50 Pabrik Hasilkan Limbah B3


Dok/gm
LIMBAH cair berwarna pekat mengalir ke salah satu sungai di wilayah Kab. Bandung Barat (KBB), beberapa waktu lalu. Sejumlah industri di KBB terindikasi menghasilkan limbah kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).


Sejumlah industri di Kabupaten Bandung Barat (KBB) terindikasi menghasilkan limbah kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Dari 50 industri penghasil limbah B3, 20 di antaranya diduga membuang limbah tanpa proses pengolahan.
Demikian diungkapkan Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) KBB, Apung Hadiat di Ngamprah, Kamis (25/9). Limbah B3 yang dihasilkan berjenis cair dan biasa dibuang ke aliran sungai.
“Pabrik penghasil limbah B3 didominasi industri tekstil. Lo­ka­sinya kebanyakan di kawasan industri sekitar Padalarang dan Batujajar. Limbah cair yang dibuang masih berwarna, berbau, dan terkadang masih mengeluar­kan uap,” katanya.
Ditegaskan Apung, Pemkab Bandung Barat tidak melaku­kan pembiaran atas tindakan segelintir pihak yang sengaja membuang limbah tanpa pro­ses pengolahan. Namun untuk mengungkap pelaku atau perusahaan yang membuang limbah B3 tidak semudah membalik telapak tangan.
“Aspek kehati-hatian menjadi perhatian kita agar ketika me­ngambil tindakan salah sa­saran,” tegasnya.
Pihaknya tidak menutup mata jika saluran air dijadikan tem­pat pembuangan limbah cair lebih dari satu perusahaan. Baik yang telah melewati pro­ses instalasi pengolahan air limbah (IPAL) ataupun yang tanpa melalui pengolahan.
“Dua pekan lalu tim KLH KBB melaksanakan inspeksi mendadak (sidak) ke dua pab­rik di Padalarang. Kami periksa IPAL milik pabrik tersebut, termasuk mengambil sampel limbah cairnya,” ungkapnya.
Hanya saja sampai sekarang sampel air limbah itu belum diperiksa di laboratorium de­ngan alasan belum cairnya anggaran perubahan. Rencananya setelah anggaran bisa dicairkan sampel akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa kandungan limbahnya.
“Pembuangan limbah tanpa melalui proses pengolahan dilakukan secara kucing-kucingan dengan petugas pengawas. Biasanya limbah dibuang pada malam hari saat petugas tidak ada. Jumlah petugas pengawas kami hanya tiga orang. Karena tidak seimbangnya jumlah peng­awas dengan industri ini, maka dibentuk komunitas masyarakat peduli lingkungan. Masyarakat di lingkungan industrilah yang merasakan langsung dampak dari pencemaran, sehingga bisa langsung mengontrolnya,” kata Apung.
Sungai Cipeusing termasuk yang paling parah tingkat pencemarannya. Hasil analisis sampel air beberapa waktu lalu, kandungan kimianya terbilang tinggi. Sedikitnya terdapat 11 pabrik yang membuang limbah ke Sungai Cipeusing.
Langkah persuasif
Menurutnya, pabrik yang membuang limbah tanpa me­lalui proses pengolahan bukan karena ketidaktahuan pemilik usaha, tatapi lebih disebabkan faktor kesengajaan. Meski de­mi­kian, pemerintah daerah lebih memilih bersikap persuasif.
“Melalui pendekatan persua­sif kita ajak para pengusaha untuk lebih memperhatikan dan menjaga lingku­ngan,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, limbah digolongkan sebagai B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung mau­pun tidak langsung, dapat me­rusak atau mencemari lingku­ngan hidup dan membahayakan kesehatan manusia.
Jenis limbah yang masuk kategori B3 antara lain bahan baku berbahaya dan beracun yang ti­dak digunakan lagi karena ru­sak, sisa kemasan, tumpahan, si­sa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan serta pengolahan khusus. (http://www.klik-galamedia.com/)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian