HUBUNGAN KEJAHATAN DENGAN TINGKAT EKONOMI
Pengertian kejahatan
Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukumatau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorangkriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri,pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seoranghakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagaiterpidana atau narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis.
Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat [1]. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.
Hubungan tindak kejahatan dengan aspek ekonomi
Secara yuridis/humum, maka tindak kejahatan, kemunkaran, kemaksiatan, jarimah, premanisme adalah perbuatan yang pelakunya dikenakan sanksi hukum, seperti pembunuhan, borsi, korupsi, dll. Ada sanksi hukum agama, hukum adat dan hukum Negara. Tindak kejahatan secara yuridis bersifat reelatif, tergantung dari waktu, tempat, sikon, tidak tetap, tidak universal..
Secara sosiologis/kemasyarakatan, maka tindaka kejahatan adalah perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan merugigan secara psikologis, atau melukai perasaan susila/etika/moral. Tindak kejahatan secara sosiologis lebih luas, namun juga bersifat relative, tergantung dari waktu, tempat, sikon, tidak tetap, tidak universal. Tindak kejahatan secara sosiologis sebenarnya adalah perbuatan yeng melanggar hukum adat, seperti main judi, sabung ayam, telanjang dada, pamer paha, porno aksi, prostitusi, pelacuran, homo, lesbi, kumpul kebo, dll.
Menurut Prf Mr JM van Bemmelen, tindak kejahatan itu disebabkan karena bakat (niat, watak, karakter, sikap mental) dan lingkungan (kesempatan, milieu, sikon, waktu, tempat, lahan). Di jaman edan. Maka orang baik-baik bisa saja berubah menjadi edan. Terdapat hubungan, korelasi antara sikon dan tidak kejahatan. Tindak pidana korupsi yang dilakukan preman krah putih (preman berdasi) cenderung berhubungan dengan sikon (kesempatan, lahan basah).
Dalam sudut pandang Islam, maka tenaga pendorong berbuat tindak kejahatan itu adalah nafsu ( Lammaratun bissuu). Sedangkan sebagai rem, tenaga pencegahannya adalah iman (kepercayaan akan hukuman Allah). Bila remnya blong (imannya lepas) maka nafsuny bisa berbuat tindak kejahatan sewenang-wenang.
Mengacu pada hasil penyelidikan/analisa George Mayr tahun 1835-1861 di Bremen, Jerman, berdasarkan statistic, maka terdapat hubungan, korelasi antara kenaikan tingkat kejahatan dengan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok (sembako).
Tingkat kejahatan berhubungan erat dengan tingkat kesenjangan sosial-ekonomi. Makin tinggi tingkat kesenjangan sosial-ekonomi, maka makin tinggi pula tingkat kejahatan. Dengan kata lain, tingkat kejahatan tergantung dari tingkat kesejahteraan masyarakat.
Penurunan tingkat kesenjangan sosial-ekonomi dapat dilakukan dengan mengkampanyekan/mensosialisasikan/memasyaraakatkan/membudayakan “Hidup sederhana”, Dalam terminology Isla dengan membudayakan Hidup Zuhud, Qana’ah, Wara’”. Dalam terminology kerennya dengan membudayakan “Hidup Sosialis”, menjauhi “Hidup Materialis”.
Tingkat tindak kejahatan juga dapat diturunkan dengan menurunkan angka pengangguran. Karena semakin banyap penangguran, maka semakin meningkat tindak kejahatan. Seluruh kebijkan seyogianya mengaitkannya dampaknya dengan tindak kejahatan. Kebijakan menaikkan harga, apakah akan berdampak terhadap tindak kejahatan atau tidak. Kebijakan memberikan fasilitas terhadap investor, apakah akan berdampak terhadap kejahatan atau tidak ? Kapan bangsa ini bisa hidup mandiri tanpa investasi dan korupsi ? (Simak R Sidik Soeriadiredja :”Kriminologi”, Politeia, Bogor, 1055; Mr Alfred Hoetaoeroek cs : “Garis Besar Tatahukum Indonesia”, Erlangga, Djakarta, 1961, hal 69, “Perbuatan yang dapat dihukum”). (https://andinurseila.wordpress.com)
Sumber :
Comments
Post a Comment