Penerapan Perda Miras Dicurigai Rawan Korupsi
Korban jiwa miras oplosan terus berjatuhan.
(VIVAnews/Zahrul Darmawan (Depok))
Namun pelarangan dan pembatasan penjualan minuman keras beralkohol belum bisa menekan korban jiwa akibat miras oplosan, bahkan rawan tindak pidana korupsi.
Koordinator East Java Action (EJA), sebuah organisasi non profit yang bergerak dalam bidang pendampingan terhadap korban narkotika dan obat terlarang di Jawa Timur, Rudhy Wedhasmara, mengatakan regulasi yang mengatur dan melarang peredaran dan penjualan minuman keras beralkohol di Surabaya ini tidak efektif karena masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai alkohol.
“Di berbagai negara lainnya, seperti di London, Inggris, juga mempunyai aturan yang tegas terkait alkohol, misalnya denda bagi pembeli alkohol di bawah 18 tahun. Meskipun diatur ketat, namun juga dibarengi pendidikan masyarakat mengenai alkohol, serta aturan ketat tentang tata kelola keuangan," katanya.
Di Indonesia, kata Rhendy, pendidikan mengenai alkohol kurang mendapatkan perhatian. Pemerintah baru bersikap reakif dengan membuat aturan ketika muncul banyaknya korban jiwa akibat minuman keras oplosan.
“Peraturan Daerah Pengendalian Minuman Beralkohol justru berpotensi memunculkan pemerasan dari oknum yang tidak bertanggung jawab bahkan juga rawan tindak korupsi dari pemberian label pungutan retribusi dari produk alkohol, “ katanya.
Rudhy menyebut, melalui peraturan daerah nantinya orang yang meminum minuman keras bukan untuk mabuk bisa dikriminalkan sementara pemerintah sendiri tidak bisa mengawasi peredaran minuman keras beralkohol oplosan.
“Saya banyak menemui ada beberapa minuman keras oplosan yang bahannya dari minuman nonalkohol kemudian dicampur dengan minuman beralkohol seperti arak. Jika Perda ini berlaku bisa saja produsen minuman non alkohol juga terkena sanksi pidana karena pencampuran dari produknya menyebabkan keracunan alkohol (methanol), “ katanya.
Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan Peraturan Daerah antimiras ini tidak efektif menekan jumlah korban jiwa akibat minuman keras oplosan.
“Meminum minuman keras oplosan menunjukkan perilaku, maka untuk mengubah perilaku bukanlah melalui Peraturan Daerah melainkan dikembalikan ke norma atau aturan yang berlaku di masyarakat, “ katanya.
Bagong menyebut konsumsi minuman keras oplosan merupakan bagian dari sub kultur masyarakat menengah ke bawah yang memaknai konsumsi minuman keras oplosan untuk menunjukkan kejantanan.
18 Ribu Orang Tewas
Seperti diketahui,
Gerakan Nasional Anti Miras mencatat 18 ribu orang tewas setiap tahun di
Indonesia akibat minuman oplosan (keracunan Methanol). Berdasarkan
laporan WHO mengenai alkohol dan Kesehatan 2011 menyebutkan sebanyak 320
ribu orang pada usia 15 – 29 tahun meninggal di seluruh dunia setiap
tahunnya terkait methanol.
Jumlah korban jiwa meninggal akibat minuman keras berbahan methanol ini jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah korban meninggal akibat penyalahgunaan narkotika psikotropika dan bahan aditif (Narkoba) di Indonesia, yang menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) tercatat mencatat sedikitnya 40 orang menemui ajal setiap hari atau 15 ribu korban meninggal.
Juru Bicara Liam Charitable Fund Australia di Indonesia, sebuah lembaga sosial non profit yang melakukan edukasi terhadap ancaman minuman keras oplosan di Indonesia, Aji Sulaiman, mengatakan di Indonesia, ada 147 peraturan daerah yang melarang dan membatasi penjualan minuman keras beralhokol. Akan tetapi dalam setahun terakhir di daerah itu masih banyak korban jiwa yang meninggal akibat minuman keras oplosan, misalnya kasus kematian di Purworejo, Bandung, Indramayu dan kota Bekasi.
“Di Cirebon Jawa Barat, misalnya meskipun sudah memberlakukan Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2013 yang melarang minuman beralkohol dijual di lokasi manapun di Kota Cirebon sejak Juni 2013 lalu, namun awal Februari tahun 2014 lima orang meninggal menggelar minuman keras oplosan di Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, “ katanya.
“Sebenarnya pada awal tahun 2013 lalu, Pemerintah Australia melalui Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr sebenarnya sudah mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan pengawasan atas peredaran metanol (minuman keras oplosan) di Indonesia,“ katanya.
Aji mengatakan desakan ini dilakukan setelah semakin maraknya peredaran minuman keras oplosan yang memakan ribuan korban jiwa meninggal, termasuk seorang pemuda Australia, Liam Davies asal Perth Australia yang meninggal dunia setelah mengkonsumsi arak oplosan ketika merayakan tahun baru pada tahun 2013 lalu di Lombok.
Di tahun yang sama seorang remaja Sydney menjadi buta setelah minum koktail dicampur dengan metanol dalam sebuah perayaan di Bali. Juni 2012, Johan Lundin, seorang backpacker asal Swedia meninggal dunia dalam kasus yang sama di Lombok. Kematian Lundin itu beberapa bulan setelah kematian pemain rugby asal Perth Michael Denton akibat keracunan metanol di Bali.
Untuk diketahui, saat ini penerimaan pajak minuman beralkohol berada di kisaran Rp 3,5 triliun - Rp 4,5 triliun dari keseluruhan target penerimaan cukai sebesar Rp 104,7 triliun di tahun 2013. Analisis perusahaan konsultan McKenzie, yang menyatakan US$ 0,5 triliun dari US$ 1 triliun produk domestik regional bruto Indonesia disumbang dari produk konsumsi, termasuk makanan dan minuman, pertanian, perikanan, serta sektor-sektor kecil lainnya. (nasiona.news.viva.co.id)
Jumlah korban jiwa meninggal akibat minuman keras berbahan methanol ini jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah korban meninggal akibat penyalahgunaan narkotika psikotropika dan bahan aditif (Narkoba) di Indonesia, yang menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) tercatat mencatat sedikitnya 40 orang menemui ajal setiap hari atau 15 ribu korban meninggal.
Juru Bicara Liam Charitable Fund Australia di Indonesia, sebuah lembaga sosial non profit yang melakukan edukasi terhadap ancaman minuman keras oplosan di Indonesia, Aji Sulaiman, mengatakan di Indonesia, ada 147 peraturan daerah yang melarang dan membatasi penjualan minuman keras beralhokol. Akan tetapi dalam setahun terakhir di daerah itu masih banyak korban jiwa yang meninggal akibat minuman keras oplosan, misalnya kasus kematian di Purworejo, Bandung, Indramayu dan kota Bekasi.
“Di Cirebon Jawa Barat, misalnya meskipun sudah memberlakukan Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2013 yang melarang minuman beralkohol dijual di lokasi manapun di Kota Cirebon sejak Juni 2013 lalu, namun awal Februari tahun 2014 lima orang meninggal menggelar minuman keras oplosan di Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, “ katanya.
“Sebenarnya pada awal tahun 2013 lalu, Pemerintah Australia melalui Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr sebenarnya sudah mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan pengawasan atas peredaran metanol (minuman keras oplosan) di Indonesia,“ katanya.
Aji mengatakan desakan ini dilakukan setelah semakin maraknya peredaran minuman keras oplosan yang memakan ribuan korban jiwa meninggal, termasuk seorang pemuda Australia, Liam Davies asal Perth Australia yang meninggal dunia setelah mengkonsumsi arak oplosan ketika merayakan tahun baru pada tahun 2013 lalu di Lombok.
Di tahun yang sama seorang remaja Sydney menjadi buta setelah minum koktail dicampur dengan metanol dalam sebuah perayaan di Bali. Juni 2012, Johan Lundin, seorang backpacker asal Swedia meninggal dunia dalam kasus yang sama di Lombok. Kematian Lundin itu beberapa bulan setelah kematian pemain rugby asal Perth Michael Denton akibat keracunan metanol di Bali.
Untuk diketahui, saat ini penerimaan pajak minuman beralkohol berada di kisaran Rp 3,5 triliun - Rp 4,5 triliun dari keseluruhan target penerimaan cukai sebesar Rp 104,7 triliun di tahun 2013. Analisis perusahaan konsultan McKenzie, yang menyatakan US$ 0,5 triliun dari US$ 1 triliun produk domestik regional bruto Indonesia disumbang dari produk konsumsi, termasuk makanan dan minuman, pertanian, perikanan, serta sektor-sektor kecil lainnya. (nasiona.news.viva.co.id)
Comments
Post a Comment