Biotrial Gagal Uji Coba Klinis Obat Baru
Obat baru memang sudah seharusnya melalui uji coba
langsung ke manusia. Tanpa pengujian ke manusia, obat baru belum tentu aman dan
tak akan tampak khasiatnya dibandingkan obat-obat sebelumnya.
===================
Naas nian nasib seorang pria asal Prancis ini. Dia yang
menjadi relawan uji coba klinis obat baru ini menderita kerusakan otak dan
beberapa saat kemudian meninggal dunia. Korban merupakan satu dari enam orang
yang dirawat di sebuah rumah sakit di kota Rennes karena menderita 'masalah
syaraf' setelah mengikuti uji coba obat baru. Dan lima korban lainnya kini dilaporkan
berada dalam keadaan stabil namun diperkirakan dua korban mengalami kerusakan
otak permanen.
Laporan-laporan yang dilansir sejumlah media menyebutkan
obat baru itu menggunakan kanabis atau ganja dan uji-cobanya sudah dihentikan. Sebanyak
90 orang sukarelawan mengikuti uji coba atas obat yang diproduksi oleh sebuah
perusahaan Portugal, Bial, tersebut. Dalam percobaan ini para responden
mengonsumsi obat secara oral.
Adapun uji coba dilakukan laboratorium swasta Prancis,
Biotrial, yang sudah memiliki reputasi internasional dalam melakukan uji coba
atas ribuan obat sejak didirikan tahun 1989 lalu. Biotrial pun langsung
menghentikan proses uji klinis begitu mendengar kabar kematian salah seorang
sukarelawannya. Selain itu Biotrial juga meminta seluruh sukarelawan yang
terlibat uji klinis untuk melaporkan diri.
Kantor Kejaksaan Paris menegaskan bahwa pemerintah mulai
menginvestigasi kasus tersebut.
Kementerian Kesehatan Prancis mengatakan uji coba masih
dalam tahap pertama dan para sukarelawan yang sehat diminta menggunakan obat
untuk diteliti keamanannya. Peran para sukarelawan --yang biasanya mendapat
bayaran-- dalam uji coba klinis atas obat baru sangatlah penting. Karena, tanpa
uji coba langsung terhadap manusia maka tidak akan bisa dikembangkan pengobatan
atas penyakit-penyakit serius, seperti kanker, multiple sclerosis, dan
arthritis.
Menteri Kesehatan Perancis Marisol Touraine mengaku prihatin
pada kejadian tragis ini. "Hidup mereka secara brutal telah berantakan. Saya
berjanji mengusut kasus itu hingga tuntas,” kata Marisol Touraine sesaat hendak
bertolak ke Rennes untuk menjenguk para sukarelawan yang dirawat intensif di
sana.
Pihak pemerintah tidak memberi kepastian mengenai adanya
dugaan bahwa obat yang sedang diteliti itu merupakan obat antinyeri berbahan
dasar ganja. Dalam keterangan yang disampaikan kepada media, Touraine membantah
bahwa obat yang sedang diuji klinis itu terbuat dari ganja. Tapi, dia belum
bisa menyebutkan apa saja kandungan obat yang diproduksi perusahaan di sisi
barat Rennes tersebut. Sebab, saat ini polisi masih melakukan penyelidikan. Dia
berjanji memublikasikan hasil penyelidikan setelah investigasi rampung.
Melakukan uji coba sebuah obat pada manusia memang tak bisa
lepas dari risiko. Sebuah percobaan obat biasanya berlangsung empat tahap untuk
mengetahui keamanan dan efektivitasnya.
Fase pertama adalah untuk melihat keamanan dan toleransi
pengobatan. Sekitar 20-100 orang responden, biasanya ada yang sehat dan dengan
gangguan penyakit, diberikan sedikit dosis obat dengan pengawasan ketat dokter.
Tujuan dari fase ini bukan mengetahui apakah obat itu bekerja, tapi mengetahui
efek samping konsumsi obat.
Pada fase kedua obat diberikan pada orang dengan penyakit
untuk mengetahui apakah obat itu membantu mengurangi atau menyembuhkan penyakit
yang dideritanya. Bertujuan untuk menilai sistem atau dosis pengobatan yang
paling efektif, biasanya dilaksanakan dengan mengikut-sertakan sebanyak 100-200
subjek penelitian.
Lalu di fase ketiga dilakukan pada obat atau alat yang sudah
melewati fase satu dan dua. Fase ini bertujuan untuk mengevaluasi obat atau
cara pengobatan baru dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada. Uji klinis
yang banyak dilakukan termasuk dalam fase ini. Baku emas uji klinis fase ketiga
adalah uji klinis acak terkontrol dan melibatkan responden sampai ribuan orang.
Dan fase terakhir yang bertujuan untuk mengevaluasi obat
baru yang telah dipakai di masyarakat dalam jangka waktu yang relatif lama (5
tahun atau lebih). Fase ini penting karena terdapat kemungkinan efek samping
obat timbul setelah lebih banyak pemakai. Fase ini disebut juga sebagai uji
klinis pascapasar (post marketing).
Sebelum sebuah obat diberikan pada pasien, informasi detil
mengenai cara kerja dan keamanannya wajib disampaikan.
Uji klinik adalah tahap penting untuk memperoleh data, dan
tanpa adanya relawan yang berpartisipasi tidak bisa diketahui apakah suatu obat
bisa membantu mengatasi penyakit.
Setiap tahun ribuan orang di seluruh dunia berpartisipasi
dalam uji klinik, tapi kejadian seperti yang di Perancis ini sangat jarang. Agar
hasil uji klinis sahih, maka pelbagai nilai positif uji klinis harus dibayar
dengan persiapan matang dan rumit, sering mahal dengan memungkinkan peneliti
terhadap dengan masalah etika. (BN)
Boks:
Uji Klinis Vaksin Ebola Libatkan 4000 Responden
Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim bahwa negaranya
telah mengembangkan vaksin untuk virus Ebola. Virus mematikan itu telah
menewaskan belasan ribu orang di Afrika Barat. Namun Putin tidak menyebutkan
nama vaksin tersebut, ataupun siapa yang mengembangkannya. Dia juga tidak
menjelaskan mengenai uji klinis vaksin tersebut.
"Kami punya berita bagus," kata Putin seperti
dikutip kantor berita Rusia, RIA Novosti, seperti dilansir kantor berita
AFP, pertengahan Januari 2016.
"Kami telah mendaftarkan sebuah obat untuk Ebola, yang
setelah dilakukan tes-tes yang sesuai, terbukti sangat efektif, lebih efektif
daripada obat-obat yang digunakan dunia saat ini," imbuh pemimpin Rusia
itu.
Hingga saat ini belum ada satu pun vaksin atau pengobatan
untuk Ebola yang disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun WHO telah
resmi memulai pengembangan secara cepat obat-obatan untuk Ebola.
Upaya ini dipicu oleh krisis Ebola selama dua tahun yang
telah menewaskan lebih dari 11 ribu orang di Afrika Barat. Upaya pengembangan
tersebut telah membuahkan beberapa calon vaksin yang menjanjikan, namun belum
satu pun yang teruji secara menyeluruh.
Di luar klaim Rusia, Agustus 2015 lalu, vaksin Ebola telah
menunjukkan kesuksesan 100 persen dalam uji coba yang dilakukan selama
merebaknya wabah di Guinea. Dengan hasil ini, kemungkinan epidemi berdarah yang
terjadi di barat Afrika ini segera berakhir.
Uji coba yang melibatkan 4.000 orang ini berakhir dengan
memuaskan menyusul kecepatan perkembangan vaksin dengan hasil yang diperoleh.
Hasil ini tak lepas dari kolaborasi ilmuwan, doktor, donor, dan perusahaan
farmasi yang sanggup menciptakan vaksin dalam 12 bulan saja. Padahal proses
serupa biasanya membutuhkan waktu hingga lebih dari sepuluh tahun.
“Melihat dampak Ebola di masyarakat dan seluruh negeri
dengan mataku sendiri membuat aku sangat gembira mendengar kabar ini,” ujar
Børge Brende, mantan Menteri Luar Negeri Norwegia, yang turut mendanai ujicoba
ini.
Menurut Brende, vaksin tersebut akan menjadi senjata ampuh
dalam memerangi penyebaran virus yang terjadi sekarang ataupun yang akan
datang. “Saya ingin berterima kasih kepada semua pihak yang bekerja sama dengan
cepat dan luar biasa hingga mencapai hasil ini,” kata Brende. (*)
Comments
Post a Comment