PERLUNYA KRIMINALISASI TERHADAP KEJAHATAN PENYELUNDUPAN MANUSIA DI INDONESIA
Abstraksi:
Pada konteks kejahatan transnasional,
penyelundupan manusia mcrupakan suatu bentuk kejahatan transnasional yang
terorganisasi yang potensial menimbulkan berbagai macam implikasi pada
kejahatan lain. Penyelundupan manusia dapat menjadi takaran lemahnya
sistem hukum suatu negara dalam menangani motivasi terselubung dari para
imigran untuk menjadikan negara tersebut sebagai negara perantara untuk
kejahatan. Penyelundupan manusia di Indonesia belum dikenal sebagai
sebuah kejahatan tetapi lebih dikenal dengan pelanggaran keimigrasian.
Dalam penegakan hukumnya dari penyidik kepolisian, penuntut umum sampai
dengan hakim, mempunyai ambigu dalam menerapkan aturan pemidanaannya.
Karenanya perlu kriminalisasi atas kejahatan penyelundupan manusia ini
dalam suatu bentuk aturan perundang-undangan.
Kata kunci: Penyelundupan Manusia, Penegakan Hukum, Kriminalisasi
1.1 Latar Belakang Umum
Dalam arus pergerakan manusia, pada
dasamya perpindahan yang dilakukan selalu bertujuan untuk mencari solusi
dari segala permasalahan yang mereka temukan ditempat asalnya. Ketika
manusia merasa tidak nyaman dengan kehidupannya karena masalah masalah
seperti keamanan, ekonomi (tempat tinggal, sandang, pangan), ataupun
kondsi politik, ras agama dan ideologi di tempat mereka tinggal
sebelumnya, maka naluri untuk mendapatkan tempat yang lebih baik pun
akan muncul. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sejarah mencatat
bahwa perpindahan selalu didasari karena ketidaknyaman di tempat
sebelumnya seperti Canaan (yang saat ini disebut sebagai bangsa
Palestina melakukan migrasi dari asia menuju ke Eropa, demikian juga
yang dilakukan oleh Romawi dan bangsa-bangsa lainnya (Manning dalam Buku
Petunjuk bagi Petugas dalam rangka penanganan kegiatan penyelundupan
manusia), warga negara Vietnam yang masuk ke Thailand, warga negara
Mexico yang masuk ke Amerikadan warga negara China yang masuk ke
Indonesia.
Marc Rosenblum dari Universtias
California, San Diego, dalam penelitiannya di tahun 2000 mengenai warga
Mexico yang masuk ke Amerika sejak tahun 1977 sampai dengan 1999
menyatakan bahwa pada tahun 1996 ditemukan sedikitnya ada 86.000 warga
asing ilegal yang masuk ke wilayah Amerika. Yun Hua Liu dalam tulisannya Labour Migration of China
juga menyatakan bahwa dari 220.000 warga negara China yang pergi ke
luar negeri untuk mencari ilmu, hingga tahun 1995 hanya 75.000 saja yang
kembali ke China. Di sisi lain Liu juga menyampaikan bahwa Indonesia
menjadi target prioritas warga negara China untuk bertempat tinggal
setelah keluar dari China, yang dibuktikan dengan data keberadaan orang
China di Indonesia dari tahun 1980 sampai degan 1982 yaitu mencapai
6.150.000 orang.
Dengan data tersebut, terlihat jelas
bahwa tidak ada satupun negara yang dapat membatasi keinginan warga
negaranya untuk keluar dari negaranya. Hal ini disebabkan karena,
mendapatkan hak hidup yang layak merupakan salah satu bagian dari Hak
Asasi Manusia, sehingga perbuatan melakukan migrasi dari satu tempat ke
tempat yang lain dianggap sebagai sebuah kegiatan yang normal. Di sisi
lain, yang perlu diperhatikan dalam pergerakan migrasi ini adalah, bahwa
setiap negara mempunyai sebuah kedaulatan bangsa, yaitu sebuah kondisi
dimana negara itu merupakan negara merdeka yang mempunyai aturan hukum
sendiri dan juga taat pada aturan hukum internasional. Dengan keadaan
yang demikian maka ada perlindungan bagi sebuah negara dari serangan
pihak luar negaranya, yang salah satu caranya adalah dengan menerapkan
aturan mengenai hal-hal yang menyangkut keimigrasian dengan tujuan agar
tidak setiap orang dapat keluar masuk sebuah negara tanpa izin. Apabila
hal itu dilanggar maka orang akan dikenai sanksi oleh negara yang
bersangkutan dengan berbagai tuduhan, seperti pelanggaran keimigrasian,
atau kejahatan penyelundupan manusia.
Pada konteks kejahatan transnasional,
penyelundupan manusia merupakan salah tsuatu bentuk kejahatan
transnasional yang terorganisasi[1]
yang potensial menimbulkan berbagai macam implikasi pada kejahatan
lain. Penyelundupan manusia dapat menjadi takaran lemahnya sistem hukum
suatu negara dalam menangani motivasi terselubung dari para imigran
untuk menjadikan negara tersebut sebagai negara perantara untuk
kejahatan. Bentuk kejahatan lain dapat saja muncul sering dengan
pembiaran praktek penyelundupan manusia seperti; kejahatan-kejahatan
konvensional (penipuan, pemerkosaan, pembunuhan dan pencurian),
pelayaran, perdagangan orang, pencucian uang, kejahatan perbankan dan
tidak menutup kemungkinan adanya kejahatan terorisme.
Pada artian yang sebenarnya,
penyelundupan manusia merupakan serangkaian kegiatan untuk memasukkan
seseorang atau kelompok dari luar negeri ke dalam suatu negara secara
tidak sah dan bertentangan dengan hukum. Indonesia adalah suatu negara
yang sering digunakan oleh para pelaku penyelundupan manusia untuk masuk
ke Australia. Sekalipun demikian tidak hanya Australia saja yang
menjadi tujuan penyelundupan manusia, namun terdapat negara tujuan lain
seperti; warga negara Mexico yang masuk ke Amerika, warga negara China
ke Amerika, warga negara srilangka dan India ke Kanada atau
negara-negara di Eropa, warga negara Vietnam ke Indonesia atau ke
Thailand serta Malaysia yang juga merupakan target dari warga negara
Indonesia untuk dapat masuk menyelundup dalam rangka mcnjadi tenaga
kerja Indonesia (TKI ) . Fenomena penyelundupan manusia ini menjadi
penting bagi Indonesia karena letak geografis yang berdekatan dengan
Australia dan Malaysia dengan akses keluar masuk yang luas schingga
tidak terpantau secara keseluruhan serta undang-undang imigrasi masih
lemah, menjadikan Indonesia sebagai negara yang cukup sering dijadikan
tempat transit dan titik tolak pergerakan para pelaku penyelundupan manusia.
Penyelundupan manusia di Indonesia
belum dikenal sebagai sebuah kejahatan tetapi lebih dikenal dengan
pelanggaran keimigrasian oleh sebagian penegak hukum yang pernah
menangani kejahatan ini, karena penanganan kejahatannya yang menggunakan
undang-undang keimigrasian. Di sisi lain penyelundupan manusia juga
dikenal sebagai kejahatan perdagangan orang karena mempunyai modus operandi
yang mirip. Dalam penegakan hukumnya, mulai dari penyidik kepolisian,
pcnuntut umum sampi hakim, mempunyai ambigu dalam menerapkan aturan
pemidanaannya. Penafsiran yang tidak benar dan berbeda-beda menjadikan
kejahatan penyelundupan manusia sebagai kegiatan yang tidak ada dasar
hukumnya atau hanya dilihat sebagai sebuah fakta pelanggaran
keimigrasian saja. Yurisprudensi yang dikeluarkan hakim terkait dengan
kejahatan yang diproses dengan menggunakan undang-undang keimigrasian
membuat kejahatan ini diidentikan sebagai pelanggaran yang ringan dengan
resiko rendah dan tidak rnembahayakan. Padahal dengan jelas BB
menyatakan dalam konvensi dan protokolnya[2] bahwa penyelundupan migran merupakan salah satu kejahatan transnasiona yang terorganisir.
Indonesia memang tidak secara langsung
menjadi sebuah negara tujuan dari kejahatan penyelundupan manusia yang
teijadi. Seperti yang dikemukakan pada awal tulisan, bahwa setiap orang
berpindah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, tentunya dengan
harapan mereka akan berada pada level negara yang lebih tinggi dari yang
sebelumnya. Indonesia bukanlah negara maju yang dapat dijadikan tempat
bernaungnya setiap migran yang mau merubah nasibnya. Keberadaannya yang
terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) menjadikan Indonesia
mempunyai peran dan posisi penting dalam menanggulangi masalah
penyelundupan manusia sebagai negara yang selalu dijadikan negara
transit.
Terkait dengan keberadaan Indonesia
sebagai negara transit, maka setiap orang yang berhasil diselundupkan ke
Indonesia, dapat diduga akan menjadikan Australia sebagai negara
tujuan, karena letaknya yang sangat dekat dengan Indonesia. Hal ini
didukung dengan minimnya pengawasan pemerintah Indonesia terhadap
wilayah perbatasan, terutama dari pulau-pulau kccil yang tidak
terpantau, untuk masuk ke dalam wilayah Australia, dimana hal ini
merupakan suatu keuntungan tersendiri bagi pelaku kejahatan
penyelundupan manusia. Di sisi lain, negara ini memiliki kemampuan
penjaminan perlindungan dan penghidupan kepada insan negaranya, sehingga
hal ini menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada minat migran untuk
masuk ke negara Australia dalam rangka mencari penghidupan yang lebih
baik bagi diri dan keluarganya.
Permasalahan teijadi ketika orang-orang
yang melakukan perpindahan ini tidak mengindahkan aturan-aturan hukum
yang berlaku di negara tempat mereka keluar. Begitu pula halnya terhadap
aturan hukum yang berlaku di negara yang dimasukinya. Seperti telah
dibahas sebelumnya konsekuensi dari terbentuknya konsep negara dalam
kehidupan modern adalah segala proses yang menyangkut hak dan kewajiban
manusia menjadi tidak sesederhana sebelum ada negara. Orang tidak bisa
berpindah begitu saja tanpa mengikuti prosedur yang sudah diatur
sebelumnya oleh masing-masing negara.
Selain masuk ke Indonesia tanpa
menggunakan dokumen resmi (tanpa ada visa atau paspor), salah satu modus
operandi yang dilakukan oleh pelaku penyelundupan manusia ini adalah
masuk ke Indonesia dengan menggunakan dokumen resmi legal dan
teregistrasi. Permasalahannya, adalah, setiap warga negara asing yang
masuk secara legal, belum tentu akan keluar dari Indonesia secara legal
untuk kembali ke negaranya. Hal ini diketahui ketika warga negara asing
yang tertangkap oleh pihak negara tujuan, menunjukkan paspornya dengan
stampel visa Indonesia (Hasil wawancara dengan Agen AFP, Stephen Cook, 8
November 2009).
Dalam perspektf imigrasi sebenarnya
keadaan tersebut, merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum sesuai
dengan Pasal 48 Undang-undang nomor 9 Tahun 1992[3]
dengan ancaman hukuman (maksimal 3 Tahun penjara). Ketcntuan ini
merupakan salah satu ketentuan yang disarankan untuk digunakan dalam
buku petunjuk bagi petugas dalam menangani kejahatan penyelundupan
manusia atau kejahatan yang berkaitan dengan penyelundupan manusia,
untuk menangani permasalahan ini. Pada pelaksanaanya penyidik Polri dan
Penyidik Pegawai Negeri Swasta (PPNS) dari Ditjen Imigrasi dan
Departemen Hukum dan HAM sendiri termasuk jarang melakukan proses
penyidikan dengan menggunakan pasal yang ini. Terlalu banyaknya
pelanggar dalam tindak pidana ini dan sulit nya menjaga agar pelaku
tidak melarikan diri saat proses penyidikan, membuat penyidik menjadi
enggan untuk menangani kasusnya. Walaupun demikian, kejahatan yang
dirnaksud dalam pasal ini, yang merupakan sarana untuk melakukan proses
hukum terkait dengan kejahatan penyelundupan manusia, bukanlah kejahatan
penyelundupan manusia seperti apa yang dirnaksud dalam Undang-Undang
nomor 5 tahun 2009 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi
dan Undang-Undang nomor 15 tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol
Menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Laut dan Udara.
Persoalan penyelundupan manusia ini
merupakan sesuatu yang serius bagi Indonesia. Kenyataannya Indonesia
memang memiliki suatu hambatan dalam perang melawan penyelundupan
manusia ini. Sampai saat ini memang belum ada tindak lanjut upaya
kriminalisasi sebagai komitmen pada Konvensi Perserikatan Bangsa bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi dan Protokol
menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Laut dan Udara yang telah
ditandatangani oleh Indonesia di Palermo pada tahun 2000. Ketiadaan
legislasi ini membuat pai penyelundupan manusia akhirnya hanya dijerat
dengan hukum imigrasi dan tindak pidana yang berhubungan dengan hukum
keimigrasiaan Indonesia yang memiliki sanksi yang relatif tidak terlalu
berat. Kelemahan ini merupakan suatu hal yang membuat Indonesia mcnjadi
tempat transit “favorit” para pelaku penyelundupan manusia. Kalau ini
dibiarakan terjadi, maka Indonesia akan mendapat predikat buruk sebagai
negara transit para imigran gelap yang akan merugikan Indonesia secara
langsung.
Dalam penanganan kejahatan penyelundupan
manusia ini, pengantarjeraan sistem peradilan pidana Indonesia terhadap
pclaku kejahatan penyclundupan manusia masih belum memadai. Hal ini
dikarenakan masih belum adanya kesatuan pandangan antara kepolisian dan
kejaksaan dalam memproses kasus hukumnya. Di sisi lain hakim juga
mempunyai kecenderungan untuk tidak memproses secara hukum atau
memberikan jenis hukuman yang ringan kepada seorang terdakwa yang telah
mengikuti jalanya persidangan. Semua permasalahan tersebut adalah
karena tidak adanya sebuah perangkat hukum guna menjerat pelaku
kejahatan.
Kesimpulan
Permasalahan kejahatan penyelundupan
manusia di Indonesia tidak dapat dipungkiri telah mcnarik perhatian
negara sahabat dan lembaga internasional seperti IOM dan UNHCRyang
secara terus nienerus mendorong Indonesia untuk melakukan penanganan
terhadap keberadaan imigran gelap yang ada di Indonesia. Di sisi lain
dorongan juga datang dari Australia yang memang mempunyai kepentingan
untuk melindungi negaranya dari masuknya arus migran melalui Indonesia.
Saat ini Indonesia hanya melakukan
penanganan kejahatan penyelundupan manusia sebatas kemampuan yang
dimiliki,dengan terus menerus dibantu baik oleh IOM maupun Australia
sebagai pihak yang berkepentigan. Masyarakat maupun pemerintah Indonesia
belum dapat merasakan keberadaan orang-orang asing yang masuk secara
ilegal sebagai sebuah ancaman. Di sisi lain, dampak kerugian yang
teijadi atas kejahatan ini memang tidak secara langsung dapat dirasakan
oleh masyarakat ataupun pemerintah Indonesia.
Hal yang perlu diperhatikan adalah, bahwa
dunia melalui PBB, telah menetapkan kejahatan ini sebagai suatu
kejahatan transnasional yang terorganisir. Indonesia juga adalah salah
satu pihak yang ikut menyatakan hal tersebut yang ditandai dengan
pengakuan melalui sebuah undang-undang untuk berperan aktif dalam
memerangi kejahatan ini. Hasil penelitian mengemukakan:
- Indonesia tidak serius dalam menangani permasalahan kejahatan penyelundupan manusia. Hal ini terlihat dari sekian banyak imigran gelap yang masuk ke Indonesia secara ilegal, tidak sampai 10 % dari pelaku kejahatan ini yang berhasil dimajukan ke persidangan untuk diadili.
- Penegak hukum banyak yang tidak mau menangani kejahatan ini karena tidak adanya aturan yang jelas dan tidak sepahamnya penyidik, penuntut umum serta hakim dalam menentukan penyelesaian permasalahan kejahatan penyelundupan manusia ini.
- Penyidik sering mengidentikan kejahatan penyelundupan manusia ini dengan pelanggaran keimigrasian yang tidak mempunyai bobot penting dalam penegakan hukumnya. Pada kenyataannya, kejahatan ini merupakan kejahatan yang sangat keji, dimana pelaku mengambil keuntungan dari orang yang sudah susah keadaannya di sebuah negara, yang tertekan karena kondisi perang atau sosialnya, dimana mereka tidak dapat hidup lagi di negaranya. Para migran ditipu dengan janji-janji akan difasilitasi dengan baik, yang pada kenyataannya mereka harus masuk ke kapal – kapal yang kondisinya memprihatinkan, bersama dengan anak-anak mereka yang masih kecil, atau kaum renta, dan terkadang masuk kontainer tanpa pendingin, hanya untuk menyeberang ke sebuah negara, bahkan ribuan dari mereka yang menyebrang mengalami kematian karena kondisi yang memprihatinkan tersebut. Dengan kondisi ini, sangat memprihatinkan ketika Indonesia masih tetap berpikiran kalau ini hanya sebatas pelanggaran keimigrasian saja.
- Selain dari keadaan tersebut, pembiaran yang dilakukan petugas terhadap imigrasi gelap yang ada di Indonesia, membuat mereka bebas bergerak melakukan apa saja. Bukan tidak mungkin apabila suatu saat kejahatan besar datang dari orang orang yang diremehkan keberadaannya.
- Penyelundupan manusia merupakan sebuah kejahatan transnasional yang terorganisir yang diakui oleh dunia dalam bentuk konvensi dan protokol sedangkan indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan dalam menangani kejahatan yang merupakan sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan5.
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, masih memiliki keterbatasan dalam hal penanganan penyelundupan manusia, sehingga menimbulkan peluang bagi para pelaku kejahatan untuk masuk atau memasukkan warga negara asing ke wilayah Indonesia secara ilegal atau megeluarkan baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing keluar dari Indonesia secara ilegal menuju negara lain.
- Tidak adanya kesatuan pandangan untuk menangani permasalahan kejahatan penyelundupan manusia dengan munculnya beragam penafsiran oleh penegak hukum dalam menangani kejahatan penyelundupan manusia terutama dalam penggunaan undang-undang selain undang-undang keimigrasian, bila ada kejahatan lain terkait dengan kejahatan penyelundupan manusia.
- Pada umumnya penanganan kejahatan penyelundupan manusia selalu dikaitkan dengan tindak pelanggaran keimigrasian. Namun demikian, Imigrasi tidak memprioritaskan kejahatan ini karena kejahatan ini hanya dianggap sebagai pelanggaran batas wilayah. Sedangkan Polri yang sudah mengetahui bahaya dari kejahatan ini, tidak dapat berbuat banyak, karena merasa kejahatan ini adalah domain dari Imigrasi. Di sisi lain POlri yang selama ini selalu menyerahkan kejahatan khusus yang mempunyai undang undang lex spesialis kepada PPNS, membuat Polri tidak mampu memberdayakan penyidiknya untuk menangani permasalahan ini dengan undang-undang yang ada. Kerancuan kewenangan antara penyidik Polri dan PPNS dari imigrasi dalam menangani permasalahan penyelundupan manusia juga menjadi salah satu permasalahan penanganan permasalahan ini.
- Australia yang selama ini meminta Indonesia untuk pro aktif dalam melakukan penanganan terhadap kejahatan penyelundupan manusia, tidak p&rnah memberikan contoh konkret tentang bagaimana penanganan kejahatan penyelundupan manusia di negara Australia.
- Modus operandi yang terlalu umum dijelaskan kepada penegak hukum di Indonesia terkait dengan kejahatan penyelundupan manusia yang ada saat ini, membuat penegak hukum mempunyai kesulitan dalam penegakan hukum yang dilakukan.
- Ratifikasi konvensi dan protokol oleh Indonesia saat ini telah diwujudkan dalam sebuah undang-undang nomor 5 tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 15 tahun 2009. Namun demikian sampai saat ini salah satu kesepakatan untuk merevisi undang- undang yang ada atau membuat aturan perundang-undangan yang baru dalam rangka penanganan kejahatan penyelundupan manusia masih belum dilaksanakan.
- Banyaknya imigran gelap yang memanfaakan UNHCR dan IOM sebagai pelindung dari kejahatan penyelundupan manusia yang mereka lakukan serta adanya kerancuan antara pelaku dan korban dalam kejahatan penyelundupan manusia ini ditinjau dari pandangan IOM dan UNHCR.
Saran
- Kriminalisasi yang menjadi komitmen Indonesia dalam ratifikasi konvensi dan protokol PBB, merpakan langkah awal Indonesia untuk memerangi kejahatan penyelundupan manusia. Kaitannya dengan hal tersebut, agar ketika aturan perundang-undangan mengenai penanganan kejahatan penyelundupan manusia ini sudah dibuat, para penegak hukum sudah tidak asing lagi dengan permasalahan ini sebaiknya pemerintah, secara gencar mensosialisasikan mengenai kejahatan penyelundupan manusia baik kepada aparat penegak hukum maupun kepada masyarakat.
- Selain sosialisasi, maka khusus untuk penegak hukum terutama Polri dan Imigrasi, diberikan pelatihan secara mendasar mengenai penanganan kejahatan peyelundupan manusia ini. Sehingga kesadaran akan bahaya dari kejahatan ini timbul dari masing- masing individu penegak hukum, dan nantinya akan secara aktif melakukan baik pencegahan maupun penegakan hukum terhadap kejahatan ini. Harapan dari keaktifan tersebut adalah, munculnya kebutuhan akan legislasi yang jelas dalam penanaganan kejahatan penyelundupan manusia ini.
- Agar Indonesia segera mengkriminalisasi kejahatan penyelundupan manusia ini dalam suatu bentuk aturan perundang-undangan supaya tidak teijadi kekosongan hukum dan ada kepastian hukum atas kejahatan penyelundupan manusia ini.
Tindak pidana transnasional yang tcrorganisasi mcrupakan salah satu
bcntuk kcjahatan yang mcngancam kchidupan sosia , ekonomi, politik,
keamanan dan pcrdamaian dunia yang mempunyai kriteria: a. lcbih dari
satu wilayah ncgara. b. di suatu negara, tctapi pcrsiapan, perencanaan,
pcngarahan, atau pcngendalian atas kcjahatan tcrscbut dilakukan di
wilayah negara lain. c. di suatu wilayah ncgara, tctapi mclibatkan suatu
kelompok pclaku tindak pidana yang tcrorganisasi yang melakukan tindak
pidana lcbih dari satu wilayah ncgara. d. di suatu wilayah negara tctapi
akibat yang ditimbulkan atas tindak pidana tcrscbut dirasakan di ncgara
lain (Pcnyusun, Buku Petunjuk Bagi Pctugas Dalam Rangka Pcnanganan
kcgiatan Pcnyclundupan Manusia dan Tindak Pidana yang Bcrkaitan dcngan
Pcnyclundupan Manusia, Jakarta, 2009: Hal. 179,182)
[2]
Pada langgal 15 Desember 2000 Indonesia sebagai negara
anggota Pcrserikatan Bangsa Bangsa telah turut mcnandatangani United Nations Convention Against TramnasionaI Organized crime (Konvensi Pcrserikatan Bangsa-Bangsa Mcncntang Tindak pidana Transnasional yang Terorganisas) dan
Protocol against the Smuggling of Migrants by Land, Sea and Air,
Supplementing the United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (Protokol mcncntang Penyelundupan Migran melalui
darat Laut dan Udara Mekngkapi Konvcnsi Pcrscrikatan Bangsa-Bangsa
Mcncntang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi (Penyusun, Buku
Petunjuk bagi Pctugas Dalan Rangka Pcnanganan kegiatan. Penyelundupan
Manusia dan Tindak Pidana yang Berkaitan dcngan Penyelundupan Manusia,
JakartaT 2009: HaL 179,193)
[3]
Pasal 48 UU Nomor 9/ 1992 Tentang keimigrasian, “Setiap orang yang
masuk atau keluar wilayah Indoenesia tanpa melalui pemeriksaan oleh
Pejabat Imigrasi di tempat Pemeriksaan Imigrasi dipidana dengan pidana
penjara jpaling lama 3(tiga) tahun atau denda rp 15.000.000
Comments
Post a Comment