Mafia Pajak Kakap Belum Tersentuh

Sejumlah pegawai pajak telah menghuni hotel prodeo karena terjerat korupsi terkait pekerjaan utama mereka. Fakta tersebut menunjukkan kebobrokan pengelolaan pendapatan keuangan negara dari sektor pajak. Buruknya reformasi keuangan dan miskin keteladanan membawa dampak maraknya mafia pajak di lingkungan Kementerian Keuangan.
“Sampai dengan detik ini kasus pidana pajak yang kasat mata jika menyentuh big fish tidak tersentuh hukum,” ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) HM Sasmito Hadinagoro saat rapat dengan Panja Pemberantasan Mafia Hukum dan Perpajakan di ruang Komisi III DPR, Kamis (13/6/2013).
Menurut Sasmito, penegak hukum sejauh ini hanya menyentuh pegawai pajak yang melakukan abuse of power seperti korupsi. Tapi dugaan kejahatan pajak wajib pajak, belum ditangani secara tuntas.
Dikatakan Sasmito, modus operandi tindak pidana perpajakan berujung penyelewengan penerimaan keuangan negara. Tak jauh berbeda dengan modus operandi kejahatan sebelumnya.
Misalnya penggelembungan biaya operasi, penurunan omset produksi, dividen terselubung, transfer pricing antar grup, dan pembuatan faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) fiktif. Kesemuanya itu, bertujuan untuk membobol kas negata dengan pengajuan restitusi pajak fiktif. “Termasuk paling rawan adalah permainan restitusi Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) fiktif yang dilakukan dengan kolusi antara aparat atau pejabat pajak karena bisa mencapai triliunan rupiah,” ujarnya.
Sasmito berpandangan sejumlah kasus pelanggaran hukum menyebabkan bobolnya keuangan negara yang bersumber dari APBN. Ironisnya, APBN sebagian besar berasal dari pajak yang disetor dari rakyat. Makanya, sejumlah kasus semisal, skandal pra merger PT Bank Century Tbk sebesar AS$600 juta, bail out PT Bank Century Tbk Rp6,7 triliun, skandal BLBI sebesar Rp640 juta triliun, subsidi bunga obligasi rekapitalisasi –eks BLBI- periode 2003-2013 sebesar Rp600 triliun, kasus Hambalang sebesar Rp2,2 triliun menjadi perhatian publik.
“Kenyataanya semua kasus tersebut muaranya adalah pembobolan kas negara yang ujungnya tetap memanfaatkan uang pajak seharusnya berprioritas untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Ia berharap, penegak hukum di penghujung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mampu menuntaskan sejumlah skandal perpajakan yang nilainya ratusan milyar hingga triliunan rupiah itu. Misalnya, lanjut Sasmito, skandal pajak Paulus Tumewu, pemilik dan komisaris utama Grup Ramayana. Paulus, kala itu diduga menggelapkan pajak sebesar Rp399 miliar. Menurutnya, berkas perkara Paulus telah dinyatakan lengkap alias P21 oleh penuntut umum.
Belakangan, kasus tersebut dihentikan pelimpahannya ke meja hijau lantaran kejaksaan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan(SKP2). Pasalnya, masih kata Sasmito, kala itu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan informasi kepada Jaksa Agung Abdurahman Saleh tentang adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebesar Rp7,9 miliar.
Dikatakan Sasmito, kasus tersebut sudah dilaporkan kepada Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpakala itu, dan penerusnya, Hatta Ali. Sayangnya, laporan Sasmito tak juga ditindaklanjuti. Menurutnya bila aparat penegak hukum melakukan pembiaran tanpa turun tangan menyelesaikan skandal perpajakan, boleh jadi negara akan bangkrut.
Kendatipun informasi dan data lengkap terkait dugaan mega skandal perpajakan yang dapat menyeret Menkeu periode 2003 hingga 2013 telah dilaporkan APPI dan Gerakan Masyarakat Sejahtera (HMS) ke aparat penegak hukum, namun tak juga ditindaklanjuti. Menurutnya, hukum bagaikan pisau tumpul ke atas, dan tajam ke bawah.
“Sungguh memprihatinkan bila rakyat yang tertangkap mencuri biji cokelat seharga Rp1.500 atau mencuri piring senilai Rp2 ribu harus dipenjarakan, sementara penjahat kerah putih yang senyumnya bak malaikat turun dari kayangan membobol uang negara yang berasal dari setoran pajak ,” ujarnya.
Anggota Panja Aboe Bakar Al Habsyi menegaskan informasi dari APPI menjadi pertimbangan komisinya membuat rekomendasi. Selain itu, kata Aboe, Komisi III harus mengawal laporan tersebut ke aparat penegak hukum. Ia meminta Panja mengundang sejumlah mitra kerja komisi. “Kita kawal beliau ini supaya bisa beliau ke KPK, tidak  hanya didengar, tapi ditiindaklanjuti. Out put kita tunggu. Data yang diberikan sudah cukup, komisi hukum harus peka dan undang mitra kerja supaya jelas masyarakat pajak ini,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Anggota Panja lainnya Harry Witjaksono mengatakan perlu dilakukan klarifikasi kepada KPK dan Kejaksaan Agung terkait laporan APPI. Dikatakan Harry, Panja dibentuk untuk memfokuskan pada persolan pelanggaran perpajakan. “Menurut saya out putnya harus ada, yaitu regulasi perpajakan diubah, celahnya di mana saja. Pajak jangan jadi momok, kalau ada kriminal itu harus disikat,” katanya.
Ketua Panja Tjatur Sapto Edy menambahkan sejumlah kasus perpajakan yang merugikan keuangan negara cukup sistemik. Perlunya dorongan agar aparat penegak hukum mampu menyentuh mafia perpajak. Menurutnya, laporan dari APPI akan dijadikan bagian rekomendarsi Komisi III agar penegak hukum melaksanakan pemberantasan mafia hukum, khususnya di bidang perpajakan.


“Hasil rapat ini kita jadikan Komisi III untuk rekomendasi ke penegak hukum. Kemudian kita kawal penegak hukum dan keharusan melaksanakan rekomendasi Komisi III,” pungkas Tjatur. (www.hukumonline.com)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian