PENELITIAN KARIR KRIMINAL
Muhammad Musthofa (2007)
Definisi karir kriminal
Karir kriminal dalam kriminologi diteliti dalam dua dimensi. Pertama, penelitian karir kriminal diteliti sebagai aspek individual yang berhubungan dengan proses seseorang menjadi kriminal sebagai penjahat karir (penyimpang sekunder). Dalam penelitian karir kriminal aspek individual ini, metode penelitian yang dipergunakan adalah studi kasus individual. Dimensi kedua mengukur proporsi orang dalam populasi yang menjalani karir sebagai kriminal atau merupakan tingkat karir kejahatan di masyarakat.
Berkaitan dengan dua dimensi penelitian tersebut, Blumstein, Cohen, Farrington (1988) menegaskan, perlu adanya pembedaan pengertian konstruksi criminal career dengan konstruksi career criminals. Menurut mereka, konsep criminal career (penjahat karir) berhubungan dengan peristiwa-peristiwa pelanggaran dalam jangka waktu yang lama yang dilakukan oleh seorang pelaku yang telah terdeteksi tingkat pelanggarannya dalam suatu periode waktu (Blumstein, Cohen, Farrington, 1988:2). Gottfredson dan Hirschi (1986), yang dikritik oleh Blumstein, Cohen, dan Farrington karena menganggap penelitian karir kriminal tidak ada manfaatnya bagi kriminologi, dalam mendefinisikan criminal career (yang mengutip pendapat Petersilia, 1980) menegaskan bahwa penjahat karir yang ekstrim dapat saja hanya melakukan satu bentuk kejahatan saja (BCF, 1982:2). Sebaliknya career criminals (karir kejahatan) adalah banyaknya orang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran serius dalam jangka waktu yang panjang (BCF, 1982:2). Konstruksi penjahat karir (criminal career) dalam bahasa kriminologi dirumuskan sebagai lambda, tingkatnya (prevalence) dan kejadiannya (incidence), dan awal (onset) serta berhentinya (disistance) (Ibid).
Berkaitan dengan dua dimensi penelitian tersebut, Blumstein, Cohen, Farrington (1988) menegaskan, perlu adanya pembedaan pengertian konstruksi criminal career dengan konstruksi career criminals. Menurut mereka, konsep criminal career (penjahat karir) berhubungan dengan peristiwa-peristiwa pelanggaran dalam jangka waktu yang lama yang dilakukan oleh seorang pelaku yang telah terdeteksi tingkat pelanggarannya dalam suatu periode waktu (Blumstein, Cohen, Farrington, 1988:2). Gottfredson dan Hirschi (1986), yang dikritik oleh Blumstein, Cohen, dan Farrington karena menganggap penelitian karir kriminal tidak ada manfaatnya bagi kriminologi, dalam mendefinisikan criminal career (yang mengutip pendapat Petersilia, 1980) menegaskan bahwa penjahat karir yang ekstrim dapat saja hanya melakukan satu bentuk kejahatan saja (BCF, 1982:2). Sebaliknya career criminals (karir kejahatan) adalah banyaknya orang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran serius dalam jangka waktu yang panjang (BCF, 1982:2). Konstruksi penjahat karir (criminal career) dalam bahasa kriminologi dirumuskan sebagai lambda, tingkatnya (prevalence) dan kejadiannya (incidence), dan awal (onset) serta berhentinya (disistance) (Ibid).
Dalam kamus, pengertian karir mengandung dua makna. Pertama, karir bermakna perkembangan sepanjang kehidupan, makna kedua adalah cara hidup. Penjahat karir lebih berhubungan dengan makna yang pertama. Karir tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan rangkaian pelanggaran dalam suatu tahap kehidupan seseorang, dan tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa kejahatan dijadikan sebagai cara yang utama dalam memperoleh nafkah. Karir kejahatan dapat ditengarai pada kapan dimulai, dan kapan diakhiri serta lamanya (Ibid).
Menurut Hermann Mannheim (1965), penelitian karir kriminal yang dilakukan dalam kriminologi terdiri dari tiga bentuk: (1) Studi kasus individual; (2) Studi follow up atau studi evolusi karir kriminal, dan (3) Studi deskriptif (Mannheim, 1965: 135-140). Studi kasus individual dilaksanakan untuk memberikan contoh bagaimana riwayat hidup seorang individu yang memilih karir kriminal. Studi follow up dilaksanakan untuk meneliti tingkah laku bekas narapidana setelah menjalani masa pemidanaan sampai dengan beberapa tahun kemudian. Studi evolusi karir kriminal meneliti sub kelompok pelaku pelanggaran yang tidak selalu terkait dengan pengalaman penghukuman. Rumusan Mannheim tersebut tidak membedakan antara panjahat karir dengan karir kejahatan. Dua konsep tersebut oleh Mannheim tampaknya dianggap sama. Dalam kitab ini kedua konsep tersebut jelas dibedakan. Penjelasan awalnya dimulai dari penelitian-peneliaian karir kejahatan yang pada umumnya berpendekatan kuantitatif dan diakhiri dengan penelitian penjahat karir yang cenderung berdemensi studi kasus individual atau penelitian kualitatif.
Penelitian follow up (tindak lanjut)
Penelitian follow up (tindak lanjut) merupakan bentuk penelitian yang mengikuti perjalanan (evolusi) karir kriminal sejumlah orang dalam periode waktu tertentu yang bersifat dinamis setelah mereka menjalani suatu program penghukuman. Penelitian ini tidak melihat aspek individual karir kriminal yang lebih merupakan penelitian studi kasus (Mannheim, 1973:135¬136). Oleh Blumstein, Cohen dan Farrington rumursan ini disebut sebagal karir kejahatan bukan penjahat karir.
Pada umumnya, penelitian ini dilakukan oleh para ahli penologi yang ingin mengetahui apa hasil dari penghukuman. Dengan demikian, penelitian ini dekat dengan penelitian tentang residivisme yang mencari tahu faktor apa sajakah yang menyebabkan timbulnya residivisme, apakah hal itu terkait dengan kegagalan pembinaan? Namun demikian, residivisme hanyalah merupakan salah satu aspek saja dari penelitian evolusi karir kriminal. Penelitian yang serupa dengan penelitian perjalanan karir kriminal ini adalah penelitian deskriptif yang melibatkan banyak orang, tidak membatasi diri pada mereka yang pernah menjalani hukuman, sehingga termasuk juga orang-orang yang dalam perjalanan karir kriminalnya tidak pernah merasakan hukuman.
Contoh penelitian perjalanan karir yang oleh Mannheim dipandang terbaik adalah berbagai penelitian yang dilakukan oleh Gluecks, karena Gluecks mencari data dengan tidak mengandalkan data sekunder statistik kriminal. Sebagai contoh, dalam penelitian follow up terhadap 1000 orang yang mendapat hukuman percobaan tahun 1937 di County Essex New Jersey, Gluecks meneliti hasil dari hukuman percobaan tersebut selama kurun waktu sebelas tahun dalam hal penyesuaian diri dari para sampel terhadap sejumlah “wilayah kehidupan sosial” yang meliputi aspek fisik, mental, kekeluargaan dan ekonomi, dengan mengukur penyesuaian (adjusment) dan ketidakpenyesuaian (malddjustment) menurut sejumlah kriteria.
Penelitian tindak lanjut perjalanan karir kriminal yang pertama kali dilakukan oleh Gluecks adalah Five Hundred Criminals (1934), melibatkan 510 orang laki-laki yang selesai menjalani penghukuman karena memperoleh pembebasan bersyarat di Massachusetts Reformatory di Concord selama tahun 1921 dan 1922. Terdapat waktu selama lima tahun untuk mengukur hasil dari pelepasan bersyarat yang diberikan kepada mereka. Setelah anggota kelompok ini ditelusuri dan diketemukan keberadaannya (hal ini terbantu oleh adanya sistem identifikasi yang terpusat di Amerika Serikat), mereka diwawancarai oleh pekerja lapangan yang sangat berpengalaman. Informasi yang diperoleh oleh para petugas lapangan ini kemudian dibandingkan dengan sumber data lain. Melalui cara ini informasi mendalam yang reliabel tentang 510 orang tersebut yang meliputi berbagai aspek kehidupannya dianalisa. Hanya terdapat 27 kasus yang tidak diperoleh informasinya, 55 orang telah meninggal dunia. Melalui penelitian ini hanya terdapat 21.1 % anggota kelompok yang saja dapat dikategorikan sukses menjalani masa pembebasan bersyarat, 16.8 % sukses sebagian, dan 61.1 % gagal. Data ini berbeda total dari data resmi yang mengaku tingkat keberhasilan sebesar sekitar 80 % (Mannheim, 1973:137-138).
Penelitian follow up (tindak lanjut) merupakan bentuk penelitian yang mengikuti perjalanan (evolusi) karir kriminal sejumlah orang dalam periode waktu tertentu yang bersifat dinamis setelah mereka menjalani suatu program penghukuman. Penelitian ini tidak melihat aspek individual karir kriminal yang lebih merupakan penelitian studi kasus (Mannheim, 1973:135¬136). Oleh Blumstein, Cohen dan Farrington rumursan ini disebut sebagal karir kejahatan bukan penjahat karir.
Pada umumnya, penelitian ini dilakukan oleh para ahli penologi yang ingin mengetahui apa hasil dari penghukuman. Dengan demikian, penelitian ini dekat dengan penelitian tentang residivisme yang mencari tahu faktor apa sajakah yang menyebabkan timbulnya residivisme, apakah hal itu terkait dengan kegagalan pembinaan? Namun demikian, residivisme hanyalah merupakan salah satu aspek saja dari penelitian evolusi karir kriminal. Penelitian yang serupa dengan penelitian perjalanan karir kriminal ini adalah penelitian deskriptif yang melibatkan banyak orang, tidak membatasi diri pada mereka yang pernah menjalani hukuman, sehingga termasuk juga orang-orang yang dalam perjalanan karir kriminalnya tidak pernah merasakan hukuman.
Contoh penelitian perjalanan karir yang oleh Mannheim dipandang terbaik adalah berbagai penelitian yang dilakukan oleh Gluecks, karena Gluecks mencari data dengan tidak mengandalkan data sekunder statistik kriminal. Sebagai contoh, dalam penelitian follow up terhadap 1000 orang yang mendapat hukuman percobaan tahun 1937 di County Essex New Jersey, Gluecks meneliti hasil dari hukuman percobaan tersebut selama kurun waktu sebelas tahun dalam hal penyesuaian diri dari para sampel terhadap sejumlah “wilayah kehidupan sosial” yang meliputi aspek fisik, mental, kekeluargaan dan ekonomi, dengan mengukur penyesuaian (adjusment) dan ketidakpenyesuaian (malddjustment) menurut sejumlah kriteria.
Penelitian tindak lanjut perjalanan karir kriminal yang pertama kali dilakukan oleh Gluecks adalah Five Hundred Criminals (1934), melibatkan 510 orang laki-laki yang selesai menjalani penghukuman karena memperoleh pembebasan bersyarat di Massachusetts Reformatory di Concord selama tahun 1921 dan 1922. Terdapat waktu selama lima tahun untuk mengukur hasil dari pelepasan bersyarat yang diberikan kepada mereka. Setelah anggota kelompok ini ditelusuri dan diketemukan keberadaannya (hal ini terbantu oleh adanya sistem identifikasi yang terpusat di Amerika Serikat), mereka diwawancarai oleh pekerja lapangan yang sangat berpengalaman. Informasi yang diperoleh oleh para petugas lapangan ini kemudian dibandingkan dengan sumber data lain. Melalui cara ini informasi mendalam yang reliabel tentang 510 orang tersebut yang meliputi berbagai aspek kehidupannya dianalisa. Hanya terdapat 27 kasus yang tidak diperoleh informasinya, 55 orang telah meninggal dunia. Melalui penelitian ini hanya terdapat 21.1 % anggota kelompok yang saja dapat dikategorikan sukses menjalani masa pembebasan bersyarat, 16.8 % sukses sebagian, dan 61.1 % gagal. Data ini berbeda total dari data resmi yang mengaku tingkat keberhasilan sebesar sekitar 80 % (Mannheim, 1973:137-138).
Penelitian deskriptif (longitudinal study)
Penelitian evolusi karir kriminal yang oleh Mannheim disebut sebagai penelitian deskriptif berbeda dari penelitian tindak lanjut. Dalam penelitian deskriptif ini sampel penelitiannya tidak hanya mereka yang pernah berhubungan dengan lembaga penghukuman, tetapi juga mereka Yang tidak pernah berhubungan dengan lembaga penghukuman. Penelitian¬penelitian tersebut bertujuan mengetahui struktur massa (pola) penjahat karir sebagai unsur penting dalam kehidupan sosial dan menyajikan data yang lebih segar dibandingkan statistik kriminal (Mannheim, 1973: 139). Belakangan ini, penelitian semacam ini disebut sebagai penelitian jangka panjang (longitudinal study). Penelitian jangka panjang ini, sebagaimana ditelaah oleh Blumstein, Cohen, dan Farrington (1988) dapat merupakan pengumpulan data ke depan (prospektif), dapat juga ke belakang (retrospektif). Dalam penelitian jangka panjang tersebut, biasanya peneliti mempergunakan sampel cohort yaitu sampel populasi yang ditarik berdasarkan persamaan tahun kelahiran dan berasal dari satu wilayah yang sama. Sampel tersebut diteliti dalam jangka panjang yang secara berkala dievaluasi keadaannya. Penelitian semacam ini jelas membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Penelitian jangka panjang prospektif misalnya meneliti sampel cohort setiap mencapai usia 11 tahun hingga usia 20 tahun. Sampel diminta untuk mengingat frekuensi pelanggaran yang pernah dilakukan pada tahun sebelumnya. Sementara itu, penelitian jangka panjang retrospektif meneliti pelanggaran yang pernah dilakukan oleh sampel pada setiap usia 10 sampai 19 tahun yang ditanyakan ketika sampel berusia 20 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Gluecks (1940) misalnya, mempergunakan data longitudinal penahanan terhadap 1000 anak delinkuen selama rata-rata 3 tahun sebelum mereka dikirim ke Pengadilan Anak Boston pada usia rata-rata 13,5 tahun yang diikuti selama 15 tahun semenjak berakhirnya masa pembinaan. Gluecks mengamati tipe pelanggaran yang dilakukan anak setiap interval 5 tahun. Dengan demikian, terdapat 4 kali pengamatan, termasuk pengamatan pertama sebelum anak-anak tersebut dikirim ke Pengadilan Anak, yaitu ketika mereka ditangkap dan ditahan (Usia < 14), pengamatan kedua (14-19), pengamatan ketiga (19-24), dan pengamatan keempat (24-29).
Penelitian yang dilakukan oleh Barnett, Blumstein, dan Farrington (1989) merupakan penelitian karir kriminal yang ' bersifat prospektif. Penelitian ini merupakan analisa lanjutan terhadap sampel cohort anak laki¬laki London yang sudah diteliti pada usia 10 tahun hingga 25 tahun, yang meneliti karir kriminal berganda yang dilaporkan pada tahun 1987. Survai yang dilakukan sebelumnya melibatkan 411 laki-laki. Pada waktu pertama kali diteliti pada tahun 1961-1962, mereka bertempat tinggal di daerah pekerja di London. Sebagai kriteria penarikan sampel adalah mereka yang berusia 8 hingga 9 tahun dan terdaftar pada 6 sekolah dasar negeri yang berada dalam radius 1 mil dari kantor peneliti. Pada umumnya anak-anak laki-laki yang merupakan sampel cohort tersebut berkulit putih, berasal dari Uniteed Kingdom dan Irlandia serta dari keluarga kelas pekerja. Sampel ini telah diwawancarai selama 8 kali ketika mereka berusia 8 hingga 32 tahun (B,B,F, 1989:375). Data pelanggaran yang dilakukan oleh anggota sampel diperoleh dari Kantor Pencatatan Kejahatan di London.
Penelitian jangka panjang harus dibedakan dari penelitian cross¬sectional, yaitu penelitian yang melihat perbedaan keadaan kelompok¬kelompok sampel menurut usia yang berbeda. Persoalan metodologis yang mencolok dari penelitian ini adalah,anggota sampel pada setiap kelompok usia adalah berbeda, sehingga sangat riskan untuk dapat ditafsirkan sebagai representasi karir kriminal. Beda halnya dari penelitian jangka panjang, yang anggota sampelnya tetap hanya diwawancara berulang-ulang ketika berada pada usia tertentu.
Penelitian evolusi karir kriminal yang oleh Mannheim disebut sebagai penelitian deskriptif berbeda dari penelitian tindak lanjut. Dalam penelitian deskriptif ini sampel penelitiannya tidak hanya mereka yang pernah berhubungan dengan lembaga penghukuman, tetapi juga mereka Yang tidak pernah berhubungan dengan lembaga penghukuman. Penelitian¬penelitian tersebut bertujuan mengetahui struktur massa (pola) penjahat karir sebagai unsur penting dalam kehidupan sosial dan menyajikan data yang lebih segar dibandingkan statistik kriminal (Mannheim, 1973: 139). Belakangan ini, penelitian semacam ini disebut sebagai penelitian jangka panjang (longitudinal study). Penelitian jangka panjang ini, sebagaimana ditelaah oleh Blumstein, Cohen, dan Farrington (1988) dapat merupakan pengumpulan data ke depan (prospektif), dapat juga ke belakang (retrospektif). Dalam penelitian jangka panjang tersebut, biasanya peneliti mempergunakan sampel cohort yaitu sampel populasi yang ditarik berdasarkan persamaan tahun kelahiran dan berasal dari satu wilayah yang sama. Sampel tersebut diteliti dalam jangka panjang yang secara berkala dievaluasi keadaannya. Penelitian semacam ini jelas membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Penelitian jangka panjang prospektif misalnya meneliti sampel cohort setiap mencapai usia 11 tahun hingga usia 20 tahun. Sampel diminta untuk mengingat frekuensi pelanggaran yang pernah dilakukan pada tahun sebelumnya. Sementara itu, penelitian jangka panjang retrospektif meneliti pelanggaran yang pernah dilakukan oleh sampel pada setiap usia 10 sampai 19 tahun yang ditanyakan ketika sampel berusia 20 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Gluecks (1940) misalnya, mempergunakan data longitudinal penahanan terhadap 1000 anak delinkuen selama rata-rata 3 tahun sebelum mereka dikirim ke Pengadilan Anak Boston pada usia rata-rata 13,5 tahun yang diikuti selama 15 tahun semenjak berakhirnya masa pembinaan. Gluecks mengamati tipe pelanggaran yang dilakukan anak setiap interval 5 tahun. Dengan demikian, terdapat 4 kali pengamatan, termasuk pengamatan pertama sebelum anak-anak tersebut dikirim ke Pengadilan Anak, yaitu ketika mereka ditangkap dan ditahan (Usia < 14), pengamatan kedua (14-19), pengamatan ketiga (19-24), dan pengamatan keempat (24-29).
Penelitian yang dilakukan oleh Barnett, Blumstein, dan Farrington (1989) merupakan penelitian karir kriminal yang ' bersifat prospektif. Penelitian ini merupakan analisa lanjutan terhadap sampel cohort anak laki¬laki London yang sudah diteliti pada usia 10 tahun hingga 25 tahun, yang meneliti karir kriminal berganda yang dilaporkan pada tahun 1987. Survai yang dilakukan sebelumnya melibatkan 411 laki-laki. Pada waktu pertama kali diteliti pada tahun 1961-1962, mereka bertempat tinggal di daerah pekerja di London. Sebagai kriteria penarikan sampel adalah mereka yang berusia 8 hingga 9 tahun dan terdaftar pada 6 sekolah dasar negeri yang berada dalam radius 1 mil dari kantor peneliti. Pada umumnya anak-anak laki-laki yang merupakan sampel cohort tersebut berkulit putih, berasal dari Uniteed Kingdom dan Irlandia serta dari keluarga kelas pekerja. Sampel ini telah diwawancarai selama 8 kali ketika mereka berusia 8 hingga 32 tahun (B,B,F, 1989:375). Data pelanggaran yang dilakukan oleh anggota sampel diperoleh dari Kantor Pencatatan Kejahatan di London.
Penelitian jangka panjang harus dibedakan dari penelitian cross¬sectional, yaitu penelitian yang melihat perbedaan keadaan kelompok¬kelompok sampel menurut usia yang berbeda. Persoalan metodologis yang mencolok dari penelitian ini adalah,anggota sampel pada setiap kelompok usia adalah berbeda, sehingga sangat riskan untuk dapat ditafsirkan sebagai representasi karir kriminal. Beda halnya dari penelitian jangka panjang, yang anggota sampelnya tetap hanya diwawancara berulang-ulang ketika berada pada usia tertentu.
Studi kasus individual
Seringkali studi kasus individual dianggap kurang mempunyai nilai ilmiah karena dianggap tidak dapat dijadikan landasan untuk generalisasi, dan lebih jauh tidak dapat dijadikan landasan untuk membangun teori. Berdasarkan pandangan seperti itu, maka dengan demikian untuk melakukan studi kasus harus memperhatikan kritik tersebut. Selain itu, setiap penelitian ilmiah harus berambisi untuk dapat melakukan generalisasi atas hasil penelitiannya, yang pada akhirnya akan meningkatkan bobot manfaat ilmiahnya.
Terdapat beberapa strategi yang dikembangkan oleh para ahli kriminologi dalam melakukan studi kasus individual agar supaya hasil penelitiannya mempunyai bobot ilmiah yang tinggi. Sutherland, dalam Professional Thief (1937) misalnya, meneliti satu kasus yang is beri nama'Chic Conwell' untuk menggambarkan riwayat hidup seorang pencuri profesional. Riwayat hidup Chic Conwell tadi, yang menjalani profesinya sebagai pencuri hampir selama dua puluh tahun terus-menerus, oleh Sutherland dianggap merupakan wakil (representasi) dari riwayat hidup pencuri profesional, yang polanya akan ditemukan juga pada pencuri profesional yang lainnya. Bahkan Sutherland mengakui bahwa penelitian yang dilakukan terhadap seorang pelaku kejahatan tersebut telah mendukung hipotesanya yang tersusun dalam Differential Association Theory. Bagaimana Sutherland berani mengklaim bahwa penelitian terhadap satu orang mendukung hipotesanya ternyata tidak sederhana.
Pertama, berdasarkan definisi yang jelas tentang pencuri profesional, is memilih kasus yang mewakili ciri pencuri profesional. Definisi pencuri profesional ini adalah bahwa mereka membentuk kelompok yang mempunyai ciri-ciri khas yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, dan seseorang tidak akan disebut sebagai pencuri profesional bila is tidak diakui sebagai demikian oleh pencuri profesional yang lain dan oleh kelompoknya (Mannheim, 1965: 158). Dari prosedur yang dilakukan oleh Sutherland tersebut dapat disimpulkan bahwa penarikan kasus (bukan responden) harus berdasarkan ciri umumnya (kasus 'rata-rata') dan bukan merupakan kasus yang ekstrim.
Dalam melakukan penelitiannya, Sutherland meminta subyek kasusnya untuk menuliskan riwayat hidupnya. Uraian riwayat hidup yang ditulis oleh subyek kasusnya diverifikasi melalui dua cara. Pertama, kurang lebih sebanyak dua pertiga uraian riwayat hidup yang ditulis oleh kasusnya didasarkan pada topik dan pertanyaan yang diajukan oleh Sutherland. Kedua, Sutherland dan kasusnya mendiskusikan tulisan tadi selama kurang lebih tujuh jam seminggu selama dua belas minggu. Segera setelah diskusi, hasilnya ditulis oleh Sutherland dengan mempergunakan kata-kata ash yang diucapkan oleh kasusnya. Sutherland mengedit naskah tersebut untuk membuat hubungan antar paragraf, sistematika, dan sedapat mungkin menghilangkan duplikasi, dengan tetap menjaga gagasan-gagasan, sikap¬sikap, dan ungkapan-ungkapan yang hidup di kalangan pencuri profesional. Naskah yang sudah diedit dibaca lagi oleh kasusnya dan is menyarankan beberapa koreksi. Nama-nama orang dan tempat telah diganti untuk melindungi identitas kasusnya.
Diakui oleh Sutherland, uraian riwayat hidup kasusnya mungkin saja terbatas dan bias. Untuk memperbaiki kemungkinan bias, Sutherland meminta empat orang pencuri profesional yang lain untuk membaca naskah yang ditulis oleh kasusnya. Selain itu, dengan tanpa menyerahkan naskah untuk dibaca, Sutherland juga mendiskusikan gagasan dan berbagai permasalahannya dengan beberapa pencuri profesional yang lainnya lagi, dengan beberapa wakil dari pejabat pemerintah setempat, dengan polisi swasta, dan beberapa penjaga toko. Informasi, komentar dari sumber¬sumber selain kasusnya tersebut oleh Sutherland dikonfirmasi lagi secara lisan maupun melalui tulisan. Semua informasi, baik dari kasusnya atau sumber lain dianalisa berdasarkan berbagai kepustakaan tentang pencuri profesional. Komentar dan analisa Sutherland tentang riwayat hidup kasusnya ditempatkan sebagai catatan kaki. Menurut Sutherland, secara
umum, komentar dan informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain selain subyek kasusnya, tidak menunjukkan penolakan terhadap naskah yang ditulis oleh subyek kasus.
Strategi lain yang dipergunakan untuk melakukan studi kasus individual agar mempunyai nilai ilmiah yang tinggi adalah dengan memperbanyak kasus yang dipelajari. Hal ini, misalnya, dilakukan oleh Clifford Shaw dalam buku-bukunya The Jack-Roller (1930) dan Natural History of a Delinquent Career (1931). Shaw menulis riwayat hidup kasusnya berdasarkan apa yang diceritakan bleh kasus-kasusnya kepadanya melalui wawancara pribadi, yang dicatat dengan mempergunakan tulisan steno. Shaw mewawancarai kasus-kasusnya selama masa 6 tahun. la berpendapat bahwa cerita yang diperoleh dari kasus-kasusnya harus diperiksa kebenarannya, ditambah dengan sumber lain berupa wawancara dengan kerabat, teman-teman para kasus dan catatan polisi.
Penelitian studi kasus lain yang dilakukan oleh Shaw adalah Brothers in Crime. Ia membutuhkan waktu 16 tahun untuk berhubungan dengan kasusnya. Dalam penelitian ini, lima orang bersaudara yang menjalani karir kriminal diteliti persamaan dan perbedaannya. Di luar masalah perbedaan kepribadian mereka, karir kriminal mereka disimpulkan sebagai contoh khas hubungan antara delinkuensi dengan konflik budaya dari para imigran miskin di Amerika Serikat (Mannheim, 1965:157).
Donald R. Cressey dalam karyanya Other People's Money (1953) meneliti riwayat hidup dari 300 narapidana yang sedang menjalani hukuman karena melakukan kejahatan penggelapan. 150 orang dari narapidana yang dijadikan kasus diwawancarai secara mendalam. Selain itu is juga mempelajari ratusan riwayat kasus yang pernah dikumpulkan oleh peneliti lain.
Cressey menguraikan bagaimana is melakukan penelitiannya dengan menceritakan bahwa is meluangkan waktu hampir selama satu tahun di Penjara Negara Bagian Illinois untuk mewawancarai pelaku penggelapan, dan melakukan hal yang sama selama satu tahun juga di Penjara California. Semula, Cressey menganggap bahwa is sudah memperoleh cukup data, sehingga is menulis artikel berdasarkan wawancara dan analisa terhadap datanya tersebut. Artikel tersebut mengundang kritik karena tidak cukup memasukkan pelaku penggelapan dalam bidang perbankan yang merupakan pelanggaran terhadap undang¬undang federal sebagai kasusnya. Oleh karena itu Cressey meluangkan waktu selama musim panas mewawancarai pelaku penggelapan di bidang perbankan yang sedang menjalani hukuman di Penjara Federal.
Berdasarkan catatan wawancara yang jumlahnya ratusan halaman, Cressey berusaha membuat generalisasi kasus-kasus penggelapan. Cara yang dilakukan adalah mengkonfirmasi apakah hipotesa yang telah disusun didukung oleh bukti empiris dari kasusnya. Bila hipotesa tersebut tidak terdukung oleh data empiris dari kasusnya, maka Crresey merumuskan ulang hipotesanya. Setelah melakukan lima kali usaha konfirmasi hipotesa yang dirumuskan dengan data yang dimiliki, rumusan hipotesa yang kelima kali menunjukkan bahwa hipotesa tersebut terkonfirmasi oleh datanya (Lihat Kidder et.al. 1981: 103). Kidder et.al. menyebut cara yang ditempuh oleh Cressey dalam mengkonfirmasi hipotesa sebagai analisa kasus negatif, yaitu peneliti mencermati data yang tidak mengkonfirmasi hipotesa. Apabila terdapat satu kasus negatif, peneliti merevisi hipotesanya agar sesuai dengan realitas kasusnya (Kidder, et.al. lbid).
Hipotesa yang dirumuskan oleh Cressey melalui analisa kasus negatif tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa manajer melakukan pelanggaran, yaitu karena adanya tiga tahap proses psikologis:
(1) Terdapat perasaan bahwa masalah keuangan pribadi tidak dapat diceritakan kepada orang lain;
(2) Adanya pengetahuan bagaimana memecahkan masalah keuangan tersebut, yaitu dengan cara melanggar kepercayaan keuangan;
(3) Adanya kemampuan untuk membuat dalih yang mencerminkan bahwa tindakan penggelapan tidak bertentangan dengan citra dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya (Cressey, 1986:198-199).
Setiap tahapan tadi dikonfirmasikan melalui ucapan-ucapan yang dipergunakan oleh subyek kasus-kasusnya. Hal itu diawali dengan menyatakan frekuensi atau prosentase dari kasusnya yang pernyataannya mendukung tahapan psikologis tersebut. Meskipun sesungguhnya hipotesa yang dirumuskan oleh Cressey tersebut dapat disebut sebagai teori, namon dalam setiap tulisannya yang membahas kecurangan manajer, is tetap menyebutnya sebagai hipotesa. Selain itu, dalam tulisan-tulisannya yang terbaru tentang kecurangan manajer is berusaha memberikan data empiris baru untuk menunjukkan bahwa hipotesanya masih berlaku. Data empiris baru tadi misalnya diambil dari surat pembaca suatu harian yang menceritakan adanya tahapan proses psikologis ketika orang melakukan kecurangan.
Edwin Lemert (1956) membuat pedoman sistematika untuk melakukan penulisan (penelitian) penyimpangan pada seorang individu. Pedoman tersebut dapat dijadikan acuan bila kita melakukan penelitian karir kriminal seorang individu. Pedoman tersebut dibagi dalam empat bagian terdiri dari:
1. Realitas Penyimpangan (The Nature of the Deviation). Bagian ini dibagi lagi menjadi lima sub bagian yang masing-masing adalah:
a. Uraikan penyimpangan secara rinci dalam hal bagaimana seseorang atau orang-orang melakukan penyimpangan dari yang normal. Usahakan untuk membedakan variasi biologis dari variasi tingkah laku apabila terdapat variasi biologis. Ukur atau perkirakan secara umum seberapa besar penyimpangan yang terjadi.
b. Lakukan perbedaan penyimpangan secara kontekstual. Apakah penyimpangan tersebut bersifat reaksi simptomatis, tingkah laku situasional, atau merupakan tingkah laku sistema.
c. Apabila terdapat sub kebudayaan yang berkaitan dengan penyimpangan (dengan tidak mempedulikan apakah kasus berpartisipasi pada sub kebudayaan penyimpangan tersebut), uraikan folkways, teknik dan ketrampilan, serta moresnya. Berdasarkan mores, tunjukkan perbedaan antara pelarangan, pembolehan dan kompulsif.
d. Apabila ada, uraikan kelompok penyimpangan (organisasi) seperti kelompok pencopet, penodong dsb. Bagaimana rekruitmen anggota kelompok, kepemimpinan, pengendalian sosial anggotanya.
e. Bagaimana lingkungan khusus pelaku penyimpangan.
2. Reaksi Sosial Terhadap Penyimpang (Social Reaction to Delinquent) Bagian ini terdiri dari lima sub bagian yang terdiri dari:
a. Bagaimana reaksi umum terhadap pelaku penyimpangan: menerima, menolak, tidak konsisten.
b. Apa yang merupakan definisi sosial penyimpangan.
c. Bagaimana jarak sosial pelaku penyimpangan dengan masyarakat.
d. Apakah terdapat budaya eksploitatif oleh agen-agen komersial, pelaku penyimpangan lain, agen ilegal.
e. Apa yang merupakan tujuan dari pengendalian sosial.
3. Riwayat Hidup Pelaku Penyimpangan (Life History of the Deviant) Bagian ini terdiri dari enam sub bagian yang masing-masing adalah:
a. Uraikan riwayat hidup pelaku penyimpangan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, apakah terdapat "titik kritis" yang penting
b. Bagaimana reaksi keluarga (proses belajar).
c. Bagaimana reaksi khusus terhadap pelaku.
d. Apakah pelaku menjadi anggota dari organisasi / kelompok penyimpang.
e. Apa konsepsi diri dari pelaku.
f. Bagaimana penyesuaian diri pelaku.
4. Partisipasi Sosial (Social Participation)
a. Bagaimana status pekerjaan pelaku, dan tingkat penghasilannya.
b. Bagaimana partisipasi sosial dari pelaku terhadap kehidupan keluarga dan seks.
c. Bagaimana partisipasi politik, agama, pendidikan, rekreasi dan lain-lain aspek partisipasi yang dapat mempengaruhi pelaku.
Seringkali studi kasus individual dianggap kurang mempunyai nilai ilmiah karena dianggap tidak dapat dijadikan landasan untuk generalisasi, dan lebih jauh tidak dapat dijadikan landasan untuk membangun teori. Berdasarkan pandangan seperti itu, maka dengan demikian untuk melakukan studi kasus harus memperhatikan kritik tersebut. Selain itu, setiap penelitian ilmiah harus berambisi untuk dapat melakukan generalisasi atas hasil penelitiannya, yang pada akhirnya akan meningkatkan bobot manfaat ilmiahnya.
Terdapat beberapa strategi yang dikembangkan oleh para ahli kriminologi dalam melakukan studi kasus individual agar supaya hasil penelitiannya mempunyai bobot ilmiah yang tinggi. Sutherland, dalam Professional Thief (1937) misalnya, meneliti satu kasus yang is beri nama'Chic Conwell' untuk menggambarkan riwayat hidup seorang pencuri profesional. Riwayat hidup Chic Conwell tadi, yang menjalani profesinya sebagai pencuri hampir selama dua puluh tahun terus-menerus, oleh Sutherland dianggap merupakan wakil (representasi) dari riwayat hidup pencuri profesional, yang polanya akan ditemukan juga pada pencuri profesional yang lainnya. Bahkan Sutherland mengakui bahwa penelitian yang dilakukan terhadap seorang pelaku kejahatan tersebut telah mendukung hipotesanya yang tersusun dalam Differential Association Theory. Bagaimana Sutherland berani mengklaim bahwa penelitian terhadap satu orang mendukung hipotesanya ternyata tidak sederhana.
Pertama, berdasarkan definisi yang jelas tentang pencuri profesional, is memilih kasus yang mewakili ciri pencuri profesional. Definisi pencuri profesional ini adalah bahwa mereka membentuk kelompok yang mempunyai ciri-ciri khas yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, dan seseorang tidak akan disebut sebagai pencuri profesional bila is tidak diakui sebagai demikian oleh pencuri profesional yang lain dan oleh kelompoknya (Mannheim, 1965: 158). Dari prosedur yang dilakukan oleh Sutherland tersebut dapat disimpulkan bahwa penarikan kasus (bukan responden) harus berdasarkan ciri umumnya (kasus 'rata-rata') dan bukan merupakan kasus yang ekstrim.
Dalam melakukan penelitiannya, Sutherland meminta subyek kasusnya untuk menuliskan riwayat hidupnya. Uraian riwayat hidup yang ditulis oleh subyek kasusnya diverifikasi melalui dua cara. Pertama, kurang lebih sebanyak dua pertiga uraian riwayat hidup yang ditulis oleh kasusnya didasarkan pada topik dan pertanyaan yang diajukan oleh Sutherland. Kedua, Sutherland dan kasusnya mendiskusikan tulisan tadi selama kurang lebih tujuh jam seminggu selama dua belas minggu. Segera setelah diskusi, hasilnya ditulis oleh Sutherland dengan mempergunakan kata-kata ash yang diucapkan oleh kasusnya. Sutherland mengedit naskah tersebut untuk membuat hubungan antar paragraf, sistematika, dan sedapat mungkin menghilangkan duplikasi, dengan tetap menjaga gagasan-gagasan, sikap¬sikap, dan ungkapan-ungkapan yang hidup di kalangan pencuri profesional. Naskah yang sudah diedit dibaca lagi oleh kasusnya dan is menyarankan beberapa koreksi. Nama-nama orang dan tempat telah diganti untuk melindungi identitas kasusnya.
Diakui oleh Sutherland, uraian riwayat hidup kasusnya mungkin saja terbatas dan bias. Untuk memperbaiki kemungkinan bias, Sutherland meminta empat orang pencuri profesional yang lain untuk membaca naskah yang ditulis oleh kasusnya. Selain itu, dengan tanpa menyerahkan naskah untuk dibaca, Sutherland juga mendiskusikan gagasan dan berbagai permasalahannya dengan beberapa pencuri profesional yang lainnya lagi, dengan beberapa wakil dari pejabat pemerintah setempat, dengan polisi swasta, dan beberapa penjaga toko. Informasi, komentar dari sumber¬sumber selain kasusnya tersebut oleh Sutherland dikonfirmasi lagi secara lisan maupun melalui tulisan. Semua informasi, baik dari kasusnya atau sumber lain dianalisa berdasarkan berbagai kepustakaan tentang pencuri profesional. Komentar dan analisa Sutherland tentang riwayat hidup kasusnya ditempatkan sebagai catatan kaki. Menurut Sutherland, secara
umum, komentar dan informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain selain subyek kasusnya, tidak menunjukkan penolakan terhadap naskah yang ditulis oleh subyek kasus.
Strategi lain yang dipergunakan untuk melakukan studi kasus individual agar mempunyai nilai ilmiah yang tinggi adalah dengan memperbanyak kasus yang dipelajari. Hal ini, misalnya, dilakukan oleh Clifford Shaw dalam buku-bukunya The Jack-Roller (1930) dan Natural History of a Delinquent Career (1931). Shaw menulis riwayat hidup kasusnya berdasarkan apa yang diceritakan bleh kasus-kasusnya kepadanya melalui wawancara pribadi, yang dicatat dengan mempergunakan tulisan steno. Shaw mewawancarai kasus-kasusnya selama masa 6 tahun. la berpendapat bahwa cerita yang diperoleh dari kasus-kasusnya harus diperiksa kebenarannya, ditambah dengan sumber lain berupa wawancara dengan kerabat, teman-teman para kasus dan catatan polisi.
Penelitian studi kasus lain yang dilakukan oleh Shaw adalah Brothers in Crime. Ia membutuhkan waktu 16 tahun untuk berhubungan dengan kasusnya. Dalam penelitian ini, lima orang bersaudara yang menjalani karir kriminal diteliti persamaan dan perbedaannya. Di luar masalah perbedaan kepribadian mereka, karir kriminal mereka disimpulkan sebagai contoh khas hubungan antara delinkuensi dengan konflik budaya dari para imigran miskin di Amerika Serikat (Mannheim, 1965:157).
Donald R. Cressey dalam karyanya Other People's Money (1953) meneliti riwayat hidup dari 300 narapidana yang sedang menjalani hukuman karena melakukan kejahatan penggelapan. 150 orang dari narapidana yang dijadikan kasus diwawancarai secara mendalam. Selain itu is juga mempelajari ratusan riwayat kasus yang pernah dikumpulkan oleh peneliti lain.
Cressey menguraikan bagaimana is melakukan penelitiannya dengan menceritakan bahwa is meluangkan waktu hampir selama satu tahun di Penjara Negara Bagian Illinois untuk mewawancarai pelaku penggelapan, dan melakukan hal yang sama selama satu tahun juga di Penjara California. Semula, Cressey menganggap bahwa is sudah memperoleh cukup data, sehingga is menulis artikel berdasarkan wawancara dan analisa terhadap datanya tersebut. Artikel tersebut mengundang kritik karena tidak cukup memasukkan pelaku penggelapan dalam bidang perbankan yang merupakan pelanggaran terhadap undang¬undang federal sebagai kasusnya. Oleh karena itu Cressey meluangkan waktu selama musim panas mewawancarai pelaku penggelapan di bidang perbankan yang sedang menjalani hukuman di Penjara Federal.
Berdasarkan catatan wawancara yang jumlahnya ratusan halaman, Cressey berusaha membuat generalisasi kasus-kasus penggelapan. Cara yang dilakukan adalah mengkonfirmasi apakah hipotesa yang telah disusun didukung oleh bukti empiris dari kasusnya. Bila hipotesa tersebut tidak terdukung oleh data empiris dari kasusnya, maka Crresey merumuskan ulang hipotesanya. Setelah melakukan lima kali usaha konfirmasi hipotesa yang dirumuskan dengan data yang dimiliki, rumusan hipotesa yang kelima kali menunjukkan bahwa hipotesa tersebut terkonfirmasi oleh datanya (Lihat Kidder et.al. 1981: 103). Kidder et.al. menyebut cara yang ditempuh oleh Cressey dalam mengkonfirmasi hipotesa sebagai analisa kasus negatif, yaitu peneliti mencermati data yang tidak mengkonfirmasi hipotesa. Apabila terdapat satu kasus negatif, peneliti merevisi hipotesanya agar sesuai dengan realitas kasusnya (Kidder, et.al. lbid).
Hipotesa yang dirumuskan oleh Cressey melalui analisa kasus negatif tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa manajer melakukan pelanggaran, yaitu karena adanya tiga tahap proses psikologis:
(1) Terdapat perasaan bahwa masalah keuangan pribadi tidak dapat diceritakan kepada orang lain;
(2) Adanya pengetahuan bagaimana memecahkan masalah keuangan tersebut, yaitu dengan cara melanggar kepercayaan keuangan;
(3) Adanya kemampuan untuk membuat dalih yang mencerminkan bahwa tindakan penggelapan tidak bertentangan dengan citra dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya (Cressey, 1986:198-199).
Setiap tahapan tadi dikonfirmasikan melalui ucapan-ucapan yang dipergunakan oleh subyek kasus-kasusnya. Hal itu diawali dengan menyatakan frekuensi atau prosentase dari kasusnya yang pernyataannya mendukung tahapan psikologis tersebut. Meskipun sesungguhnya hipotesa yang dirumuskan oleh Cressey tersebut dapat disebut sebagai teori, namon dalam setiap tulisannya yang membahas kecurangan manajer, is tetap menyebutnya sebagai hipotesa. Selain itu, dalam tulisan-tulisannya yang terbaru tentang kecurangan manajer is berusaha memberikan data empiris baru untuk menunjukkan bahwa hipotesanya masih berlaku. Data empiris baru tadi misalnya diambil dari surat pembaca suatu harian yang menceritakan adanya tahapan proses psikologis ketika orang melakukan kecurangan.
Edwin Lemert (1956) membuat pedoman sistematika untuk melakukan penulisan (penelitian) penyimpangan pada seorang individu. Pedoman tersebut dapat dijadikan acuan bila kita melakukan penelitian karir kriminal seorang individu. Pedoman tersebut dibagi dalam empat bagian terdiri dari:
1. Realitas Penyimpangan (The Nature of the Deviation). Bagian ini dibagi lagi menjadi lima sub bagian yang masing-masing adalah:
a. Uraikan penyimpangan secara rinci dalam hal bagaimana seseorang atau orang-orang melakukan penyimpangan dari yang normal. Usahakan untuk membedakan variasi biologis dari variasi tingkah laku apabila terdapat variasi biologis. Ukur atau perkirakan secara umum seberapa besar penyimpangan yang terjadi.
b. Lakukan perbedaan penyimpangan secara kontekstual. Apakah penyimpangan tersebut bersifat reaksi simptomatis, tingkah laku situasional, atau merupakan tingkah laku sistema.
c. Apabila terdapat sub kebudayaan yang berkaitan dengan penyimpangan (dengan tidak mempedulikan apakah kasus berpartisipasi pada sub kebudayaan penyimpangan tersebut), uraikan folkways, teknik dan ketrampilan, serta moresnya. Berdasarkan mores, tunjukkan perbedaan antara pelarangan, pembolehan dan kompulsif.
d. Apabila ada, uraikan kelompok penyimpangan (organisasi) seperti kelompok pencopet, penodong dsb. Bagaimana rekruitmen anggota kelompok, kepemimpinan, pengendalian sosial anggotanya.
e. Bagaimana lingkungan khusus pelaku penyimpangan.
2. Reaksi Sosial Terhadap Penyimpang (Social Reaction to Delinquent) Bagian ini terdiri dari lima sub bagian yang terdiri dari:
a. Bagaimana reaksi umum terhadap pelaku penyimpangan: menerima, menolak, tidak konsisten.
b. Apa yang merupakan definisi sosial penyimpangan.
c. Bagaimana jarak sosial pelaku penyimpangan dengan masyarakat.
d. Apakah terdapat budaya eksploitatif oleh agen-agen komersial, pelaku penyimpangan lain, agen ilegal.
e. Apa yang merupakan tujuan dari pengendalian sosial.
3. Riwayat Hidup Pelaku Penyimpangan (Life History of the Deviant) Bagian ini terdiri dari enam sub bagian yang masing-masing adalah:
a. Uraikan riwayat hidup pelaku penyimpangan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, apakah terdapat "titik kritis" yang penting
b. Bagaimana reaksi keluarga (proses belajar).
c. Bagaimana reaksi khusus terhadap pelaku.
d. Apakah pelaku menjadi anggota dari organisasi / kelompok penyimpang.
e. Apa konsepsi diri dari pelaku.
f. Bagaimana penyesuaian diri pelaku.
4. Partisipasi Sosial (Social Participation)
a. Bagaimana status pekerjaan pelaku, dan tingkat penghasilannya.
b. Bagaimana partisipasi sosial dari pelaku terhadap kehidupan keluarga dan seks.
c. Bagaimana partisipasi politik, agama, pendidikan, rekreasi dan lain-lain aspek partisipasi yang dapat mempengaruhi pelaku.
Selanjutnya Lemert memberikan catatan bahwa untuk menuliskan laporan kasus seperti pedoman tersebut memerlukan data sekunder berupa kepustakaan yang relevan.
Masalah metodologis penelitian karir kriminal
Karena penelitian terhadap karir kriminal dapat dilakukan dengan mempergunakan pendekatan yang berbeda-beda, seperti studi kasus individual (tunggal maupun berganda), follow up, maupun jangka panjang, maka setiap pendekatan mempunyai persoalan metodologis yang berbeda¬beda.
1. Persoalan metodologis dalam pendekatan studi kasus
Karena penelitian terhadap karir kriminal dapat dilakukan dengan mempergunakan pendekatan yang berbeda-beda, seperti studi kasus individual (tunggal maupun berganda), follow up, maupun jangka panjang, maka setiap pendekatan mempunyai persoalan metodologis yang berbeda¬beda.
1. Persoalan metodologis dalam pendekatan studi kasus
individual (tunggal) dimulai ketika memilih seseorang yang akan dijadikan kasus. Pemilihan kasus tunggal tersebut harus mempertimbangkan bahwa hasil penelitian yang diperoleh mempunyai makna akademis yang tinggi. Untuk itu, dalam memilih kasus harus memilih kasus yang mewakili modus (gambaran umum) dari gejala yang diteliti.
2. Persoalan kedua berkenaan dengan penelitian studi kasus individual (tunggal) adalah, bagaimana caranya agar supaya data yang diperoleh dari seorang individu dapat digeneralisasi., Dalam menyikapi kedua masalah metodologis di atas, cara yang ditempuh oleh Sutherland dalam The Professional Thief adalah cara yang patut dipertimbangkan.
3. Dalam penelitian studi _ kasus individual (berganda) persoalan metodologis yang paling penting adalah bagaimana menganalisa data kualitatif yang jumlahnya sangat banyak yang hampir tidak mungkin diolah dengan mempergunakan statistik. Analisa negatif seperti yang dilakukan oleh Cressey dalam Other People's Money merupakan cara yang patut dilakukan. Metode falsifikasi dan ferivikasi sebagaimana dikedepankan oleh Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolutions (1966) juga patut dipertimbangkan.
4. Penelitian studi kasus individual (tunggal dan jamak) sering dikaitkan dengan perlu tidaknya hipotesa dalam penelitian tersebut. Dalam kaitan ini sesungguhnya, dalam setiap penelitian ilmiah, apapun pendekatannya, peneliti sudah harus mempunyai perkiraan jawaban penelitiannya. Perkiraan jawaban tersebut dapat dituangkan dalam bentuk hipotesa, dapat juga dalam bentuk kerangka teori. Bila rancangan jawaban penelitian tersebut dalam bentuk hipotesa, maka fungsi dari hipotesa tersebut akan berbeda tergantung dari pendekatannya. Dalam pendekatan kuantitatif, hipotesa yang diajukan akan diuji. Namun demikian, sesungguhnya yang diuji adalah apakah hipotesa yang seharusnya terkonfirmasi pada data sampel, berlaku juga pada tingkat populasi. Dengan demikian, aspek validitas data sudah harus terkonfirmasi terlebih dahulu
2. Persoalan kedua berkenaan dengan penelitian studi kasus individual (tunggal) adalah, bagaimana caranya agar supaya data yang diperoleh dari seorang individu dapat digeneralisasi., Dalam menyikapi kedua masalah metodologis di atas, cara yang ditempuh oleh Sutherland dalam The Professional Thief adalah cara yang patut dipertimbangkan.
3. Dalam penelitian studi _ kasus individual (berganda) persoalan metodologis yang paling penting adalah bagaimana menganalisa data kualitatif yang jumlahnya sangat banyak yang hampir tidak mungkin diolah dengan mempergunakan statistik. Analisa negatif seperti yang dilakukan oleh Cressey dalam Other People's Money merupakan cara yang patut dilakukan. Metode falsifikasi dan ferivikasi sebagaimana dikedepankan oleh Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolutions (1966) juga patut dipertimbangkan.
4. Penelitian studi kasus individual (tunggal dan jamak) sering dikaitkan dengan perlu tidaknya hipotesa dalam penelitian tersebut. Dalam kaitan ini sesungguhnya, dalam setiap penelitian ilmiah, apapun pendekatannya, peneliti sudah harus mempunyai perkiraan jawaban penelitiannya. Perkiraan jawaban tersebut dapat dituangkan dalam bentuk hipotesa, dapat juga dalam bentuk kerangka teori. Bila rancangan jawaban penelitian tersebut dalam bentuk hipotesa, maka fungsi dari hipotesa tersebut akan berbeda tergantung dari pendekatannya. Dalam pendekatan kuantitatif, hipotesa yang diajukan akan diuji. Namun demikian, sesungguhnya yang diuji adalah apakah hipotesa yang seharusnya terkonfirmasi pada data sampel, berlaku juga pada tingkat populasi. Dengan demikian, aspek validitas data sudah harus terkonfirmasi terlebih dahulu
sesuai dengan rancangan hipotesanya. Sementara itu, dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif, hipotesa tadi dapat berfungsi sebagai pengarah dalam pengumpulan data. Peneliti sudah harus mempunyai rancangan data apa sajakah yang dibutuhkan dalam penelitiannya, yang kemudian dituangkan dalam bentuk hipotesa. Seringkali hipotesa dalam penelitian kualitatif disebut juga sebagai hipotesa kerja atau hipotesa pengarah. Bila kita menelaah penelitian Cressey tentang Other People's Money, is pertama kali bertumpu pada validitas datanya. Sedangkan hipotesa yang dibuatnya justru dikonfirmasi kepada datanya apakah terbukti atau tidak. Dalam penelitian itu, Cressey melakukan revisi hipotesanya hingga lima kali.
5. Penelitian karir kriminal dengan pendekatan kuantitatif (follow up maupun jangka panjang) jelas mempunyai persoalan metodologis yang berbeda dari yang berpendekatan kualitatif. Meskipun kedua pendekatan kuantitatif tersebut diberi nama yang berbeda, namun keduanya mempunyai persamaan dalam hal mengumpulkan data dalam waktu jangka panjang yang dapat juga dikatakan sebagai pendekatan follow up. Persoalan metodologis yang utama dari penelitian karir kriminal dengan pendekatan kuantitatif pada dasarnya adalah sama, yakni bagaimana menjaga keutuhan sampel dalam waktu yang cukup lama. Dalam penelitian yang bersifat prospektif, ada kemungkinan sampel yang diteliti dalam perkembangannya tidak utuh seperti semula sehingga dapat mempengaruhi kualitas data yang diperoleh dalam suatu tahapan. Ketidakutuhan sampel dapat disebabkan oleh karena mereka berpindah tempat, maupun meninggal dunia. Dalam konteks Indonesia, ketika mobilitas horisontal tinggi berupa perpindahan penduduk dari desa ke kota atau melakukan diaspora ke negara lain, maka ketidakutuhan sampel adalah hal yang niscaya terjadi. Sementara itu, dalam penelitian yang bersifat retrospektif, aspek keutuhan sampel lebih berhubungan dengan kemampuan anggota sampel untuk mengingat tindakan¬-tindakan yang pernah dilakukan dalam masa lalu yang melampaui hitungan tahun tetapi per lima tahun.
5. Penelitian karir kriminal dengan pendekatan kuantitatif (follow up maupun jangka panjang) jelas mempunyai persoalan metodologis yang berbeda dari yang berpendekatan kualitatif. Meskipun kedua pendekatan kuantitatif tersebut diberi nama yang berbeda, namun keduanya mempunyai persamaan dalam hal mengumpulkan data dalam waktu jangka panjang yang dapat juga dikatakan sebagai pendekatan follow up. Persoalan metodologis yang utama dari penelitian karir kriminal dengan pendekatan kuantitatif pada dasarnya adalah sama, yakni bagaimana menjaga keutuhan sampel dalam waktu yang cukup lama. Dalam penelitian yang bersifat prospektif, ada kemungkinan sampel yang diteliti dalam perkembangannya tidak utuh seperti semula sehingga dapat mempengaruhi kualitas data yang diperoleh dalam suatu tahapan. Ketidakutuhan sampel dapat disebabkan oleh karena mereka berpindah tempat, maupun meninggal dunia. Dalam konteks Indonesia, ketika mobilitas horisontal tinggi berupa perpindahan penduduk dari desa ke kota atau melakukan diaspora ke negara lain, maka ketidakutuhan sampel adalah hal yang niscaya terjadi. Sementara itu, dalam penelitian yang bersifat retrospektif, aspek keutuhan sampel lebih berhubungan dengan kemampuan anggota sampel untuk mengingat tindakan¬-tindakan yang pernah dilakukan dalam masa lalu yang melampaui hitungan tahun tetapi per lima tahun.
Comments
Post a Comment