Ingin Cegah Kasus KDRT? Ini Caranya ...
Muhammad Thontowi tengah mengisi materi dalam peltihan advokasi untuk penghapusan kekerasann terhadap perempuan dan anak di Joglo Samiaji, Wonosari, Rabu (24/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)
Manajer Divisi Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi Rifka Annisa Muhammad Thontowi mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan di DIY masih mengkhawatirkan. Pada 2014 (Januari-Agustus) tercatat sudah ada 101 kasus kekerasan terhadap perempuan di DIY.
“Angkanya mengkhawatirkan. Khususnya Gunungkidul, kami mencatat sepanjang 2009-2013 ada 51 kasus perkosaan dan 15 kasus pelecehan seksual. Tidak sedikit diantara korbannya masih berstatus remaja atau pelajar,” ujar dia kepada Harianjogja.com ketika ditemui di sela-sela pelatihan di Joglo Samiaji, Wonosari, Gunungkidul, Rabu (24/9/2014).
Melalui kegiatan ini, lanjut Thontowi, Rifka Annisa mengajak peran aktif laki-laki untuk melindungi perempuan. Ia mengatakan melalui pelatihan tersebut, warga diajak untuk memahami kebijakan publik yang menyangkut perlindungan terhadap wanita dan anak.
“Output yang kami inginkan yakni kesadaran dari peserta bahwa pekerjaan rumah tangga tidak hanya tanggung jawab perempuan. Laki-laki juga memiliki peran di sana,” ujar dia.
Menurut dia rumah tangga merupakan milik bersama di mana suami dan istri harus bekerja sama. Thontowi mengatakan, keharmonisan dalam rumah tangga bisa mendorong turunnya angka kekerasan terhadap perempuan.
“Kami mengundang 20 orang dari beberapa kecamatan seperti Playen, Semin, Wonosari, dan Nglipar,” ujar dia.
Ia berharap peserta pelatihan bisa memberikan pendampingan kepada warga dan sensitif terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan di daerah mereka. Dalam pelatihan tersebut, peserta diajari untuk memahami advokasi kebijakan. Mulai dari pengertian hingga bagaimana menyusun rencana untuk melakukan advokasi kebijakan.
“Tapi, terlebih dahulu, kami kenalkan mereka dengan analisa sosial dengan mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman di sekitar mereka. Tujuannya, agar mereka mampu mencari solusi yang tepat,” ujar dia.
Salah satu peserta dari SOS Children’s Village Dede Apriyanto mengatakan, pelatihan yang diberikan sangat bermanfaat. Pasalnya, selama ini belum banyak lembaga di desa yang bergerak degan melakukan analisis SWOT terlebih dahulu.
“Ketika bisa menganalisa kondisi sosial di daerah mereka, maka mereka bisa mengambil langkah yang tepat,” ujar dia.
Dede menambahkan, karang taruna bisa menerapkan hal tersebut. Ia juga berharap, karang taruna dapat memasukkan kegiatan untuk perlindungan perempuan dan anak dalam program mereka.
“Karang taruna bisa mengajukannya dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa [Musrenbangdes],” ucap dia. (www.solopos.com)
Comments
Post a Comment