Playing Victim


Kamu tahu ‘playing victim’?
Playing victim adalah bersikap seolah-olah dirinya adalah orang paling menderita sedunia. Saya menyebut orang yang memiliki sikap seperti ini sebagai ‘playing victim player’.
Saya tahu, sebagian orang terutama perempuan suka sekali ‘playing victim’. Bertemu teman, yang dibicarakan hanya betapa sengsaranya ia, betapa jahat bosnya, betapa repot kerjaannya, betapa rewel pasangannya, bla bla bla.
Parahnya lagi, kalau temannya juga setipe dengannya. Setelah mendengarkan curhat temannya itu, ia justru berkata, “Ah, kamu sih mending. Bosku/pasanganku/kerjaanku lebih parah dari itu”. Kemudian, ia ikutan ngeluh tentang hidupnya plus ditambahi efek-efek dramatis agar kedengarannya hidupnya jauh lebih menderita dari temannya itu.
Sakit, ih. Tapi yah, begitulah perempuan. *ditimpuk wanita sejagad raya* haha… ralat… ralat… semua orang bisa terjangkit penyakit ini, kok.
Terus, gimana kalau teman satunya lagi tidak suka permainan yang sama? Saat ia bertemu seorang teman, lalu temannya  mulai mengeluh. Ia mendengarkannya dengan seksama, menganalisisnya, lalu berusaha mencarikan jalan keluar. Tapi, temannya si ‘playing victim’ player gak terima gitu aja saran itu. Ia berkelit dengan seribu satu macam alasan. Terus-menerus berdalih kalau semua saran itu gak bisa diterapkan (padahal, dicoba aja belum). Si pemberi saran lama-kelamaan capek juga, kan?
Eh tapi, bisa aja sih kalau orang yang kita kira ‘playing victim’ player itu cuma pingin curhat. Biar semua uneg-unegnya keluar.
Nah, biar gak bingung bedainnya, yang mana curhat beneran sama playing victim, coba lihat kriteria ‘playing victim’ player di bawah ini (kriteria berdasarkan analisis suka-suka saya saja) *ditoyor*:
  • Seorang ‘playing victim’ player gak pernah ngerasa ada yang salah dengan dirinya. Semua hal buruk yang terjadi pada dirinya adalah berasal dari pihak luar a.k.a orang lain atau keadaan. Jadi, kalau diberi saran untuk merubah sikapnya, ia akan langsung merasa gondok dan merasa kalau orang-orang tidak mengerti perasaannya.
  • Selalu mengeluhkan hal yang sama dalam waktu lama. Keluhan pun terus-menerus disampaikan tanpa ada bosannya. Ia tidak peduli walau orang lain sudah bosan mendengar keluhannya yang diulang-ulang itu. Ia merasa kalau orang lain wajib mendengarkan dan mengasihaninya.
  • Walau kelihatannya menderita, tapi sebenarnya ia menikmati kondisinya itu. Iya, playing victim player itu sebenarnya sedang sakit. Ia menikmati perhatian orang-orang yang mengasihaninya. Malahan, justru inilah yang ia cari sebenarnya. Ia butuh perhatian.
Jadi, kalau bertemu orang macam ini, mungkin seharusnya kita justru kasihan padanya, ya. Segitunya cuma buat cari perhatian dari orang lain. Ia meletakkan kebahagiaannya justru di atas penderitaannya sendiri. Kasihan, kan?
Terus, kalau ada teman yang menolak saran kita saat sedang curhat, apa bisa dikategorikan sebagai playing victim player?
Jawabannya: belum tentu!
Kalau keluhan itu baru pertama kalinya terlontar, apalagi dia bukan jenis orang yang suka mengeluh, maka dia belumlah menjadi playing victim player. Mungkin saja kita yang kurang mendengarkannya sehingga salah mengerti situasinya. Kalau salah paham tentang situasinya, tentu analisis kita tidak tepat, kan. Jadi, saran yang diberikan pun tidak mengena.
Bisa jadi juga ia sudah menerapkan saran itu dan tidak berhasil. Karena itulah ia menolaknya.
Ia menolaknya sebagai tindakan defensif. Gak semua orang tahan untuk dikritik bahkan kritik yang paling halus sekali pun. Ia akan bertindak membela dirinya dengan bersikap seolah-olah menolak semua saran kita. Tapi, biasanya setelah kita berlalu, barulah ia mulai merenungkan saran-saran yang tadi kita berikan. Jadi, jangan bosan mendengarkan dan ngasih saran orang seperti ini. Ia mendengarkan kita, kok.
Aduh, tapi saya masih bingung gimana kalau ketemu orang yang beneran playing victim player. Enaknya diapain, ya? Didengerin, gak tahan. Ditinggal gitu aja pas dia lagi nyerocos, gak sopan. Ada ide? (sumber: https://mirnarizka.wordpress.com/2011/02/25/playing-victim/)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian