Kekerasan Melahirkan Kekerasan

Studi Kasus tentang Perempuan Korban Kekerasan yang Membunuh Pelaku Kekerasannya

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk membahas dan mendeskripsikan fenomena perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga yang akhirnya membunuh pelaku kekerasannya dari perspektif feminis. Melalui perspektif ini, informan penelitian dan kehidupan mereka ditempatkan dalam konteks makro dan hubungan gender.
Pendekatan kualitatif dipilih untuk menggali kondisi psikososial yang mendorong mereka untuk membunuh pelaku kekerasannya. Diharapkan penelitian ini bisa memberi ruang pada perempuan untuk menyuarakan keinginan, kebutuhan, hak mereka, dan memampukan mereka untuk menjadi informan dalam kehidupan mereka sendiri. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberi pemahaman alternatif terhadap situasi yang dialami perempuan korban kekerasan yang membunuh pelaku kekerasannya dari pemahaman patriarki yang selama ini dimunculkan dalam karya ilmiah, media dan hukum.
Penelitian ini menunjukkan bahwa KDRT bisa bersifat ganda, artinya tidak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Berbagai usaha dilakukan untuk keluar dari kekerasan yaitu memperbaiki diri, pisah ranjang, dan cerai, namun semua cara tersebut gagal dilakukan. Lemahnya dukungan sosial, keyakinan cinta, harapan pasangan akan berubah, dan adanya anak-anak membuat mereka bertahan dengan dampak psikologis yang semakin berat dan risiko hampir kehilangan nyawa. Berbagai dampak psikologis yang dialami yaitu sakit hati, trauma, sikap ambivalensi, perasaan tidak berdaya, dan perasaan dikhianati. Dalam situasi demikian, munculnya orang lain yang menawarkan bantuan dan memberi kesanggupan untuk menyelesaikan masalah, dianggap sebagai satu-satunya pilihan untuk keluar dari kekerasan yang tak kunjung berhenti. Maka, menyerahkan keputusan pada sang 'penolong' merupakan pilihan terbaik meskipun dengan membunuh pelaku kekerasannya. Padahal, dengan menyerahkan kembali keputusan pada si 'penolong', mereka sebenarnya mengalami siklus subordinasi berulang. Ketika masih bertahan dalam relasi perkawinan, mereka tersubordinasi oleh sang suami. Ketika mencoba keluar dari relasi perkawinan, mereka tersubordinasi oleh sang 'penolong~ yang membuat mereka tidak mampu menolak ide dan bantuan sang 'penolong' untuk membunuh pelaku kekerasannya sebagai jalan keluar dari relasi kekerasan.
Hal lain yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa kedua informan penelitian mengalami kekerasan dari media dan kekerasan dari aparat hukum ketika kasus pembunuhan telah terungkap oleh publik. Kekerasan media dan kekerasan aparat hukum merupakan salah satu bentuk kekerasan di masyarakat yang rawan dialami oleh perempuan. Maka, sekali lagi, kedua informan penelitian menjadi korban kekerasan. Kekerasan melahirkan kekerasan, fakta riil yang dialami perempuan yang tidak hanya melibatkan faktor manusia, tetapi budaya, struktur sosial, hukum, bahkan agama ikut berkecimpung di dalamnya.

Sudah saatnya perempuan angkat bicara untuk memperjuangkan eksistensinya, dan hal itu tidak mudah karena harus berani menggugat budaya, struktur sosial, hukum, dan juga agama yang mensubordinasi perempuan. (Wulan Widaningrum, 2004)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian

Kisah Seorang Preman Kupang (1)