Putusan-putusan Berona Hati Nurani
Bismar mempertontonkan politic judicial activism. Ketika memutus perkara, Bismar seringkali aktif berkreasi mencari alternatif menuju terciptanya keadilan yang terkadang tidak bisa dipenuhi oleh peraturan perundang-undangan.
BERITA TERKAIT
Ada sebuah peribahasa berbunyi, “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”. Jika kita bicara khusus tentang sosok Bismar Siregar, sepertinya peribahasa itu perlu dimodifikasi menjadi “.....manusia mati meninggalkan nama dan putusannya”.
Ya, sosok Bismar hingga detik ini dikenang bukan semata karena profilnya yang religius dan bersahaja, lebih dari itu, Bismar dikenang juga karena putusan-putusannya yang dia buat selama aktif bertoga hakim. Sebagian menyebut putusan-putusan yang dihasilkan Bismar kontroversial, sebagian lainnya menyebut penuh terobosoan, inovatif, dan lain-lain.
Apapun pandangan orang, putusan-putusan Bismar terbukti mendapat pengakuan banyak kalangan di dunia hukum nasional maupun internasional, sebagai putusan yang mencerahkan. Beberapa putusan pidana yang pernah dijatuhkan Bismar dibukukan. Seorang akademisi bernama Antonius Sudirman bahkan tertarik melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tesis tentang putusan-putusan Bismar.
“Saya melihat memang beliau ini hakim yang visioner, hakim yang mengutamakan keadilan. Hakim yang menerapkan nilai-nilai agama dalam putusannya bukan hanya agama tertentu. Semua agama, walaupun dia Islam dan haji. Dalam bukunya yang saya baca, ada nilai-nilai agama Katholik di situ (dalam putusan). Al Quran, Bible (Injil) juga,” demikian penjelasan Antonius tentang kenapa dia menjadikan sosok Bismar Siregar sebagai objek penelitian.
Dalam tesisnya yang kemudian ditransformasi menjadi buku berjudul “Hati Nurani Hakim dan Putusannya: Suatu Pendekatan dari Perspektif Ilmu Hukum Perilaku Kasus Hakim Bismar Siregar”, Antonius mengalokasikan satu sub bab khusus “Dinamika Putusan-Putusan Hakim Bismar Siregar dan Analisis Kritis”.
Dari sekian putusan yang dihasilkan Bismar sepanjang kurang lebih 35 tahun kariernya sebagai hakim, Antonius memilih enam putusan yang menjadi objek kajian. Enam putusan tersebut semuanya di ranah hukum pidana yang diputus Bismar ketika bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur (4 putusan) dan Pengadilan Tinggi Medan (2 putusan).
1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur Nomor 46/PID/78/UT/WANITA
Ya, sosok Bismar hingga detik ini dikenang bukan semata karena profilnya yang religius dan bersahaja, lebih dari itu, Bismar dikenang juga karena putusan-putusannya yang dia buat selama aktif bertoga hakim. Sebagian menyebut putusan-putusan yang dihasilkan Bismar kontroversial, sebagian lainnya menyebut penuh terobosoan, inovatif, dan lain-lain.
Apapun pandangan orang, putusan-putusan Bismar terbukti mendapat pengakuan banyak kalangan di dunia hukum nasional maupun internasional, sebagai putusan yang mencerahkan. Beberapa putusan pidana yang pernah dijatuhkan Bismar dibukukan. Seorang akademisi bernama Antonius Sudirman bahkan tertarik melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tesis tentang putusan-putusan Bismar.
“Saya melihat memang beliau ini hakim yang visioner, hakim yang mengutamakan keadilan. Hakim yang menerapkan nilai-nilai agama dalam putusannya bukan hanya agama tertentu. Semua agama, walaupun dia Islam dan haji. Dalam bukunya yang saya baca, ada nilai-nilai agama Katholik di situ (dalam putusan). Al Quran, Bible (Injil) juga,” demikian penjelasan Antonius tentang kenapa dia menjadikan sosok Bismar Siregar sebagai objek penelitian.
Dalam tesisnya yang kemudian ditransformasi menjadi buku berjudul “Hati Nurani Hakim dan Putusannya: Suatu Pendekatan dari Perspektif Ilmu Hukum Perilaku Kasus Hakim Bismar Siregar”, Antonius mengalokasikan satu sub bab khusus “Dinamika Putusan-Putusan Hakim Bismar Siregar dan Analisis Kritis”.
Dari sekian putusan yang dihasilkan Bismar sepanjang kurang lebih 35 tahun kariernya sebagai hakim, Antonius memilih enam putusan yang menjadi objek kajian. Enam putusan tersebut semuanya di ranah hukum pidana yang diputus Bismar ketika bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur (4 putusan) dan Pengadilan Tinggi Medan (2 putusan).
1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur Nomor 46/PID/78/UT/WANITA
Posisi Kasus Ny Ellya Dado diduga melakukan penyanderaan yang disertai dengan penghinaan terhadap Evy. Ny Ellya marah karena kendaraan miliknya dirusak oleh Devy dan walaupun sudah diperbaiki tetapi dianggap tidak memuaskan. Jaksa mendakwa Ny Ellya dengan sengaja melawan hukum telah merampas kemerdekaan orang sebagaimana diatur Pasal 333 KUHP (primer). Ny Ellya juga didakwa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa Devy dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya Devy menyerahkan barang-barangnya sebagaimana diatur Pasal 368 ayat 1 KUHP (subsider). Terakhir, Ny Ellya didakwa dengan sengaja dan melawan hukum telah menghina Devy secara lisan sebagaimana diatur Pasal 315 KUHP (lebih subsider). Dalam tuntutan, jaksa meminta majelis hakim menghukum Ny Ellya dua minggu penjara dengan masa percobaan satu bulan serta mengembalikan barang bukti serta membayar biaya perkara. Putusan Majelis hakim dalam putusannya menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan primer, subsider, dan lebih subsider. Namun, majelis hakim memandang perbuatan terdakwa bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran yang dapat dihukum lagi karena telah tercapai kesepakatan damai antara para pihak. Akhirnya, majelis hakim melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. |
2.Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 53/PID/1983/PT Mdn
Posisi Kasus Dalam kasus ini, Zulham alias Juan didakwa melakukan penganiayaan sehingga korban meninggal dunia. Jaksa mendakwa Juan dengan tiga pasal dakwaan yakni Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana), Pasal 351 ayat 3 KUHP (penganiayaan hingga menyebabkan kematian), dan Pasal 353 ayat 3 KUHP (penganiayaan terencana hingga menyebabkan kematian). Putusan Dalam putusan Nomor 393/KIS/198/PN Mdn, majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Juan dihukum penjara 3 tahun 6 bulan. Lalu, Juan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Dalam proses pemeriksaan perkara, majelis hakim mengupayakan perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban secara adat. Atas dasar pertimbangan itu, majelis hakim banding memperingankan hukuman terdakwa menjadi hukuman percobaan. Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim mengutip al Baqarah: 178. |
3. Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 144/PID/1983/PT Mdn
Posisi Kasus Kasus ini terkait perzinaan antara Mertua Raja Sidabutar dengan Katarina br Siahaan. Sebelum perzinaan itu, Mertua berjanji akan menikahi Katarina. Namun, janji itu tidak ditepati, makanya Katarina melapor ke polisi. Jaksa mendakwa Mertua melakukan tindak pidana pencabulan (Pasal 293 KUHP jo Pasal 5 ayat 3 UU Darurat Tahun 1951), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHP). Putusan Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan dalam putusan Nomor 571/KS/1980/PN Mdn tertanggal 5 Maret 1980 menyatakan terdakwa terbukti melakukan pencabulan dengan perempuan yang bukan istrinya. Terdakwa dihukum penjara selama tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan. Jaksa lalu banding. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama, dan terdakwa dinyatakan terbukti melakukan penipuan. Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim memperluas makna dari unsur Pasal 378 KUHP “...memberikan/menyerahkan barang tertentu”. Majelis hakim berpendapat makna “barang” juga mencakup “jasa”. Dalam perkara ini, majelis hakim melihat persenggamaan antara Mertua dan Katarina dapat diartikan bahwa Mertua menerima “jasa” dari Katarina. Majelis hakim juga berpendapat makna “barang” juga mencakup “kehormatan” Katarina yang dia serahkan ke Mertua karena janji akan dikawini. Terkait hal ini, majelis hakim meminjam istilah bahasa daerah terdakwa dan saksi (Katarina), Tapanuli, “bonda” yang berarti juga barang termasuk kemaluan. Dalam amar, majelis hakim menghukum Mertua dengan pidana penjara selama tiga tahun. |
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur Nomor 02/PID/76/TIM/Tol. Ekonomi
Posisi Kasus Seorang bernama Marzuki alias Ghoe Kie Tjong melakukan penyelundupan emas batangan dengan cara melilitkan di pinggang untuk mengelabui petugas pemeriksaan bea cukai di Bandara Halim Perdanakusumah Jakarta. Di pengadilan, jaksa mendakwa Marzuki dengan Pasal 1 ke-1 sub h jo Pasal 1 sub a UU No 7 Darurat Tahun 1955 (primer) dan Pasal 25 angka II sub a, c Ordonansi Bea (Stbld 1931 Nomor 471) jo Pasal 1 ke-1 sub h jo Pasal 6 ayat 1 sub a UU No 7 Darurat Tahun 1955 (subsider). Lalu, jaksa menuntut terdakwa dihukum penjara 4 tahun, denda Rp8 juta subsider 6 bulan kurungan serta merampas 8 kg batang emas yang menjadi barang bukti. Putusan Dalam putusan, majelis hakim berpendapat kasus penyelundupan tidak boleh disamaratakan, jadi harus dilihat cara, sifat, dan jenis barang yang diselundupan. Untuk kasus ini Marzuki, majelis hakim menilai penyelundupan yang dilakukan terdakwa tidak termasuk kualifikasi yang mengancam perekonomian negara. Lalu, majelis hakim menggunakan Pasal 14c KUHP yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk menerapkan “syarat khusus” (perjanjian istimewa) dalam menghukum terdakwa. Dalam amar, majelis hakim menghukum terdakwa berbeda dengan tuntutan jaksa. Marzuki dihukum 1 tahun penjara dengan masa percobaan 3 tahun. Terdakwa juga dihukum membayar denda Rp1 juta subsider 6 bulan kurungan. Lalu, majelis hakim juga syarat khusus (perjanjian istimewa) berupa uang jaminan senilai Rp5 juta dengan ketentuan jika Marzuki melakukan pelanggaran hukum dalam rentang 1 tahun, maka jaminan tersebut dirampas untuk negara. |
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur Nomor 5/PID/76/UT
Posisi Kasus Seorang sopir bernama Sapit bin Kamin menabrak Mhd Jali bin Syafei yang menimbulkan kerugian sebesar Rp45 ribu. Di pengadilan, jaksa mendakwa Sapit dengan Pasal 9 ayat 3 Pen. L.P. jo Pasal 11 ayat 4 P.P.L. Sapit dituntut membayar denda sebanyak Rp10 ribu subsider kurungan 1 bulan. Putusan Dalam putusan, majelis hakim menyatakan Sapit bersalah karena mengemudikan truk tidak memperhatikan alat kelengkapan kendaraannya sehingga tidak dapat menguasai kendaraan itu sebagaimana mestinya. Majelis hakim menghukum Sapit membayar denda Rp10 ribu, mencabut hak mengemudi selama enam bulan, menahan bukti surat STNK atas kendaraan truk kecuali Sapit membayar ganti rugi Rp45 ribu kepada saksi korban (Jali) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti hukuman kurungan selama 1 bulan. |
6. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur Nomor 90/PID/1976/TIM
Posisi Kasus Seorang ibu dengan enam orang anak, Ny Meneria Marpaung Tampubolon meminjamkan uang kepada Haji Sutan Daulay untuk modal usaha. Kedua belah pihak sepakat menerapkan bungan 7,5 %. Haji Sutan Daulay ternyata tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut sehingga persoalan ini bergulir ke ranah pidana. Di pengadilan, jaksa mendakwa Ny Meneria menjalankan usaha bank tanpa izin yang dari Menteri Keuangan atau bank gelap sebagaimana diatur Pasal 38 UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang Perbankan. Jaksa menuntut terdakwa dihukum penjara 1 tahun, denda Rp500 ribu subsider enam bulan kurungan. Putusan Majelis hakimPengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur menyatakan Ny Meneria lepas dari tuntutan hukum. Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim berpendapat Ny Meneria memang terbukti bersalah sebagaimana dakwaan jaksa. Namun, demi rasa keadilan, majelis hakim menilai pengertian bank gelap jangan semata didasarkan pada ada atau tidaknya izin dari Menteri Keuangan saja. Menurut majelis hakim, apa yang dilakukan Ny Meneria bukan praktik bank gelap, melainkan hanya usaha terdakwa untuk menghidupi enam anaknya. Selain itu, Ny Meneria hanya bermaksud membantu Haji Sutan Daulay yang ingin membuka usaha. |
Tentu saja, ada begitu banyak putusan yang pernah dihasilkan Bismar, baik dalam kapasitasnya sebagai hakim tunggal maupun majelis. Apalagi jejaknya di dunia peradilan berlangsung selama puluhan tahun, hingga ia pensiun dari jabatan hakim agung pada 1995.
“Hati nurani” itu lah benang merah yang berhasil disimpulkan oleh Antonius Sudirman setelah mencermati sampel enam putusan karya majelis hakim yang di dalamnya terdapat keterlibatan Bismar Siregar. Menariknya, hati nurani yang digunakan Bismar adalah hati nurani sosial, bukan hati nurani subjektif yang menonjolkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Yang dibela Bismar melalui putusan-putusannya adalah kepentingan masyarakat yang terpinggirkan, tertindas, terabaikan, terlupakan dan kurang mendapat perlindungan hukum.
Melalui putusan-putusannya, Bismar juga mempertontonkan politic judicial activism.Ketika memutus perkara bersama koleganya dalam formasi majelis hakim, Bismar seringkali aktif berkreasi mencari jalan alternatif untuk menuju terciptanya keadilan yang terkadang tidak bisa dipenuhi oleh peraturan perundang-undangan. Makanya, seorang Bismar seringkali mengutip ayat-ayat suci agama yang dianutnya maupun agama lain, serta nilai-nilai hukum adat yang mendukung terciptanya keadilan. “Alternatif-alternatif tersebut berupa konstruksi hukum (penciptaan hukum/rechtsvinding) dan berupa penafsiran secara kreatif (pembaruan hukum),” kata Antonius.
Bentuk penciptaan hukum yang ditunjukkan Bismar antara lain menetapkan keputusan perdamaian dalam putusan Nomor 46/PID/78/UT/WANITA dan putusan Nomor 53/PID/1983/PT Mdn; penerapan hukuman pidana bersamaan dengan ganti kerugian dalam putusan Nomor 5/PID/76/UT; melakukan analogi barang dengan jasa seks dalam putusan Nomor 144/PID/1983/PT Mdn.
Lalu, putusan yang bernuansa pembaruan hukum adalah menerapkan dan menafsirkan syarat khusus (perjanjian istimewa) Pasal 14c KUHP dalam putusan Nomor 02/PID/76/TIM/Tol. Ekonomi; dan menafsirkan kualifikasi bank gelap dalam Nomor 90/PID/1976/TIM.
Berkaca dari putusan-putusannya, menurut Antonius, Bismar menunjukkan bahwa pengadilan bukanlah institusi yang hanya menjadi mesin undang-undang. Mengutip pandangan Prof. Satjipro Rahardjo, kata Antonius, pengadilan memang seharusnya mampu dan berani menyuarakan hati nurani masyarakat.
Sesuai dengan pijakan penelitiannya yakni perspektif ilmu hukum perilaku, Antonius menyimpulkan bahwa pribadi Bismar yang luhur; menjunjung tinggi keadilan, kebenaran dan kejujuran; beriman dan bertakwa; bertanggung jawab; serta memiliki kemandirian moral telah terefleksi dalam putusan-putusannya.
Kecuali jenis perkara-perkara tertentu yang dipimpin hakim tunggal, Antonius menyadari bahwa putusan-putusan tersebut tidak diputus oleh Bismar seorang diri. Lazimnya, formasi majelis hakim tentunya tiga orang. Terkait hal ini, Antonius mengaku telah menelusuri para kolega Bismar, dan mayoritas mereka sepakat bahwa Bismar memang sosok hakim seperti yang digambarkan Antonius.
“Ketika saya wawancara teman-temannya semuanya memang dia begitu orangnya. Bismar selalu memikirkan bagaimana nilai-nilai agama itu diterapkan, keadilan ditonjolkan, hakim yang berintegritas, hakim yang menegakkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran dalam putusan. Saya melihat setiap ada Bismar disitu apalagi jadi ketua majelis, putusannya ronanya lain,” papar Antonius dalam sesi wawancara denganhukumonline, medio Maret 2015 lalu di Makassar, Sulawesi Selatan. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55b9cc7a97870/putusan-putusan-berona-hati-nurani)
Comments
Post a Comment