Bayar jaksa jutaan rupiah, pencuri motor di Bogor divonis ringan


Bayar jaksa jutaan rupiah, pencuri motor di Bogor divonis ringan
Ilustrasi pelaku pencurian. ©2012 Merdeka.com/Imam Buhori


Gelar perkara atau ekspose kasus pencurian kendaraan motor di Polres Bogor ternyata mengungkap fakta bobroknya sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Dua dari sembilan tersangka yang ditangkap mengaku dalam persidangan yang pernah dijalani hanya dihukum ringan karena membayar jaksa jutaan rupiah.

Dua residivis tersebut RL (22) dan TW (32) ditangkap bersama tujuh orang tersangka pelaku kejahatan jalanan oleh Polres Bogor Kota, di Mapolres Kedung Halang, Kamis (9/1). Keduanya mengaku mendapat hukuman ringan setelah membayar sejumlah uang kepada jaksa penuntut umum.

Terungkapnya kasus suap kepada anggota jaksa ini dari penuturan RL dan TW kepada penyidik. Berawal dari kecurigaan penyidik terhadap dua tersangka ini, karena sebelumnya pernah diproses hukum untuk kasus pencurian kendaraan bermotor dan pencurian dengan kekerasan.

RL mengaku, pada tahun 2013 dia ditangkap mencuri sepeda motor di Jalan Dadali, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Dalam persidangan RL dituntut 15 bulan penjara. "Saya terancam hukuman 1,3 tahun, tapi karena ibu saya membayar jaksa Astuti Rp 5 juta, maka saya hanya divonis enam bulan. Masuk bulan Maret, keluar Agustus," ujar RL kepada wartawan, Kamis (9/1) di Bogor seperti dilansir Antara.

RL mengaku saat itu ia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bogor dengan Jaksa yang namanya dia sebut Astuti. Uang untuk membayar jaksa tersebut dibayarkan oleh ibu RL senilai Rp 5 juta. Bukannya tobat, setelah bebas RL kembali melakukan aksinya.

Hal serupa juga diakui oleh tersangka TW (32), pelaku pencurian dengan kekerasan tersebut terlibat kejahatan pada tahun 2010 di wilayah hukum Polres Bogor.

Menurut pengakuan TW, dia membayar sebesar Rp 8 juta kepada jaksa penuntut umum yang namanya dia sebut jaksa Berta di Pengadilan Negeri Cibinong. TW juga dituntut 1,3 tahun penjara setelah membayar sejumlah uang kepada jaksa yang menangani kasusnya. Ketika divonis dia hanya dijatuhi hukuman delapan bulan penjara.

"Yang bayar bos saya kepada Bu Berta (jaksa) Rp 8 juta, saya dituntut ringan. Kasus saya waktu itu mencuri perhiasan," ujarnya. TW mengaku bosnya bernama Heri yang saat ini sedang dalam pengejaran aparat kepolisian.

Tersangka TW juga mengaku, dia sering mendengar kalau ingin mendapat hukuman ringan bisa membayar kepada jaksa.

Sementara itu, Kapolres Bogor AKBP Bahtiar Ujang Purnama menyampaikan, para residivis sebelumnya tidak mendapatkan hukuman yang maksimal sehingga mereka kembali mengulangi kejahatannya. "Kami berharap jaksa penuntut umum bisa memberikan hukuman yang seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera kepada para pelaku," ujarnya.

RL dan TW serta tujuh tersangka lainnya dijerat pasal 363 dan 365 KUHP dengan hukuman kurungan penjara maksimal lima tahun penjara.

Saat dikonfirmasi ke Kejaksaan Negeri Bogor terkait adanya jaksa yang menerima uang dari terdakwa untuk meringankan tuntutan, Kepala Kejaksaan Negeri Yudhi Sutoto menyatakan akan mengusut kabar tersebut.

Sebelumnya, pihak Kejari mencoba mencari berkas perkara atas nama tersangka yang mengakui adanya praktik penyuapan anggota kejaksaan tersebut. "Kami sudah melakukan konfirmasi dan memeriksa berkas yang ada, apakah berkas atas nama tersangka RL itu ada atau tidak kami belum menemukan," ujar Kajari.

Kajari menyatakan, di Kejari Bogor tidak ada jaksa yang bernama Astuti. Tapi yang ada bernama Sri Astuti. "Kalau Astuti tidak ada, adanya jaksa Sri Astuti," ujar Kajari.

Kajari yang didampingi Kasi Pidum Sudardi mengatakan belum bisa mengonfirmasi secara lengkap kepada jaksa Sri Astuti karena pada saat itu sedang mengikuti persidangan di PN Bogor. "Kami akan melakukan klarifikasi terhadap jaksa tersebut. Saat ini jaksa yang dimaksud sedang bersidang, sementara dalam pengakuan singkatnya tidak pernah menangani kasus curanmor atas nama tersangka RL tersebut," ujar Yudhi. (www.merdeka.com)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian