KPK Sebut 35 Tokoh Lakukan Intervensi Hukum
Sebanyak 35 tokoh nasional mengajukan pendapatnya kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Kamis (10/7). Pendapat tersebut terkait perkara dugaan melawan hukum dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan bank gagal berdampak sistemik kepada Bank Century, dengan terdakwa Budi Mulya yang tengah dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Dalam pendapat tokoh-tokoh tersebut berbeda dengan apa yang telah dikemukakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutannya. Terhadap pandangan berbeda tersebut, KPK menegaskan bahwa tetap pada pendapat terkait penanganan kasus Bank Century.
"Kami jalan sesuai data, fakta bukti yang kami ajukan ke pengadilan. Jadi itu (pendapat 35 tokoh) bukan variabel yang memengaruhi kami," tegas Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam acara buka puasa bersama di kantor KPK, Jakarta, Jumat (11/7).
Menurut Busyro, sebagai lembaga penegak hukum, KPK bekerja terkait dengan hukum acara pidana yang menyatakan, setiap orang yang mengemukakan pendapat hukumnya di luar sidang tidak bisa dijadikan pertimbangan apapun oleh hakim.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK lainnya, Bambang Widjojanto lebih keras menanggapi tindakan 35 tokoh nasional tersebut. Bambang mengatakan, apa yang dilakukan oleh 35 tokoh dengan menyerahkan pendapatnya ke Ketua PN Jakarta Pusat adalah bentuk intervensi terhadap pengadilan. Bahkan, cenderung menghina pengadilan.
"Itu sudah contempt of court (menghina pengadilan). Bahkan obstruction of justice (menghalangi jalannya peradilan)," tegas Bambang.
Apalagi, lanjut Bambang, sebagian dari mereka adalah bagian dari sistem terkait kasus Bank Century. Sehingga, tentu saja memiliki konflik kepentingan.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, pemberian FPJP oleh Bank Indonesia kepada Bank Century belum dapat dikategorikan kebijakan. Mengingat, tidak ada due diligent yang harusnya dilakukan. Ditambah lagi, syarat-syarat mendapatkan FPJP diberikan belakangan atau setelah penyelamatan dilakukan.
Sementara itu, terkait upaya hukum dan penyelamatan aset di luar negeri, Bambang berpendapat bahwa dengan dihukumnya Budi Mulya maka justru akan membantu upaya-upaya yang dilakukan pemerintah di luar negeri.
"Hesham dan Rifat ajukan arbitrase karena diputus in absentia. Justru dengan ada langkah hukum oleh KPK, itu bisa jadi dasar untuk upaya hukumnya," ungkap Bambang.
Seperti diketahui, dalam pendapat tertulisnya, 35 tokoh itu menyampaikan sangat penting jika pengadilan dalam putusan perkara Budi Mulya memutuskan bahwa pada tahun 2008 terjadi krisis ekonomi. Demi penyelamatan aset yang dilarikan oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Century, Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvi ke luar negeri.
Wakil Menteri Hukum dan Ham (Wamenkumham), Denny Indrayana mengungkapkan, upaya penyelamatan atau pengembalian aset Bank Century di luar negeri menjadi terganggu jika akhirnya Pengadilan Tipikor dalam putusannya terhadap Budi Mulya menyatakan bahwa tidak ada krisis ekonomi tahun 2008.
"Penyelamatan aset Bank Century akan terpengaruh. Dengan itu diputuskan di Pengadilan Tipikor tidak ada krisis dan ini upaya korupsi. Maka upaya kita kembalikan aset ini semakin besar karena logikanya tidak ada persoalan waktu itu. Itu dengan mudah digunakan lawan kita di luar negeri untuk digunakan. Bahwa tidak ada krisis bank saya," ujar Denny.
Dalam pendapat tertulis yang diserahkan ke Ketua PN Jakarta Pusat tertulis bahwa memang yang dijadikan dasar pengejaran aset ke luar negeri adalah putusan No.399 yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) atas Hesham A Warraq dan Rafat Ali Rizvi yang didalamnya menyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan keduanya menyebabkan Bank Century collapse dan karenanya ketika krisis maka berisiko berdampak sistemik dan harus ditalangi dengan keuangan negara yang kemudian dianggap sebagai kerugian negara.
Bahkan, Denny menegaskan jika akhirnya Pengadilan Tipikor memutus tidak ada krisis ekonomi tahun 2008, maka putusan tersebut bisa digunakan para terpidana di luar negeri untuk menyerang balik Pemerintah Indonesia. Sehingga, Indonesia bisa dikenakan pembayaran denda.
Selain itu, praktisi hukum, Todung Mulya Lubis menambahkan bahwa bukti terjadinya krisis ekonomi tahun 2008 adalah dikeluarkannya tiga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Di mana Perppu dikeluarkan karena ada situasi memaksa yang dapat diartikan juga telah terjadi krisis. Walaupun, ada satu Perppu yang ditolak oleh DPR RI.
"Saya sangat kecewa kebijakan dipidanakan. Kebijakan pemberian FPJP sudah melalui prosedur yang berlaku di Indonesia," ungkap Todung dalam acara yang sama.
Sementara itu, salah satu tokoh lembaga swadaya masyarakat yang juga tergabung dalam Sahabat Pengadilan, Natalia Soebagjo mengatakan bahwa proses peradilan yang tengah berjalan akan mengganggu upaya penjualan Bank Century yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara.
"Ada penjualan Bank Mutiara yang terancam gagal sehingga berpotensi merugikan keuangan negara yang cukup besar," ujar Natalia.
Apalagi, dalam tuntutan terhadap Budi Mulya, terhadap Bank Mutiara dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 1.582.250.000 yang akan dicatatkan sebagai contingent liability dari Bank Mutiara. Padahal, dapat menurunkan nilai jual bank sehingga LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) tidak mendapatkan tingkat pengembalian yang optimal.
Namun, para tokoh tersebut menolak upaya yang dilakukannya adalah upaya intervensi terhadap putusan hakim terhadap Budi Mulya yang akan dibacakan dalam sidang tanggal 16 Juli 2014 mendatang.(www.beritasatu.com)
Comments
Post a Comment