Tumpas Cybercrime, Aturan Harus Ikut Perkembangan Teknologi

Internet tak dipungkiri lagi menjadi salah satu sumber yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan penggunanya. Meski begitu, sejumlah pengguna lainnya justru memanfaatkannya untuk melakukan tindak kejahatan siber (cybercrime).

Meski para pelaku cybercrime di Tanah Air belum melakukan aksi yang cukup serius, namun salah satu anggota Pemeriksa Barang Bukti Digital Cyber Crime Investigation Center (CCIC) Mabes Polri Grawas Sugiharto mengaku, menumpas kejahatan siber di Indonesia lebih sulit daripada luar negeri.

"Di sini kita tidak memiliki nomor identitas penduduk, belum lagi peredaran kartu SIM yang tidak bisa dikontrol. Beda dengan Singapura misalnya yang lebih mudah untuk melacak identitas pengguna, jadi kalau ada tindak kejahatan siber lebih gampang memrosesnya," terangnya di sela-sela Konferensi Pers 'Piracy & Malware Study Southeast Asia Press Conference' di Jakarta, Rabu (27/2/2013).

Lebih lanjut ia menerangkan, aksi jahil yang dilancarkan para pelaku kejahatan siber masih sekadar coba-coba. Hingga kini, belum ada temuan peretas (hacker) yang mampu membuat tools sendiri untuk melancarkan aksinya.

"Mereka masih pakai aplikasi yang umum, belum ada saat ini yang mampu membuat tools sendiri" katanya.

Dalam paparannya, Grawas mengungkapkan, Mabes Polri telah menerima 320 barang bukti digital  tahun lalu. Bila dalam satu kasus minimal terdapat dua barang bukti, maka pada 2012 setidaknya terjadi 175 kasus yang masuk ke Divisi Cybercrime Mabes Polri. "Semuanya bukan kasus hacking saja, ada juga penipuan sms dan tidak kejahatan yang menggunakan perangkat digital," katanya.

Sementara itu, Grawas juga mengungkap bahwa Divisi Cybercrime Mabes Polri bisa dibilang lebih unggul ketimbang divisi yang sama di negara yang berada di Asia Pasifik. Bahkan katanya, kepolisian Australia mengakui laboratorium cybercrime Mabes Polri lebih bagus.
"Sejauh ini 90 persen kasus yang masuk ke kami telah diproses, pelaku yang sudah ditahan dan P21 juga banyak," ungkapnya.

Sementara itu, Grawas menjelaskan bahwa upaya penegakan hukum di dunia siber akan meningkat ke depannya. "Dulu orang menipu 'mama minta pulsa' pakai SMS, namun ke depan bisa lewat BlackBerry Messenger (BBM), WhatsApp dan masih banyak lagi. Kami berharap aturan dan UU ITE juga melihat terhadap perkembangan teknologi ini," tukasnya.


Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian

Kisah Seorang Preman Kupang (1)