UU Kelautan Disahkan, Pencurian Ikan Kian Marakl

UU Kelautan Disahkan, Pencurian Ikan Kian Marak


Istimewa
Setelah tertunda dua hari, pembahasan RUU Kelautan, menurut rencana, kembali dilanjutkan dalam rapat paripurna DPR, hari ini Senin (29/9/2014).

Banyak harapan yang ditambatkan pada RUU Kelautan tersebut. Antara lain, mengatasi pengelolaan sumber daya laut yang selama ini sektoral dan mampu mencegah atau meminimalisir kasus pencurian ikan (illegal fishing) yang marak terjadi dan sangat merugikan negara mencapai Rp218 triliun.

Direktur Indonesia Maritime Institute (IMI), Dr Y Paonganan menilai, RUU Kelautan belum mampu menjawab persoalan pencurian ikan yang marak terjadi di lautan Indonesia.

“Saya sudah baca  draft RUU Kelautan. Namun masih belum ada sinkronisasi dengan UU yang terkait kelautan lainnya. Meski hari ini jadi disahkan, UU Kelautan belum mampu mencegah atau mengurangi praktik illegal fishing,” kata Paonganan kepada Harian Terbit di Jakarta, Minggu (28/9).

Ditambahkan Paonganan, tatakelola kelautan Indonesia sudah mengalami distorsi karena ketidakjelasan otoritas pemegang kendali kelautan, di mana saat ini ada 16 lembaga yang mengatur kelautan. Dari data yang dimiliki IMI, kasus illegal fishing sudah merugikan negara sebesar Rp218 triliun per tahunnya.

Menurutnya, permasalahan pencurian ikan ini bukan sekadar pengawasan. “Okelah Badan Keamanan Laut (Bakamla) dibentuk sebagai tindak lanjut RUU tersebut. Tapi pencurian ikan bukan hanya pengawasan saja. Kerugian negara akibat masalah ini juga bukan dari kapal asing yang mencuri ikan di wilayah NKRI. Perizinan yang menjadi faktor utama. Di RUU tak ada itu,” kata dia.

Menurutnya, pangkal persoalan terletak pada masih tumpang tindihnya antara UU Kelautan, UU Perhubungan Laut, dan UU Perikanan. Dan, hingga jelang disahkannya menjadi UU, RUU Kelautan belum ada sinkronisasi dengan UU lainnya terkait kelautan.

“Jadi, bagaimana masalah illegal fishing ini bisa teratasi. Lha UU-nya saja masih ada tumpang tindih,” ujar Paonganan.

Paonganan malah menuding, pengajuan RUU Kelautan untuk digodok dan disahkan di DPR, dilakukan terburu-buru sehingga terkesan ‘kejar setoran’.

“Membangun Negara itu ada strateginya. Sama dengan membangun rumah. Kita siapkan dulu blue print-nya, fondasinya, baru ke hal-hal lain. Jangan terkesan kejar setoran sehingga mengesahkan RUU Kelautan dilakukan dengan terburu-buru,” tuturnya.

Ia menambahkan, dalam RUU Kelautan tersebut, tidak ada namanya sistem yang baik dalam pengawasan untuk mencegah pencurian ikan. Paonganan pun mengungkapkan, nelayan ataupun pengusaha tangkap ikan domestik melakukan transaksi di tengah laut dengan kapal induk. “Akhirnya, ikan terbawa ke luar negeri,” imbuhnya.

Paonganan juga meminta Presiden terpilih Jokowi agar membenahi sistem perizinan kapal dan buat aturan yang ketat dalam pelaksanaan hukum di laut.
“Jika Jokowi paham akan laut, pasti akan membenahi hal tersebut. Jadi tak asal ngomong illegal fishing pencegahannya bisa pakai drone atau RUU Kelautan saja, tapi benahi sistem, infrastruktur agar carut marut maritim Indonesia bisa terselesaikan,” ucapnya.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Golkar, Siswono Yudhohusodo menegaskan jika dalam RUU tersebut sudah diatur pengawasan untuk mencegah pencurian ikan di laut Indonesia.

“Sudah ada aturannya. Bahkan kita mengusulkan penambahan kapal patroli,” kata Siswono kepada Harian Terbit di Jakarta, Minggu (28/9).

Sebelumnya Ketua Panja RUU Kelautan Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mengatakan jika  isu strategis DIM RUU Kelautan antara lain menyatakan perairan dalam yurisdiksi nasional meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, landas kontinen, zona tambahan, serta zona ekonomi eksklusif (ZEE).

Kemudian pada ZEE dan landas kontinen, Indonesia memiliki hak-hak berdaulat yakni menetapkan zona tambahan dari garis pangkal serta berhak mencegah dan menghukum pelanggaran.

Firman Subagyo mengatakan, RUU Kelautan sudah disetujui menjadi undang-undang dan kini tinggal pengesahannya saja oleh DPR. Jika sudah disahkan menjadi UU, UU Kelautan akan menjadi payung hukum yang dapat mengatur pengelolaan kelautan secara komprehensif.

Dihubungi terpisah, Dirjen Kepulauan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad mengatakan, pengesahan RUU Kelautan menjadi UU Kelautan di penghujung bulan September  ini  momentumnya sangat tepat. Pasalnya, Presiden terpilih Jokowi memiliki keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Maka, pengesahan RUU Kelautan menjadi UU Kelautan bisa mengoptimalkan pengelolaan sumber daya laut. Kiprah di laut lepas juga sejalan dengan pembangunan visi kemaritiman Jokowi – JK. Pada akhirnya, Undang Undang Kelautan menjadi perekat dan penguat posisi Indonesia sebagai poros maritim  dunia. 
(http://www.harianterbit.com/)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian

Kisah Seorang Preman Kupang (1)