STUDI KASUS PEMBUNUHAN DAN PELECEHAN SEKSUAL ANAK DI SAMARINDA




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembunuhan dan Pelecehan seksual anak bukan lagi hal baru yang terjadi di Indonesia. Sudah banyak kasus-kasus yang terungkap mengenai pembuhuhan ataupun pelecehan seksual. Setiap tahunnya dua kasus ini terus meningkat, apalagi kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang kini marak terjadi, sangat membuat resah masyarakat Indonesia.
Kasus pembunuhan dan pelecehan dapat terjadi tanpa kita sadari, jika kita tidak mewaspadai diri. Di Indonesia yang merupakan negara yang mempunyai penduduk yang banyak serta pengangguran yang tak terkira. Itulah Indonesia dengan segala macam rupa masalah yang ada di dalam nya terutama masalah yang terjadi pada kehidupan masyarakatnya baik dari perilaku sampai kehidupan seksual nya. Kita harus mengetahui mulai dari apa penyebab seseorang melakukan hal menyimpang tersebut hingga sampa dampak apa yang terjadi jika seseorang terlibat dalam kasus penyimpangan seksual. Tetapi makalah ini saya tidak hanya untuk menganalisis kasus yang terjadi di samarinda, tetapi juga untuk memberikan informasi mengenai dampak dan upaya yang dapat kita lakukan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang menyebabkan terjadinya kasus pembunuhan dan pelecehan seksual di samarinda?
2.      Bagaimana hukuman yang didapatkan oleh pelaku dalam kasus pembunuhan dan pelecehan seksual di samarinda?
3.      Apa saja dampak yang dapat terjadi akibat pelecehan seksual pada anak?
4.      Bagaimana upaya untuk melindungi anak dari pelecehan seksual?



C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus pembunuhan dan pelecehan seksual di samarinda?
2.      Untuk mengetahui hukuman yang didapatkan oleh pelaku dalam kasus pembunuhan dan pelecehan seksual di samarinda?
3.      Untuk mengetahui dampak yang dapat terjadi akibat pelecehan seksual pada anak?
4.      Untuk mengetahui upaya untuk melindungi anak dari pelecehan seksual?

D.    Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah studi kasus ini adalah agar kita senantiasa waspada dan menjaga diri dari kejahatan, terutama kejahatan pembunuhan dan pelecehan seksual yang dapat terjadi di sekitar masyarakat kita.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya. Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peledak, seperti bom.
1.    Macam-macam pembunuhan
Pembunuhan ada 3 macam, yaitu :
-          Membunuh dengan sengaja
Membunuh dengan sengaja adalah pembunuhan yang telah direncanakan dengan memakai alat yang biasanya mematikan. Dikatakan seseorang membunuh dengan sengaja apabila pembunuh tersebut :
·         Baligh.
·         Mempunyai niat/rencana untuk membunuh.
·         Memakai alat yang mematikan.
Pembunuhan dengan sengaja antara lain dengan membacok korban, menembak dengan senjata api, memukul dengan benda keras, menggilas dengan mobil, mengalirkan listrik ke tubuh korban dan sebagainya.
-          Membunuh seperti di sengaja
Membunuh seperti di sengaja yaitu pembunuhan yang terjadi sengaja di lakukan oleh seorang mukallaf dengan alat yang biasanya tidak mematikan. Perbuatan ini tidak diniatkan untuk membunuh, atau mungkin hanya bermain-bermain. Misalnya dengan sengaja memukul orang lain dengan cambuk ringan atau dengan mistar, akan tetapi yang terkena pukul kemudian meninggal.
-          Membunuh tersalah
Membunuh tersalah yaitu pembunuhan karena kesalahan atau keliru semata-mata, tanpa direncanakan dan tanpa maksud sama sekali. Misalnya seseorang melempar batu atau menembak burung, akan tetapi terkena orang kemudian meninggal.

B.     Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang lebih banyak. Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, meliputi: main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan. Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang berdasar pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan pelecehan gender, yaitu pelecehan yang didasarkan atas gender seseorang, dalam hal ini karena seseorang tersebut adalah perempuan. Menurut data statistik kejahatan seksual WHO 1993, 60-78% pelaku tindak kekerasan seksual adalah orang yang dikenal korban. Dalam banyak kasus lainnya, perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal dan semula nampak sebagai orang baik-baik yang menawarkan bantuan, misalnya mengantarkan korban ke suatu tempat. Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, dsb baik siang maupun malam. Pelecehan seksual di tempat kerja seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan jabatan. Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan ataupun tidak. Kalau janji atau ajakan tidak diterima bisa kehilangan pekerjaan, tidak dipromosikan, dimutasikan, dsb. Pelecehan seksual bisa juga terjadi tanpa ada janji atau ancaman, namun dapat membuat tempat kerja menjadi tidak tenang, ada permusuhan, penuh tekanan, dsb.Hampir semua korban pelecehan seksual adalah perempuan tidak memandang status sosial ekonomi, usia, ras, pendidikan, penampilan fisik, agama, dsb.
 Ada beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat menjerat seseorang pelaku pelecehan seksual:
1.    Pencabulan pasal 289-296.
2.    Penghubungan pencabulan pasal 295-298 dan pasal 506.
3.    Persetubuhan dengan wanita di bawah umur pasal 286-288.
C.    Penyimpangan Seksual
Seringkali dalam masyarakat terdapat pengetahuan kalau perilaku seks, khususnya yang tidak sesuai dengan norma agama, norma hukum, atau norma susila, yang dilakukan oleh remaja, dikatakan sebagai penyimpangan atau kelainan seksual, tapi secara psikologi pengertian itu tidak selamanya benar. Karena pengertian secara luas tingkah laku seksual itu sendiri, adalah, segala perilaku yang didasari oleh dorongan seks.
Ada dua jenis perilaku seks, yaitu perilaku yang dilakukan sendiri, seperti masturbasi, fantasi seksual, membaca/ melihat bacaan porno, dll, serta perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain, seperti berpegangan tangan, berciuman, bercumbu berat hingga berhubungan intim. Dalam tinjauan psikologis proses tingkah laku yang lazim terdiri dari menyukai orang lain, timbulnya gairah, diikuti dengan tercapainya puncak kepuasan seksual atau orgasme dan diakhiri dengan tahap pemulihan (resolusi). Di dalam perkawinan, semua proses hubungan seks akan terpenuhi, sehingga tidak diragukan lagi kenormalannya berdasarkan norma psikologi. Bahkan masturbasi  dan mimpi basah juga memenuhi semua proses untuk sampai pada puncak kepuasan seksual. Semua proses ini bukanlah merupakan kelainan atau penyimpangan. Pada usia remaja masih terbatas sekali kesempatan (atau bahkan belum ada) untuk mendapatkan pasangan atau penyaluran untuk bertingkah laku seksual atau melakukan hubungan seks untuk mendapatkan kepuasan. Jadi sebagai pernyaluran hasrat seksual mereka, remaja melakukan masturbasi, dan memang jika terlalu lama tidak mengalami orgasme, remaja itu secara alamiah akan mengalami mimpi basah. Jadi masturbasi dan mimpi basah masih dipandang sebagai perilaku normal dari tinjauan psikologis.
Pengertian normal secara psikologi tidak sama dengan normal dalam ukuran norma (agama, sosial, dan budaya). Ketertarikan terhadap lawan jenis merupakan hal yang normal bahkan akan tidak wajar kalau sampai diantara kalian tidak merasakan adanya kecocokan pas berpapasan dengan labaan atau wanita yang menurut selera kalian ,apalagi kalau  kalian udah sampai atau bahkan lewat usia pubertas masih belum merasakan tadi, itu patut dicurigai kali-kali aja kalian mengalami ketertarikan yang tidak sama dengan teman-teman seusia kalian, nah hal itu lah yang dikategorikan menyimpang dari ketertarikan seksualitas yang tidak pada umumnya alias abnormal, apalagi bagi mereka yang justru lebih tertarik dengan sesama jenis atau lebih dikenal dengan Homoseksual Tapi kalo di negeri barat sih (bahkan WHO sekalipun buat konvensi) bahwa gay atau lesbian bukan merupakan abnormalitas dalam perilaku seksual alias bukan dianggap sebagai kelainan seksual tapi sudah dianggap golongan homoseksual tersebut berada dalam sebuah masyarakat bahkan disahkan untuk menikah. Tetapi  karena kita hidup dalam kultur timur yang masih menjunjung norma-norma, apalagi yang berkaitan dengan aspek seksualitas, homoseksual belum dapat diterima sebagai sebuah perilaku seksual yang normal.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Berikut ini macam-macam bentuk penyimpangan seksual:
1.      Homoseksual: Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang "mencari" pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual (termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.
2.      Sadomasokisme: Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan  seksual.
3.      Ekshibisionisme: Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang.
4.      Incest: Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengan anak cowok.
5.      Necrophilia: Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat / orang mati.
6.      Voyeurisme: Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih.
7.      Pedophilia Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur.
8.      Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing,
9.      Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.
10.  Frotteurisme/Frotteuris Yaitu suatu bentuk kelainan seksual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek/menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik/umum seperti di kereta, pesawat, bis, dan lain-lainya.
11.  Gerontopilia adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual.
Manusia walaupun diciptakanNya sempurna namun ada keterbatasan, misalnya manusia itu satu-satunya makhluk yang mulut dan hidungnya tidak mampu menyentuh genetalianya; seandainya dapat dilakukan mungkin manusia sangat mencintai dirinya secara menyimpang pula. Hal itu sangat berbeda dengan hewan, hampir semua hewan mampu mencium dan menjilat genetalianya, kecuali Barnobus (sejenis Gorilla) yang sulit mencium genetalianya. Barnobus satu-satunya jenis apes (monyet) yang bila bercinta menatap muka pasangannya, sama dengan manusia. Hewanpun juga banyak yang memiliki penyimpangan perilaku seksual seperti pada manusia, hanya saja mungkin variasinya lebih sedikit, misalnya ada hewan yang homoseksual, sadisme, dan sebagainya.



D.    Penyimpangan Perilaku
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalahperilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.






BAB III
PEMBAHASAN
Pembunuhan adalah kasus yang setiap tahunnya terus meningkat, begitupun dengan kasus pelecehan seksual terhadap anak. Banyak kasus pelecehan yang lampau baru saja terungkap. Hal ini menunjukkan bahwah pelecehan seksual terhadap anak dapat terjadi di mana saja contohnya di sekolah, tempat bermain, bahkan di rumah sendiri. Dari kasus tersebut sebagai orang tua di tuntut lebih waspada dan lebih memperhatikan anak – anaknya akan adanya bahaya tersebut. Dari masalah ini saya mengambil contoh kasus yaitu pelecehan seksual yang terjadi di Samarinda. Kasus ini saya dapatkan dari Rubrik Peristiwa berjudul “ Tragedi di Samarinda, Pelaku Tak Tahan Suara Tangisan.” Yang dimuat di Tabloid Nova Edisi 25-31 Mei 2015, berikut kutipan beritanya :
            Semuanya berawal di tahun 1996, saat Upik menikahi RU (38) di Samarinda, Kalimantan Timur. Usai menikah, keduanya tinggal di sebuah sederhana yang masih beralamat di Samarinda. Pernikahan yang bermula dari perjodohan kedua orangtuanya tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Meski sehari-harinya terlihat pendiam, Upik ternyata memiliki perangai tempramental dan kerap memukul istrinya. Bahkan sempat hingga istrinya tersebut lumpuh.
            Tragedi di mulai tahun 1997, setahun setelah menikah. Santi Purwasih buah hati mereka meregang nyawa setelah dibekap sang ayah menggunakan bantal hingga tewas. Kejadian tersebut tidak terendus oleh tetangga maupun polisi karena Upik mengaku anaknya meninggal karena sakit.
            Tahun 1998, pasangan tersebut kembali dianugrahi seorang anak bernama Saparuddin. Namun, nasibnya sama seperti bayi sebelumnya yaitu tewas ditangan ayahnya sendiri dengan cara yang sama. Anak ke empat Upik, Marhat yang lahir tahun 2000 juga tewas dihabisi menggunakan bantal saat usia 3 bulan. Tragisnya, ketiga pembunuhan tersebut dilakukan dihadapan istrinya sendiri. Namun, RU selalu bungkam karena takut dibunuh dan tidak dinafkahi Upik. Tahun 2008, RU kembali melahirkan seorang anak yang bernama Syahrul dan lagi-lagi Upik tega menghabisi dengan cara ditenggelamkan ke drum berisi air saat syahrul berusia 4 bulan.
            Nasib baik dialami anak ketiga dan keenam, SN (15) dan JR (6). Mereka selamat dari amukan sang ayah yang selalu pusing setiap mendengar kegaduhan dan tangisan bayi. SN, selamat dari maut lantaran sejak bayi kerap sakit-sakitan dan sering dirawat oleh bidan setempat. Selain itu, kuat dugaan jika SN juga dimanfaatkan sang ayah untuk memperoleh iba dari warga yang lantas memberikan bantuan saat SN sering sakit.
            Namun, nahas bagi SN. Di usianya yang menanjak remaja, mahkota dirinya direnggut oleh sang ayah sendiri. Kejadian memilukan tersebutterjadi pada pertengahan 2014 saat bulan puasa. Perkosaan pun terus dilakukan Upik kepada buah hatinya, kapanpun ia inginkan. Lama-lama SN merasa tak kuat, lantas ia pergi dari rumah. Upik langsung membakar seragam sekolah dan buku-buku pelajaran SN. Sorenya, SN yang kabur dari rumah pergi ke rumah temannya dan menceritakan kejadian yang dialaminya tersebut, yang kemudian melaporkan kepada pihak polisi.
            Setelah Upik ditahan polisi, SN dan RU nampak mulai mau bicara, mulai dari awal kejadian hingga kini. Ketika ditemui pun Sn tampak enggan bertemu dengan orang yang tak ia kenal. “Bulan puasa tahun lalu, saya diperkosa Bapak,” ucapnya singkat. Ia mengaku diperkosa ayahnya lantaran ayahnya menuduh dirinya hendak berhubungan badan dengan pacarnya. Namun, SN membantah tudingan tersebut. Toh, penjelasan sang anak tak membuat amarahnya Upik reda, malah dirinya langsung menyetubuhi anaknya itu. Setelah kejadian tersebut, Upik tidak berhenti menggauli SN, bahkan sehari bisa diperkoa empat kali. Parahnya lagi, sang ayah kerap memperkosa dirinya pada saat dia datang bulan. SN juga mengaku kerap menjadi korban pelecehan sang ayah. Ketika hendak mandi SN selalu diminta untuk tidak menutup pintu kamar mandi, karena sang ayah ingin melihat ia mandi tanpa  busana.
            Setelah saya analisis kasus tersebut dengan teori yang ada, saya dapat mengetahui penyebab Upik membunuh anaknya adalah karena ia memiliki perilaku menyimpang dan ada kemungkinan Upik mengalami ganguan kejiwaan, karena dengan mudahnya ia membunuh anak-anaknya hanya karena tak tahan dengan suara tangisan seorang bayi. Pembunuhan yang dilakukan Upik adalah pembunuhan dalam kategori Pembunuhan Yang Disengaja. Bagaimanapun sebagai seorang ayah, seharusnya ia memiliki sikap menyayangi terhadap darah dagingnya sendiri namun tidak dengan Upik.
            Sedangkan penyebab ia memperkosa anaknya, jika dilihat dari sudut penyimpangan seksual. Upik mengalami Incest dan Pedofilia, incest merupakan berhubungan seks dengan anggota keluarga kecuali istri seperti anak, sedangkan pedofilia adalah berhubungan seks dengan anak di bawah umur. Sudah terlihat jelas karena Upik memperkosa anaknya sendiri SN bukan hanya sekali namun sudah berulang kali.
            Setelah ditahan polisi, untuk perbuatannya Upik dijerat hukuman pidana selama 20 tahun dan dijerat pasal berlapis dalam kasus pembunuhan dan perkosaan. Pasal 338 KHUP tentang pembunuhan dengan ancaman 15 tahun penjara dan karena korban masih di bawah umur, pelaku juga akan dikenakan pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan paling singkat tiga tahun. Saya kira, jika Upik dipenjara selama 20 tahun, itu tidak sebanding dengan apa yang telah dia lakukan, ia telah menghabisi nyawa 4 anaknya tanpa rasa bersalah dan dengan tega berkali-kali melecehkan anak nya sendiri, belum lagi dampak psikologis yang akan diterima SN akan lebih berat dan membekas ketimbang masa kurungan yang dialami ayahnya.
            Kekerasan seksual yang dialami SN akan memiliki dampak bagi dirinya, tak jarang korban pelecehan seksual mengalami hal-hal berikut ini:
1.      Dampak psikis, yaitu dampak kekerasan yang dapat menyebabkan terguncangnya kondisi jiwa atau psikologis anak. Akibatnya anak tersebut dapat mengalami depresi, bahkan anak akan mengalami gangguan seksual.
2.      Dampak fisik, yaitu dampak yang dapat menyebabkan luka, seperti luka memar serta dapat menimbulkan suatu penyakit maupun trauma pada daerah tubuh tertentu yang mengalami kekerasan.
3.      Dampak sosial bagi anak yang menjadi korban kekerasan biasanya akan merembet pada keluarganya, yaitu korban dan keluarga kadang akan mengalami pengucilan oleh masyarakat di sekitarnya.
4.      Korban akan memiliki kecenderungan resiko psikotik yaitu gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu membedakan kenyataan dan fantasi, mengalami Depresi, sulit menerima kenyataan pahit tersebut di kemudian hari, Menjadi Pribadi yang menutup diri dari lingkungan masyarakat.

Adapun upaca yang dapat dilakukan agar anak terhindar dari pelecehan/kekerasan seksual:
1.      Tanamkan rasa malu pada anak sejak dia berusia dini. Misalnya, beritahu dia untuk tidak buang air kecil/besar sembarangan dan membuka baju/celana di tempat terbuka. Selain itu tidak sopan juga bisa memancing orang lain yang melihat untuk berbuat tindak kejahatan. Biasakan anak untuk tidak berpakaian terbuka, walaupun sebagai orang tua kita senang melihat kelucuan yang ditampilkan anak dengan model ragam pakaian yang dikenakannya.
2.      Cari tahu dengan siapa anak anda berteman dan menghabiskan waktu dan pantau kegiatan mereka secara berkala. Jangan membiarkan anak menghabiskan waktu di tempat  yang sepi dengan teman-temannya atau dengan orang dewasa lainnya tanpa sepengetahuan anda.
3.      Ajarkan anak untuk tidak menerima pemberian dari orang asing.
4.      Beritahu juga anak untuk menolak dipeluk atau dicium seseorang/pihak keluarga tanpa alasan yang jelas. Ajarkan anak bahwa dia berwenang atas tubuhnya sendiri.
5.      Jika mempekerjakan pengasuh, periksa keabsahan data yang dikasih tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, misalnya mengecek kebenaran alamat, status dan  lain-lain seperti yang tertera di kartu identitasnya.
6.      Menjaga anak dari tontonan yang belum seharusnya dia lihat
7.      Pengenalan Bagian Tubuh Anak. Kenalkan anak dengan bagian tubuh pribadinya. Berikan penjelasan tentang sentuhan salah yang harus ditolak si anak (terlebih sentuhan pada area pribadi). Beritahu anak bila ada yang mau pegang dada, perut, sekitar celana, itu tidak boleh . Bila orang tersebut memaksa si anak, ajarkan anak untuk berteriak dengan kencang dan meminta pertolongan.
8.      Ajarkan anak untuk tidak sembarangan mengizinkan orang lain membersihkan alat kelaminnya ketika dia selesai berkemih atau buang air besar.
9.      Jadilah tempat berlindung bagi anak, kapanpun bila mereka merasa tidak nyaman.
10.  Hilangkan perasaan bersalahnya dan bukan salah si anak jika ada yang bersikap secara seksual terhadapnya.



BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Tindakan kejahatan yang dilakukan Upik, disebabkan oleh penyimpangan baik dari segi perilaku maupun seksual. Hukuman yang diterima pelaku cenderung tak sebanding dengan apa yang telah ia perbuat. Dampak yang akan dialami korban sangat membahayakan dan cenderung mempengaruhi masa depannya.
Sebagai orangtua atupun pembaca makalah ini, kita harus sudah mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat kita ambil agar anak kita kelak terhindar dari kasus serupa.
B.     Saran
Kasus yang terjadi di samarinda ini seharusnya bisa meningkatkan kewaspadaan orangtua, dan sebagai orangtua agar menerapkan diri dengan ilmu-ilmu agama agar terhindar dari sikap-sikap penyimpangan dan memperluas wawasan tentang kemungkinan terjadinya kekerasan pada keluarga kita. (http://syifasilviarahmawati.blogspot.co.id/2015/07/studi-kasus-pembunuhan-dan-pelecehan.html)
DAFTAR PUSTAKA
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa, Bandung, 2006, halaman 60
Blogger Doni Saputra, 2012. Makalah penyimpangan seksual di Indonesia. Jakarta. Google Chrome ( Blogger.com ).

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian