Hukuman Pencuri/Mencuri dalam Islam
Islam menanggulangi kasus pencurian dengan cara mendidik dan
membersihkan jiwa manusia dengan akhlak yang luhur, agar jangan
berkeinginan memiliki hak orang lain. di samping itu, Islam mengajak
kaum muslimin agar giat bekerja mencari penghidupan; membenci pengangguran dan mencela sifat kikir atau terlalu mengejar keduniaan.
Islam juga menjamin penghidupan orang-orang yang invalid dan kaum fakir
miskin dari harta orang-orang kaya di antara kaum muslimin. Kemudian,
uang tersebut dikelola oleh pemerintah untuk diteruskan kepada yang
berhak. Harta tersebut dinamakan harta zakat. Dengan demikian, maka
Islam telah mencanangkan suatu sistem yang mampu menjamin kesejahteraan
sosial bagi individu dan
masyarakat. Setelah itu, kiranya tidak perlu seseorang melanggar hak-hak
orang lain. dan barang siapa yang masih tetap membangkang dan tidak mau
menuruti peraturan ini, atau masih mau mencuri, maka patut ia mendapat
hukuman yang setimpal.
Berikut ini penjelasan Allah mengenai hukuman pencuri :
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) balasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Penyayang”. (QS. 5 : 38).
Kejahatan mencuri takkan dapat dipunahkan kecuali menerapkan syariat
Islam, yaitu memotong tangan pelakunya. Apabila meninjau keadaan
masyarakat kita sekarang, maka akan terlihat berbagai macam kasus
pencurian yang sebagian besar telah sampai ke tangan kehakiman untuk
diusut perkaranya. Tentu saja hal ini akan memakan waktu yang banyak
bagi para hakim, sehingga mereka tidak sempat menangani kasus-kasus
lainnya. Dan jika sempat menangani, terpaksa harus menunggu beberapa
tahun lamanya.
Sesudah itu, siapakah yang bertanggungjawab terhadap masalah ini? Tentu
saja yang bertanggungjawab adalah undang-undang itu sendiri. Seorang
pencuri berani melakukan pencurian, karena dirinya merasa tenang. Paling
berat, apabila ia tertangkap polisi, ia hanya akan dihukum beberapa
bulan atau beberapa tahun. Dan masa yang ia habiskan dalam penjara
terlalu sedikit dibandingkan dengan hasil yang diperolehnya. Hasil yang
diperolehnya akan bisa menjamin penghidupannya sampai ia mati. Apabila ia keluar dari penjara, terkadang hasil pencuriannya itu bisa membuatnya kaya mendadak.
Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa kebanyakan pencuri apabila kembali
kepada masyarakat setelah menjalani hukumannya, mereka melakukan
pencurian lagi. Sehingga keamanan masyarakat tetap terganggu. Sekarang,
para pembaca kami akan ajak untuk membaca kutipan yang kami ambil dari harian ‘An-Nahar’ tertanggal 2-5-1974 :
“Polisi keamanan, kemarin telah menangkap seorang buronan bernama … umur
39 tahun. Setelah ditangkap ia mengaku telah melakukan pencurian
sebanyak tujuh belas kali dengan cara menerobos dan mencongkel. Pencurian itu dilakukan di rumah
penduduk di kota Beirut dan sekitarnya. Jumlah barang yang berhasil
diambil diperkirakan lebih dari 300.000 lire Libanon. Berupa perhiasan, televisi dan barang-barang elektronik lainnya. Hasil penjualan barang curian tersebut ia belanjakan untuk bermain judi,
melacur dan berfoya-foya. Setelah diadakan penyelidikan terhadap
terdakwa, ternyata ia baru saja sebulan keluar dari penjara; ia termasuk
salah seorang residivist”.
Kisah-kisah semacam ini selalu dimuat oleh beberapa harian, karena tiap hari selalu terjadi peristiwa pencurian.
Pelaksanaan hukum potong tangan akan membuat para pencuri menjadi jera,
dan mereka tidak akan mau lagi melakukan pekerjaan mencuri mengingat
hukuman yang amat keras itu. Dengan demikian, masyarakat akan merasa
aman dari gangguan mereka. Sedang di negara-negara lain yang tidak
menerapkan hukuman ini, kejahatan mencuri masih tetap mengganggu
kestabilan keamanan mereka.
Apalagi, para pencuri sekarang sudah memiliki komplotan-komplotan yang
berakibat mengancam keamanan. Undang-undang buatan manusia sekarang
tidak sanggup lagi mengatasi pencurian yang telah tersebar di mana-mana.
Nah, sekarang marilah kita mencoba menerpakan syari’at Islam, karena
hanya syariat Islam yang dapat menangkal dan membasmi penyakit yang saat
ini melanda masyarakat di zaman modern ini.
Ada beberapa negara Islam yang telah menetapkan undang-undang ini, dan
ternyata hasilnya amatlah memuaskan. Segala bentuk kejahatan telah
terbasmi sampai ke akar-akarnya.
Dalam menerapkan hukuman bagi para pencuri, Islam memandang para pelaku
sebagai terpidana. Siapa saja yang terbukti melakukan pencurian, maka
tangannya harus dipotong tanpa mempedulikan derajat pencuri tersebut.
Berikut ini kami kemukakan sebuah kasus pencurian di zaman Rasulullah
SAW, yang dapat dijadikan teladan bagi kita semua :
روي انه فى زمن النبي صلى الله عليه
وسلم اتهمت امرأة من نبي مخزوم بالسرقة فلما ثبتت عليها الجريمة امر النبي
بقطع يدها. وقد فزع بنو مخزوم لهذا العار الذى سينالهم من تطبيق حكم السرقة
على امرأة من اشرافهم, فقصدوا أسامة بن زيد الذى كان مقربا من النبي صلى
الله عليه وسلم ليشفع لهم بشأن هذه المرأة فلكم النبي فى العفو عنها, فكان
جواب النبي : (اتشفع فى حد من حدود الله) ثم دعا المسلمين وخطبهم قائلا :
(أيها الناس إنما أهلك من كان قبلكم انهم كانوا يقيمون الحد على الوضيع
ويتركون الشريف, والذي نفسى بيده لو ان فاطمة (اي بنت النبي) فعلت ذلك
لقطعت يدها (رواه البخارى
“Diceritakan bahwa di zaman Nabi SAW, seorang wanita dari Bani Makhzum
dituduh mencuri. Ketika terbukti bahwa ia telah melakukan pencurian,
Rasulullah SAW memerintahkan agar ia segera dihukum potong tangan.
Orang-orang Bani Makhzum terkejut mendengar berita memalukan yang akan
menimpa salah seorang wanita keturunan terhormat mereka karena pasti
akan dipotong tangannya. Lalu mereka menghubungi sahabat Utsamah ibnu
Zaid yang menjadi kesayangan Nabi, agar ia mau memintakan grasi dari
Rasulullah terhadap wanita kabilahnya. Kemudian Utsamah memohon grasi
untuk wanita tersebut, dan ternyata jawaban beliau : “Apakah kamu
meminta grasi terhadap salah satu hukuman had Allah?”. Kemudian Nabi
memanggil semua kaum muslimin lalu beliau berpidato : “Wahai umat
manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah hancur, karena
mereka menerapkan hukuman had terhadap orang yang lemah, sedangkan yang
mulia, mereka biarkan saja. Demi Dzat yang diriku berada dalam
kekuasaan-Nya, seandainya Fathimah (anak Nabi) mencuri, maka pasti akan
kupotong tangannya”( Hadits riwayat Bukhari).
Dalam menerapkan hukuman mencuri, Islam telah mengatur terlaksananya
hukuman tersebut. Beberapa syarat berikut ini sebagai ganti cara
hati-hati dan adil :
- Barang yang dicuri adalah berharga. Sedangkan kadar barang yang dicuri tersebut, pada zaman Nabi diperkirakan seperempat dinar atau lebih. Ada suatu hadits yang mengatakan :
تقطع اليد فى ربع دينار فصاعدا
“Tangan harus dipotong karena mencuri seperempat dinar dan selebihnya”.
- Barang yang dicuri tersebut tersimpan pada tempatnya. Adapun barang yang hilang atau tertinggal di jalan umum tanpa ada yang menjaga, dalam hal ini tidak dilakukan hukuman potong tangan. Dan buah yang masih menempel di pohon tanpa ada tembok yang mengitarinya atau binatang ternak yang dilepaskan tanpa penggembala, dalam keadaan seperti ini hukuman potong tangan tidak diberlakukan. Tetapi sebagai penggantinya ialah hukuman ta’zir (penjara), di samping harus mengembalikan barang yang dicuri dan membayar harga barang yang dicuri. Demikian pula dengan pencurian yang dilakukan menggunakan mulut, atau dengan kata lain, dimakan ketika mencuri, seperti mencuri buah-buahan di pohon, namun ia tidak membawanya. Barang siapa membawa buah-buahan tersebut selain dari apa yang telah dimakannya, maka ia harus membayar dua kali lipat harga yang dicuri beserta hukuman ta’zir.
- Bagi yang mempunyai barang diperbolehkan memberi maaf kepada pencuri setelah ia menangkapnya, dengan syarat kasusnya belum sampai ke tangan hakim. Tetapi apabila kasusnya sudah sampai ke tangan hakim maka tiada maaf bagi pencuri.
- Tidak boleh dilaksanakan hukuman mencuri baik berupa had, atau ta’zir atau dendaan, apabila yang melakukan pencurian terdorong oleh lapar. Karena khalifah Umar RA tidak melaksanakan hukuman had terhadap para pencuri di kala negara sedang dilanda kelaparan.
Adapun mengenai pencurian besar-besaran, seperti melakukan pendorongan
di rumah atau di gudang dan di jalan, serta merampas uang,
barang-barang, kendaraan dengan cara paksa dan kekerasan sehingga korban
tidak sempat meminta tolong, maka hal ini termasuk dalam bab hirabah
(menimbulkan kerusakan). Hukumannya berbeda dengan hukuman mencuri
biasa, dan hukuman yang diterimanya lebih berat. Perbuatan seperti ini
amat membahayakan keamanan masyarakat. Hal ini akan kami terangkan
secara terperinci dalam bab berikut ini. (http://islamiwiki.blogspot.com)
Comments
Post a Comment