Saatnya Dibentuk BPJS Kematian



Hidup di Jakarta itu mahal. Ironisnya, mati di Jakarta pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dari urusan memandikan sampai penguburan jenazah bisa memakan ongkos jutaan rupiah. Bagaimana nasib si miskin yang menghadapi kematian?

Sore di akhir tahun 2011 itu, Titi (40), tengah menziarahi makam almarhum suaminya yang berada di bagian selatan Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Usai ziarah, ia sedikit bercerita tentang betapa mahalnya biaya memakamkan di Jakarta. Seperti harga kavling pada umumnya, ‘harga’ kavling makam pun tergantung letak atau lokasi. Semakin strategis (dekat dengan jalan atau mudah dijangkau) maka harga semakin tinggi. Berada pada kisaran jutaan rupiah, Rp1,5 juta sampai Rp5 juta per kavling.

“Tahun 1970-an, kavling di sini masih murah dan tidak semahal sekarang. Tahun 2000, ketika ayah saya meninggal, kavling AA I yang termasuk kavling elit sudah bernilai Rp1,5 juta. Terakhir, tahun 2006 saat adik saya meninggal, ongkosnya naik menjadi Rp 5 juta,” ujar Titi saat ditemui Okezone di TPU Tanah Kusir beberapa waktu lalu sebagaimana.

"Kalau suami saya karena letaknya di Tanah Kusir bagian selatan, di seberang, jadi lumayan murah cuma Rp1,5 juta. Itu setahun yang lalu," Titi menambahkan. Untuk perpanjangan masa sewa, ujarnya, dirinya harus merogoh kocek kembali sebesar Rp120 ribu untuk satu makam. Itu baru biaya sewa kapling liang lahat. 

Titi tidak sekadar mengumbar cerita asal cerita. Ahmad (30), warga asal Bekasi, Jawa Barat, punya cerita senada. Dia harus merogoh kocek hingga Rp6 juta saat salah satu anggota keluarganya meninggal dunia dan harus dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat. “Petugas mematok harga hingga Rp6 juta. Kecuali kalau kuburannya ditumpuk harganya bisa turun, menjadi Rp3 juta,” ucapnya.

Biaya akan semakin besar lagi bila diperhitungkan dengan ongkos memandikan sampai jenazah siap dikubur dan biaya sewa ambulan. Secara total, biasa dapat mencapai sekitar Rp5 juta sampai Rp6 juta.

Harga sewa awal kapling kuburan memang cukup bervariasi. Sekadar contoh di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Di sini kuburannya terbagi menjadi enam kelas. Yang paling mahal adalah kelas A1. Harganya mencapi Rp3 juta per kapling. Orang sekitar menyebutnya klas eksekutif, karena aksesnya paling dekat dengan jalan raya dan pintu gerbang makam.
Kemudian kelas AA1 dengan harga sewas ekitar Rp2,5 juta sampai Rp2,8 juta. Lokasinya agak ke dalam. Lalu kelas B1, harganya Rp2 juta. Lantas kelas BB1 dengan harga sewa sekitar 1,5juta. Kelas C1 dibanderol harga Rp1 juta sampai Rp1,2juta. Dan yang paling murah adalah kelas CC1 dengan harga sewa Rp700 ribu, terletak paling ujung atau hampir 1 kilometer dari pintu makam.

Harga-harga tersebut untuk sewa per tiga tahun, dengan catatan jika tak diperpanjang atau tak dibayar sewanya lagi, kemungkinan besar kuburan itu akan diratakan dengan tanah atau bisa disewakan ke orang lain. Selain mendapat hak sewa selama tiga tahun, pihak keluarga yang telah membayar sejumlah uang sesuai kelas yang dipilih, juga mendapat jasa orang yang menggali kubur plus selembar surat izin yang dikeluarkan kelurahan setempat.

Begitulah kenyataan harga sewa kapling makam di TPU-TPU di wilayah DKI Jakarta. Sebenarnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mematok harga sewa (istilah resminya retribusi) semahal itu. Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Catharina Soeryowati menjelaskan bahwa biaya pemakaman di DKI Jakarta tidak lebih dari Rp100 ribu.

Menurut dia, biaya tersebut untuk retribusi lahan, sedangkan untuk penggalian dan penutupan tidak dikenakan biaya. "Saya sampaikan ke warga masyarakat, jangan mau bayar biaya pemakaman hingga jutaan rupiah. Pemakaman itu sebetulnya hanya membayar biaya retribusi," ujar Catharina.

Catharina menerangkan, untuk kelas paling bagus, kelas 1 biayanya Rp100 ribu, untuk kelas 2 Rp80 ribu, dan kelas 3 Rp60 ribu. Kemudian bagi warga miskin, tidak dikenakan biaya. "Jadi, biaya paling besar untuk pemakaman yang dibayar ke pemerintah tidak lebih dari Rp100 ribu. Itu untuk retribusi lahan. Sedangkan untuk gali tutup biayanya gratis," jelasnya.
Catharina menegaskan, biaya pemakaman yang mencapai jutaan rupiah itu dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung-jawab. Menurutnya, oknum tersebut menawarkan fasilitas plakat (nisan), rumput dan sewa tenda, sehingga dikenakan biaya yang tinggi. "Pemerintah tidak menyediakan fasilitas seperti itu, kalau mau silahkan cari di luar," lanjutnya.

Di daerah perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya, memang, meninggal dunia sungguh mahal ongkosnya. Apakah kita akan menyuruh anak-anak kita yang membayar? Apakah kita akan menempuh cara lain dengan menyiapkan dananya sejak sekarang, misalnya melalui jaminan sosial kematian dan asuransi jiwa.  

Kalau kita bekerja sebagai karyawan swasta bisa saja mempersiapkan diri dengan mengikuti program Jaminan Kematian (JK) yang diselenggarakan oleh PT Jamsostek. Program JK dari Jamsostek memberikan manfaat kepada keluarga (ahli waris) tenaga kerja berupa: santunan Kematiansebesar Rp10 juta, biaya pemakamansebesar Rp2 juta, dan santunan berkala senilai Rp200 ribu per bulan (selama 24 bulan). Santunan sebesar itu jelas cukup untuk membiayai prosesi pengurusan jenazah sampai pemakaman di TPU.

Bagi mereka yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Polri dan TNI telah mempersiapkan diri karena setelah diangkat, secara otomatis, mereka menjadi peserta program THT melalui PT Taspen dan PT Asabri. Program THT merupakan suatu program asuransi yang terdiri dari Asuransi Dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan asuransi kematian. Program ini memberikan jaminan keuangan bagi peserta pada waktu mencapai usia pensiun ataupun bagi ahli warisnya pada waktu peserta meninggal dunia.   

Secara agak rinci, UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengatur soal jaminan kematian: Jaminan Kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial; Jaminan Kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia; Peserta Jaminan Kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran; Manfaat Jaminan Kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu; Iuran Jaminan Kematian ditanggung oleh pemberi kerja; Besarnya iuran Jaminan Kematian bagi peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan; dan Besarnya iuran Jaminan Kematian bagi  peserta bukan penerima upah ditentukan berdasarkan jumlah nominal tertentu dibayar oleh peserta.

Kita belum mempunyai badan khusus penyelengara program jaminan kematian sebagaimana diamanatkan oleh UU SJSN. Yang banyak muncul adalah perusahaan asuransi jiwa dan sejenisnya yang meng-cover klaim santunan kematian kepada ahli waris saat peserta meninggal dunia. Selain perusahaan-perusahaan asuransi jiwa yang cukup berkembang pesat, banyak pula yayasan dan lembaga keagamaan yang berusaha memberikan semacam santunan kepada para ahli waris peserta dan pengurusan jenazah sampai penguburan. Kita mengenal antara lain Yayasan Bunga Kamboja (Jakarta), Yayasan Palang Hitam (milik komunitas Kristen), dan Yayasan Farkila (Bekasi). Yayasan atau lembaga tersebut pun menerapkan iuran kepada para pesertanya.

Ketua Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (PPDMI) HM Natsir Zubaidi menandaskan bahwa yayasan keagamaan –terutama yang berkaitan dengan pengelolaan masjid—sudah saat peduli pada manajemen pengurusan jenazah sampai pemakaman. Melalui masjid, ujarnya saat memberikan kata pembuka seminar “Merumuskan dan Deklarasi Jaminan Sosial Kematian dan Deklarasi Unit Pelayanan Jenazah Masjid” di Jakarta belum lama ini, kita harus siap membantu meringankan beban umat yang tengah dirundung duka kematian anggota keluarga. “Pengurus masjid harus kreatif membuat terobosan agar umat tidak kesulitan dalam pengurusan jenazah sampai penguburan, termasuk di antaranya bagaimana menjalin kerjasama dengan badan penyelenggara jaminan kematian, kalau memang belum sanggup menyelenggarakan sendiri,” ujarnya.

Dalam konsep Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), jelas Ketua Umum Komunitas Jamsosnas Indonesia (KJI) Achmad Subianto pada kesempatan yang sama, kita mengenal BPJS Warganegara, BPJS Profesi dan BPJS Penunjang. “BPJS Kematian merupakan BPJS Penunjang. Untuk BPJS Penunjang ini kita telah memiliki Bapertarum yang bisa dikonversi ke BP Jamsosrum, Jasa Raharja yang dapat dikonversi ke BP Jamsoslin, dan Askes yang ditransformasi ke BPJS Kesehatan,” papar Achmad Subianto.

Dengan adanya BPJS Kematian, katanya lebih lanjut, warga masyarakat miskin tak perlu direpotkan oleh urusan-urusan dalam prosesi pengurusan jenazah sampai penguburan. “Nantinya BPJS Kematian ini bisa saja bekerja sama dengan badan-badan yang selama ini telah aktif mengelola proses pengurusan jenazah sampai penguburan. Yang penting ada badan yang bertugas mengelola dana jaminan kematian ini,” ujarnya.

Untuk itulah, selaku Ketua Umum KJI, Achmad Subianto memperlopori deklarasi pembentukan task force BPJS Kematian dan Unit Pelayanan Jenazah Masjid pada 28 Maret 2012 di Masjid Istiqlal, Jakarta. “Kematian ini bukan masalah sederhana, kita harus persiapkan pengelolaannya secara baik lewat BPJS Kematian. Bagi mereka yang punya uang mungkin tidak menghadapi persoalan. Tapi, bagi orang miskin, biaya perawatan jenazah sampai penguburan yang mencapai Rp6,3 juta tentu masalah besar,” kata Subianto.
Ketua Badan Pengelola Masjid Istiqlal Drs. H. Mubarok mengingatkan bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti datang. Namun, katanya, orang kerap lupa memikirkan kebutuhan yang satu ini. “Banyak kasus, jenazah sudah dibawa dan siap dimasukkan ke liang lahat, tiba-tiba ditolak oleh warga yang merasa punya tanah. Hal ini bisa dihindari kalau kita serius mengelola lembaga yang memang melayani umat yang tengah menghadapi musibah kematian anggota keluarganya,” ucap Mubarok.

Sudah saatnya kita membangun dan membentuk BPJS Kematian agar ada jaminan buat ahli waris mereka yang meninggal dunia tidak lagi dipusingkan oleh biaya pengurusan jenazah sampai pemakaman yang memakan jutaan rupiah.   

(Sumber: Majalah Jaminan Sosial edisi nomor 04/Juni-Juli 2012)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian