Kedepankan Pemulihan Aset Kejahatan, Jaksa Agung Percaya PPA
Jaksa Agung RI, Basrief Arief (Jaringnews/ Dwi Sulistyo)
Keberadaan PPA diharapkan dapat menambah efektifitas kegiatan pemulihan aset.
Penegakan hukum dan pemulihan aset kejahatan merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan dalam pemberantasan tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi. Pernyataan ini ditegaskan Jaksa Agung RI Basrief Arief saat menjadi Keynote Speech di seminar dengan tema “Pemulihan Aset Hasil Kejahatan” Kerjasama antara MAHUPIKI Pusat dan MAHUPIKI Daerah DKI Jakarta di The Sultan Hotel, Rabu, 28/8.
Sebagai kejahatan yang didasari kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation), terangnya, maka pengelolaan dan pengamanan hasil kejahatan merupakan kebutuhan mendasar bagi pelaku kejahatan kerah putih.
"Seseorang akan berani melakukan korupsi jika hasil yang didapat dari korupsi akan lebih tinggi dari resiko hukuman (penalty) yang dihadapi, bahkan tidak sedikit pelaku korupsi yang siap untuk masuk penjara apabila ia memperkirakan bahwa selama menjalani masa hukuman, keluarganya masih akan dapat tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang dilakukan," tegasnya.
Oleh karena itulah, imbuhnya, maka pemberantasan korupsi tidak hanya cukup dengan menghukum para pelakunya, namun harus diimbangi dengan upaya untuk memotong aliran hasil kejahatan. Dengan merampas harta benda yang dihasilkan dari kejahatan korupsi maka diharapkan pelaku akan hilang motivasinya untuk melakukan atau meneruskan perbuatannya, karena tujuan untuk menikmati hasil-hasil kejahatannya akan terhalangi atau menjadi sia-sia.
Selain dari efek deteren, penelusuran hasil kejahatan menjadi penting guna memulihkan kerugian yang ditimbulkan dengan cara menarik kembali aset yang dicuri dan mengembalikannya kepada yang berhak, yaitu negara dan masyarakat.
Untuk lebih mendukung kinerja kejaksaan dalam upaya pemulihan aset hasil kejahatan, terangnya, Kejaksaan juga telah membentuk Pusat Pemulihan Aset (PPA) berdasarkan peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor: PER-006/A/JA/3/2014.
"Keberadaan PPA diharapkan dapat menambah efektifitas kegiatan pemulihan aset, serta koordinasi dengan jaringan kerjasama nasional maupun internasional dalam konteks penelusuran aset hasil kejahatan."
Pembentukan PPA sendiri pada dasarnya diinspirasi dari model BOOM (Beureu Ontnemingswetgeving Openbaar Ministerie) atau Biro Perampasan Aset Hasil Kejahatan yang berada di bawah Kejaksaan Agung Kerajaan Belanda yang dinilai relatif sukses dalam menjalankan tugas perampasan aset hasil kejahatan. (http://jaringnews.com/)
Sebagai kejahatan yang didasari kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation), terangnya, maka pengelolaan dan pengamanan hasil kejahatan merupakan kebutuhan mendasar bagi pelaku kejahatan kerah putih.
"Seseorang akan berani melakukan korupsi jika hasil yang didapat dari korupsi akan lebih tinggi dari resiko hukuman (penalty) yang dihadapi, bahkan tidak sedikit pelaku korupsi yang siap untuk masuk penjara apabila ia memperkirakan bahwa selama menjalani masa hukuman, keluarganya masih akan dapat tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang dilakukan," tegasnya.
Oleh karena itulah, imbuhnya, maka pemberantasan korupsi tidak hanya cukup dengan menghukum para pelakunya, namun harus diimbangi dengan upaya untuk memotong aliran hasil kejahatan. Dengan merampas harta benda yang dihasilkan dari kejahatan korupsi maka diharapkan pelaku akan hilang motivasinya untuk melakukan atau meneruskan perbuatannya, karena tujuan untuk menikmati hasil-hasil kejahatannya akan terhalangi atau menjadi sia-sia.
Selain dari efek deteren, penelusuran hasil kejahatan menjadi penting guna memulihkan kerugian yang ditimbulkan dengan cara menarik kembali aset yang dicuri dan mengembalikannya kepada yang berhak, yaitu negara dan masyarakat.
Untuk lebih mendukung kinerja kejaksaan dalam upaya pemulihan aset hasil kejahatan, terangnya, Kejaksaan juga telah membentuk Pusat Pemulihan Aset (PPA) berdasarkan peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor: PER-006/A/JA/3/2014.
"Keberadaan PPA diharapkan dapat menambah efektifitas kegiatan pemulihan aset, serta koordinasi dengan jaringan kerjasama nasional maupun internasional dalam konteks penelusuran aset hasil kejahatan."
Pembentukan PPA sendiri pada dasarnya diinspirasi dari model BOOM (Beureu Ontnemingswetgeving Openbaar Ministerie) atau Biro Perampasan Aset Hasil Kejahatan yang berada di bawah Kejaksaan Agung Kerajaan Belanda yang dinilai relatif sukses dalam menjalankan tugas perampasan aset hasil kejahatan. (http://jaringnews.com/)
Comments
Post a Comment