keluarga. Pengukuran menggunakan skala nominal . Dikategorikan sebagai berikut :
1. Ibu rumah tangga 2. Buruh 3. Wiraswasta 4. PNS
5. Swasta 6. TNI/POLRI 7. Lainnya
2. Pendidikan Orang tua adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang diraih bapak/ibu/wali. Pengukuran menggunakan skala nominal. Dikategorikan sebagai berikut :
1. SD 2. SLTP 3. SMU 4. D1/D2/D3 5. S1/S2/S3
3. Pengawasan orang tua adalah arahan dan penjelasan yang diberikan ayah dan ibu atau wali kepada remaja saat menonton berita kriminal. Kategori tersebut terdiri dari :
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
3. Keterdedahan khalayak remaja terhadap berita kriminal di televisi adalah beragam penerimaankhalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi. Meliputi jenis berita kriminal, fekuensi menonton, dan durasi menonton.
a. Jenis berita kriminal adalah kemasan pesan atau format siaran berita kriminal yang ditonton di televisi. Pengukuran menggunakan skala nominal. Kategori jenis berita krimanal di televisi terdiri dari :
1. Berita langsung (berita yang up to date dan langsung disampaikan pada pemirsa)
2. Berita mendalam (berita yang dikupas mendalam yangbertujuan memberi pemahaman yang mendalam kepada pemirsa)
b. Frekuensi menonton adalah banyaknya siaran berita kriminal yang ditonton remaja pada waktu satu minggu. Diukur dalam satuan kali/minggu, kemudian dikategorikan sebagai berikut :
1. Tidak pernah
2. Jarang (jika frekuensi 2-3 kali/minggu)
3. Sering (jika frekuensi > 3 kali/minggu)
c. Durasi Menonton adalah lama waktu remaja melihat dengan cermat siaran berita kriminal di televisi. Pengukuran menggunakan satuan menit/tayangan. Dikategorikan menjadi :
1. Tidak lengkap (durasi berita yang ditonton <15 menit)
2. Lengkap (durasi berita yang ditonton 15-30 menit)
3. Sangat lengkap (durasi berita yang ditonton >30 menit)
4. Efek Kognitif adalah citra atau persepsi yang dibangun khalayak remaja saat dan sesudah menonton berita kriminal di televisi, meliputi persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja tehadap realitas.
a. Persepsi Khalayak Remaja terhadap isi berita kriminal adalah pemaknaan remaja terhadap kriminalitas menurut alur cerita, kemasan, gambar/ilustrasi. Pengukuran menggunakan skala ordinal. Kategori persepsi remaja terhadap isi berita kriminal adalah :
1. Tidak setuju
2. Kurang setuju
3. Setuju
b. Pengetahuan teknis akan tindak kekerasan adalah kedalaman pemahaman tentang cara-cara kriminal seperti gaya berkelahi, penggunaan senjata, dan modus operandi kejahatan saat ataupun sesudah menonton berita kriminal. Pengukuran menggunakan skala ordinal. Kategori tersebut adalah :
1. Tidak paham
2. Kurang paham
3. Paham
c. Penilaian khalayak remaja terhadap realitas adalah perbandingan yang diberikan khalayak remaja saat menonton berita kriminal dengan peristiwa yang ditayangkan di televisi dan kejadian yang terjadi disekitarnya. Pengukuran menggunakan skala ordinal. Dikategorikan sebagai berikut :
1. Tidak setuju (tayangan berita kriminal tidak mewakili kehidupan secara keseluruhan)
2. Kurang setuju (tayangan berita kriminal di televisi tidak semua mewakili kehidupan secara keseluruhan)
3. Setuju (tayangan berita kriminal mewakili kehidupan secara keseluruhan)
5. Efek Afektif adalah rangsangan emosional yang timbul saat atau sesudah remaja menonton siaran berita kriminal di televisi. Meliputi, Perasan sesudah menonton berita kriminal dan toleransi akan tindak kekerasaan.
a. Perasaan sesudah menonton berita kriminal meliputi rasa takut dan curiga. Kategori tersebut diukur dalam skala ordinal berikut :
1. Tidak Takut
2. Agak takut
3. Takut
b. Toleransi akan tindak kekerasan adalah empati yang ditimbulkan individu saat melihat cermat tindak kekerasan terutama kepada korban dan pelaku kejahatan dalam berita kriminal di televisi. Pengukuran menggunakan skala ordinal sebagai berikut:
1. Tidak setuju = berempati
2. Kurang setuju= berkurang rasa toleransi
3. Setuju = sangat berkurang rasa toleransi
III. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi. Pada pelaksanaan survai, digunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok yang nantinya akan diolah dan dianalisa melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi, 1989).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Taman Siswa (JL Garuda No. 25, Jakarta Pusat). Pemilihan lokasi ini dipilih secara (purposive), dengan pertimbangan letak geografis yang tidak terlalu jauh dengan peneliti , sehingga memudahkan peneliti dalam memperoleh data dan informasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2009 sampai dengan bulan Mei 2009.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Jumlah populasi dalam penelitian ini, sebanyak 160 siswa dari seluruh kelas II SMP yang terdiri dari 4 kelas pararel, namun jumlah responden yang ditentukan untuk penelitian ini sebayak 61 responden. Unit analisis penelitian ini adalah individu remaja yang berusia 13-14 tahun atau usia siswa kelas II Sekolah Menegah Pertama di SMP Taman Siswa Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa usia remaja berada pada umur 13-14 tergolong pada usia remaja awal, karena pada usia tersebut merupakan fasepenyesuaian mental pembentukkan sikap, nilai, dan minat baru. Perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser (Hurlock,1980). Selain responden juga dipilih sejumlah informan (kepala sekolah, guru, dan staf sekolah) untuk memperoleh gambaran umum mengenai kondisi sekolah bersangkutan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan,dan studi dokumentasi.
3.3 Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian akan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS Versi 13. Alasan digunakan program ini adalah untuk mempermudah dilakukannya proses pengolahan yang ada. Data dari pengisian kuesioner disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang. Data yang diperoleh bersifat nominal dan ordinal, sehingga untuk menganalisis hubungan antara data tersebut digunakan Korelasi Rank Spearman dan Chi-Square.
Korelasi Rank Spearman yakni menguji hipotesis mengenai hubungan antar variabel yang syarat penggunaannya menggunakan variabel ordinal.
Sedangkan syarat uji Chi-Square salah satu variabelnya berukuran nominal. Hasil uji Chi-Square kemudian digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel dengan rumus koefisien kontingensi ( C ). Makin besar C berarti hubungan antar dua variabel makin erat. Nilai C berkisar 0-1 (Singarimbun da Effendy, 1999).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Mereka Belajar dari Berita Kriminal Televisi..http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0503/24/sumbagut/1638777.htm. Diakses pada Sabtu, 17 Januari 2009.
Arixs. 2006Tayangan Kekerasan dan Kesadisan perlu Dikontrol.http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=715. Diakses pada Sabtu, 17 Januari 2009.
Atkinson, Rita L, dkk. 1983. Pengantar Psikologi 1 Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Robert A, Baron.2005Psikologi Sosial Jilid 1 Edisi 10. Jakarta : Erlangga.
Budhiarty, Eka. 2004. Hubungan Antara Perilaku Menonton Program Berita Kriminal di Televisi dengan Agresivitas Remaja (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 112, Kelurahan Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta).[Skrip]. Bogor : Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
De Vito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia : Kuliah Dasar. Edisi 5. Jakarta : Professional Books.
Ellen, Wartella, Adriana Olivarez, Nancy Jennings. 2005. McQuail Mass Communication Theory. London : Sage Publication.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Mardalis, Drs. 2007. METODE PENELITIAN Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : PT Bumi Aksara
Mazdalifah. 1999. Hubungan Keterdedahan Tayangan Kekerasan di Televisi dengan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Anak Kasus Murid SD Negeri 1 Gunung Batu Bogor Barat.[Tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
McQuail, Dennis. 2000. Mass Communication Theory An Introduction fourth Edition. Sage Publication. London : Thousand Oak-New Dehli.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mu’tadin, Zainun. 2002. Faktor Penyebab Perilaku Agresihttp://www.e-psikologi.com/remaja/100602.htm. Diakses pada 17 Januari 2009
Novilena, Patty. 2004. Hubungan Karakteristik Individu, Sikap dan Perilaku Menonton Tayangan Berita Kriminal di Televisi (Kasus Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan Tengah). [Skrip]. Bogor : Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Purwatiningsih, Sri Desti. 2004. Motif Menonton Berita Kriminal di Televisi dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi Audiens.[Tesis]. Bogor : Sekolah PascaSarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pitaloka, Ardiningtiyas RR. 2006. Pengkondisian Kekerasan oleh Media Televisi Kita.http://www.e-psikologi.com/sosial/111206.htm. Diakses pada Sabtu, 17 Januari 2009.
Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi Massa. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Romer, Daniel, Kathleen Hall, Sean Aday. 2003. Television News And Cultivation of Fear of Crimedalam Journal of Communication Vol.53 No.1/ ISSN 0021-9916.Oxford University Press.
Siagian, E. Christina T. 2000. Analisis Isi Berita Pembangunan di Rajawali Citra Televisi Indonesia dalam Tahun 1997[Skrip]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi (Ed). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES.
Suangga, Oktaviany. 2004. Persepsi Remaja Pedesaan terhadap Tayangan Berita Kriminalitas di Televisi. [Skrip]. Bogor : Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suharto, Ari. 2006. Hubungan Pola Menonton Berita Kriminal di Televisi dengan Perilaku Remaja (Kasus SLTPN 175 Jakarta dan SMPN 1 Dramaga Bogor). [Skrip]. Bogor : Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Vera, Nawiroh S.sos. 2007. Kekerasan dalam Media Massa ; Perspektif Kultivasi. Fakultas IlmuKomunikasi Universitas Budi Luhur. http ://209.85.175.104?q=cache: lbhh4195j98j :jurnal.bl.ac.id]. Diakses pada 28 Oktober 2008.
Widiastuti, Wahyu. 2002. Dampak Adegan Kekerasan di Televisi terhadap Perilaku Agresif Remaja Perkotaan. Jurnal Penelitian UNIB Vol. VIII. No 3, Hal 140-143. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Bengkulu.
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Grasindo. (https://kolokiumkpmipb.wordpress.com)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian