Marak pembobolan, OJK wajibkan bank perketat pengamanan rekening
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berkoordinasi dengan seluruh perbankan terkait mulai maraknya kasus pembobolan rekening melalui saranan teknologi informasi. Lantaran kejahatan seperti ini lintas negara, manajemen bank di Tanah Air akan diarahkan untuk fokus memperkuat protokol keamanan jaringan.
Kepala Direktorat Pengawasan Perbankan III OJK Agus Siregar menyatakan, kejahatan lazim disebut cyber crime ini sepatutnya jadi prioritas kewaspadaan manajemen bank. Sebab, pelakunya kini semakin sulit dideteksi secara fisik maupun dari segi geografis.
"Itu yang membajak kan dari antah berantah ya. Jadi kalau ada serangan, security protocol memang sudah seharusnya diperbaiki," ujarnya selepas mengikuti paparan Price Waterhouse Cooper (PwC) mengenai 'Indonesia Banking Surveys 2014' di Jakarta, Rabu (14/5).
Secara khusus, perbaikan protokol pengamanan ini dijalankan dari dua sisi. Bank wajib meningkatkan lapis pengamanan data nasabah, sedangkan konsumen wajib diingatkan untuk menjalankan fungsi kehati-hatian. Proses ini akan dipantau oleh lembaga superbody tersebut.
"Jadi memperbaiki security protocol itu kan banyak aspeknya. Mulai dari password, IT, sampai kerahasiaan data nasabah," kata Agus.
Di samping itu, OJK telah memperkuat kerja sama dengan Badan Reserse Kriminal unit Cyber Crime Kepolisian Republik Indonesia, sebagai mitra memberantas kejahatan perbankan berbasis teknologi informasi.
Akan tetapi, persiapan dari regulator harus didukung komitmen yang kuat dari pelaku industri untuk memperkuat jaringan IT masing-masing. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad kemarin menyinggung maraknya pemberitaan soal pembobolan rekening nasabah.
Dia mengungkapkan kekecewaan karena aspek perlindungan konsumen dari fasilitas teknologi informasi perbankan kurang tergarap baik, justru ketika banyak bank nasional mengeluarkan anggaran tidak sedikit memperkuat divisi IT.
"Atas beberapa kejadian yang ramai, saya tegaskan saja guideline kebijakan IT perbankan bukan sampingan atau residual, harus jadi core industri keuangan nasional," kata Muliaman.
Kasus teranyar yang menghebohkan adalah upaya pembobolan rekening 1.214 nasabah Bank Mandiri oleh jaringan asal Kanada. Aksi ini dijalankan dengan metode skimming, yakni pelaku mengakali mesin ATM atau gesek debit (EDC)untuk merekam pita magnet kartu nasabah, sehingga terjadi transaksi ilegal.
Direktur Utama Mandiri Budi Gunadi Sadikin lewat akun Twitter-nya kemarin (13/5), mengakui ada 10.000 nasabahnya yang berpotensi terkena tindak kejahatan cyber itu. Ini berujung pada keputusan bank BUMN itu memblokir ribuan rekening akhir pekan lalu, supaya tidak terjadi hal tidak diinginkan. Sayangnya, pemblokiran ini sempat memicu kepanikan nasabah Mandiri di beberapa kota.
"Hari Sabtu (10/5), kita run advance transaction analytics tool ke seluruh nasabah kita, teridentifikasi 1.214 nasabah kita yang mungkin kena. Kita juga temukan sekitar 6 ATM yang kemungkinan besar dipasangi 'skimmer'," kata Budi lewat akun @BudiGSadikin.
Sejauh ini, seluruh nasabah yang diduga menjadi korban langsung diminta mengganti kartu debit masing-masing ke cabang Mandiri terdekat. Adapun yang sudah melaporkan kehilangan uangnya, kata Budi, mencapai 100 rekening. "Mereka sudah komplain ke kita. Bank Mandiri berjanji mengganti uang nasabah yang hilang dalam 14 hari". (www.merdeka.com)
Comments
Post a Comment