KEJAHATAN DALAM ASURANSI MOBIL





Kejahatan bukan monopoli kaum kriminal. Dalam asu­ransi pun, istilah “kejahatan” juga bisa ditemui. Selama ada celah dan kesempatan berbuat curang, hal itu bisa terjadi.

“Sejatinya bicara asuransi, tidak lepas dari aktivitas hukum. Hak dan kewajiban kedua atau lebih dari individu dan badan hukum terikat di dalamnya. Ringan atau berat sanksi tergantung tingkat pelanggaran,” jelas Suherman Budi Darmawan, Assistant Director PT Asuransi Raksa Pratikara.

Setidaknya, hal ini tertera pada kontrak kerja sama antar individu atau badan hukum tadi. Tidak terkecuali asuransi kendaraan.

Hanya saja, dalam asuransi itu terkandung prinsip dasar. Sebut saja utmost goodfaith, indemnity, hingga subrogation menjadi hal dasar dalam aktivitas asuransi.

Kedua belah pihak mesti fair dalam bermitra dan ada itikad baik dari semua pihak (utmost goodfaith). Artinya, bila ada salah satu pihak yang berniat tidak baik, unsur berasuransi menjadi cacat. Definisi inilah yang mengacu pada “kejahatan” dalam asuransi.

Prinsip asuransi indemnity menjadi prasyarat dalam aktivitas asuransi. Seperti yang tertera pada KUHD pasal 252, indemnity merupakan mekanisme dengan penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sebelum terjadi kerugian.

Toh, kesalahan hingga pe­langgaran tidak terhindari dalam praktik di lapangan. Berikut beberapa yang lazim terjadi pelanggaran dalam asu­ransi serta konsekuensinya.

                       

Asuransi Ganda

Secara harfiah asuransi ganda (double insurance) berarti objek pertanggungan kendaraan dimiliki lebih dari satu polis. Tentu saja dengan kon­disi serta motif yang beragam bila dikaitkan dengan permasalahannya.


Mulai dari ketidaktahuan konsumen hingga kesengajaan. Praktik asuransi ganda ini akibat ketidaktahuan konsumen. Umumnya, terjadi setelah transaksi mobil seken dan tidak diinformasikan secara gamblang ke pemilik baru.



Sekali lagi, dalam asuransi perlu adanya itikad baik dari semua pihak. Bila salah satu tidak ada sikap itu. Sulit mewujudkan interaksi berasuransi yang baik antara nasabah dengan penyelenggara.

“Dalam asuransi berprinsip indemnity. Artinya, asuransi hanya mengganti kerugian klaim sesuai dengan kondisi kendaraan seperti semula. Sehingga, logikanya, tidak ada penggantian klaim melebihi kerugian objek yang ditanggungnya,” ujar Suryanda, Assistant Vice President – Personal Lines PT Zurich Insurance Indonesia.

Sedangkan yang terakhir, lebih mengarah ke tindakan kriminal. Kare­na sudah terbukti unsur penipu­an dan mengambil keuntungan dari keberadaan polis ganda.

Secara sadar, oknum nasabah semacam ini memang mencari celah untuk mengambil keuntungan dari pihak terlibat. Dalam hal ini asuransi saat terjadi klaim. Modusnya pun beragam. Bisa melibatkan bengkel, agen atau perorangan saja.

Memang, bila berhasil, oknum tersebut bisa memperoleh keuntungan dari kasus tersebut. Tapi bukan tanpa risiko. Selain melanggar pasal 277 ayat Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, juga menghantam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ujung-ujungnya, penjara siap menanti nasabah nakal seperti ini.


Pemalsuan Data
Kedengarannya klise. Untuk kasus asuransi, kerap pemalsuan data menjadi hal penting klaim Anda tertolak. Pemalsuan data bisa beragam.

Mulai dari pemberian data yang tidak lengkap hingga lampiran laporan lain juga menjadi penyebab. Baik ada unsur kesengajaan atau tidak.

Biasanya, petugas bakal menelaah kasus secara komprehensif. Bila hanya sekadar kelalaian semata, pendampingan dan pengarahan dari petugas menjadi opsi dalam mencari solusi terbaik.

Namun bila terdapat unsur ke­sengajaan untuk mendapat ke­untungan semata, pihak asu­ransi bisa membatalkan klaim Anda secara sepihak


Penggelapan
Kerap dalam praktiknya, para nasabah terkecoh dengan kehilangan konvensional (pencurian – redaksi). Namun dalam konteks asuransi, perbedaan keduanya jelas.

Kalau definisi kehilangan atas pencurian, objek (mobil) berada di bawah otoritas kepemilikan dan hilang dikarenakan adanya unsur pemaksaan dan disertai tindakan kriminal.



Sementara untuk penggelap­an, objek atau kendaraan secara sa­dar diserahakan atau dikuasai pa­da pihak kedua dan kemudian disalah­gunakan. Sehingga objek atau mobil dikabarkan hilang dan ber­harap bergantian klaim dari pihak asuransi.

Contoh kasus sederhana seperti mobil hilang saat valet parking, meminjamkan ke orang terdekat secara sadar seperti sopir, teman dan lainnya. Konteksnya, Anda secara sadar memberikan kunci mobil, surat kendaraan dan mobil ke pihak tersebut dan kemudian dinyatakan “hilang”.

Dalam kasus ini, pihak asuransi bakal melakukan investigasi ke lapangan. Apakah ada unsur penggelapan atau memang pencurian murni dalam investigasi di lapangan.

Bahkan, bila terbukti di lapangan merupakan penggelapan, tidak hanya menolak klaim Anda, pihak asuransi bisa mengajukan tuntutan kepada nasabah ke pihak kepolisian.

Dasarnya, tindakan ini dianggap masuk dalam ranah pidana. Unsur penipuan pasal 378 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bisa dimaksimalkan menjerat nasabah.


Namun, terlepas kasus ini, biasanya unsur penggelapan dilakukan oleh sindikat dan melibatkan banyak pihak. (http://m.autobild.co.id/read/2014/01/26/9556/55/15/Kejahatan-dalam-Asuransi-Mobil)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian

Kisah Seorang Preman Kupang (1)