Hate Crime dan Kekerasan terhadap kelompok Lesbian
“It’s Really a Hard Life…”
Rita M.
Melendez dan Rogerio Pinto[1]
Dalam
beberapa dekade terakhir, isu gender menjadi semakin sentral dan mendapat
perhatian khusus dari khalayak, khususnya bagi kelompok minoritas Lesbian, Gay,
Bisexual dan Transgender (LGBT). Dengan bertambahnya perhatian masyarakat
kepada isu LGBT, tidak serta merta menambah toleransi dan penerimaan masyarakat
(Caitlin Ryan and Ian Rivers: 2003). Bertambahnya sorotan media kepada kelompok
seksual minoritas, justru secara bersamaan menambah kebutuhan orang-orang yang
berasal dari kelompok seksual minoritas akan dukungan, penerapan kebijakan yang
“layak”, bahkan termasuk kebutuhan terhadap sekuritas/rasa aman mereka.
Sayangnya,
banyak kisah tragis yang dialami oleh golongan seksual minoritas. Dalam hal
ini, kami secara khusus memfokuskan diri pada topik kekerasan yang dialami oleh
kelompok Lesbian. Pada Maret 2009 lalu misalnya, di Afrika Selatan, Eudy
Simelane, seorang pesepakbola perempuan ditemukan tidak bernyawa setelah
sebelumnya diperkosa oleh sekelompok orang. Kejadian ini terjadi tidak lama
setelah Eudy Simelane mendeklarasikan dirinya sebagai seorang lesbian
(Guardian.co.uk, 12/03/2009).
Di
Indonesia sendiri pada Februari lalu, sepasang “suami-istri” di Batam terpaksa
menipu KUA setempat agar dapat hidup bersama secara legal. Namun belakangan
diketahui oleh warga setempat bahwa pasangan tersebut, Angga dan Ninies, adalah
pasangan lesbi. Pasangan tersebut akhirnya mengaku setelah “digerebek” dan
mendapat ancaman kekerasan dari warga setempat (madina-online.net, 1/02/2013).
Isu
sekuritas/rasa aman memang menjadi problema tersendiri bagi kelompok seksual
minoritas, termasuk didalamnya kelompok lesbian. Faktanya hanya 6% dari korban
kekerasan/kejahatan yang bermotifkan ketakutan terhadap kelompok seksual
minoritas (homophobic offences). Lebih lanjut lagi hanya ada 1% yang dinyatakan
bersalah (Homophobic Hate Crime, 2008). Angka yang sangat rendah dan menunjukan
betapa ada masalah yang serius mengenai perlindungan terhadap individu yang
berasal dari kelompok seksual minoritas.
Berdasarkan
laporan dari Divisi Litbang dan Pendidikan Komnas Perempuan (2008), kasus
kekerasan yang dialami oleh Angga dan Ninies termasuk salah satu bentuk
tindakan diskriminasi dalam hal akses terhadap keadilan yaitu dalam hal
pemilihan pasangan. Hal ini juga didukung dengan adanya heteronormativitas
yakni ideologi yang mengharuskan laki-laki dan perempuan tunduk pada aturan
heteroseksualitas yang intinya adalah keharusan fungsi pro-kreasi seksualitas.
Dalam aturan ini, agar bisa bereproduksi, maka perempuan harus berpasangan
dengan laki-laki dan sebaliknya. Laki-laki dan perempuan oleh karenanya
dibedakan secara ketat identitas seks dan peran gendernya (Moh Yasir: 2004).
Kasus-kasus
diatas juga menunjukan bahwa pemerintah Indonesia masih belum dapat
mengaplikasikan UU No 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan
segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Dalam budaya masyarakat Indonesia, perbedaan yang ada pada golongan minoritas,
khususnya pasangan lesbi, termasuk dalam penyimpangan yang dianggap merusak
tatanan yang ada di masyarakat, keberadaannya tidak diakui berdasarkan doktrin
agama tertentu, dan melahirkan suatu kebencian, sehingga tak jarang kerapkali
terjadi kejahatan/kekerasan atas nama kebencian tersebut.
Orang-orang
yang berasal dari kelompok minoritas tertentu sangat rentan terhadap
viktimisasi akan tindak Hate Crime atau Bias-Motivation Crime. Hate Crime
sendiri merujuk pada berbagai bentuk tindakan kekerasan yang didasari oleh rasa
kebencian yang seringkali sifatnya sangat personal. Rasa kebencian ini biasanya
didasari faktor-faktor seperti ras, etnisitas, kebangsaan/kewarganegaraan,
disabilitas fisik/mental atau orientasi seksual. Adapun Hate Crime yang
diasosiasikan terhadap orientasi seksual
ini dimaksudkan akan kejadian-kejadian (yang biasanya tidak dilaporkan) yang
memandang rendah (mendegradasi) preferensi seksual individu tertentu (Espritu,
2004)
Kejahatan
atas nama kebencian (hate crime) merupakan kejadian atas dasar kebencian, di
mana kebencian tersebut disetujui oleh pelaku kejahatan, dirasakan oleh korban
atau bahkan orang lain, sebagai hasil dari prasangka atau kebencian atas dasar
perbedaan tertentu (dalam hal ini atas dasar orientasi seksual seseorang). Hate
Crime ini dapat diwujudkan dalam bentuk yang paling laten (tersembunyi) seperti
framming dan konstruksi pemberitaan dari media massa, sampai dalam bentuk
manifest (terwujud dengan jelas) yang “sudah dianggap biasa” (remeh) sampai
bentuk yang paling ekstrim, seperti memberikan perlakuan berbeda, mencibir,
menggunjing, kekerasan fisik, seksual sampai penganiayaan yang berujung pada
tindakan penghilangan nyawa seseorang seperti yang disebut dalam pemberitaan
diatas. (Witt: 2007)
Dengan
demikian sudah saatnya mengakui dan tidak membenci kelompok minoritas khususnya
dalam hal ini kelompok lesbian. Karena kelompok lesbian juga pantas mendapatkan
hak hidup dalam masyarakat dengan tenang tanpa perlu takut didiskriminasi
perlakuan yang diterimanya dalam bermasyarakat. Setiap warga masyarakat perlu
disadarkan bahwa, kelompok seksual minoritas juga memiliki hak yang sama bahkan
di mata hukum. Maka perlu dilakukan penyadaran terhadap stakeholder sistem
peradilan pidana Indonesia, dan di saat yang bersamaan mendorong orang-orang
dari kelompok seksual minoritas untuk tidak takut dan ragu menuntut haknya,
termasuh hak akan perlindungan dan rasa aman.
Sumber
Referensi
Alimi,
Moh Yasir. 2004. Dekonstruksi Seksual Poskolonial. Yogyakarta: Lkis
Cailtlin
Ryan and Ian Rivers. (2003). “Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender Youth:
Victimization and It’s Correlates in the USA and UK”. Culture, Health &
Sexuality, Vol.5 No.2, Taylor and Francis Group
Erica
Hutton M,A. (2009). Bias Motivation Crime: A Theoretical Examination. Internet
Journal of Crimnology. http://www.journalofcriminology.com/
Rita M.
Melendez. (2005). It’s Really a Hard Life: Love, Gender and HIV Risk among
Male-to-Female Transgender Persons. Culture Health and Sexuality, vol. 9, No.3.
Taylor and Francis Group.
Equality
and Human Rights Commission. (2009). “Homophobic hate crimes and hate
incidents”. Glasgow: Stonewall.
Witt,
H. (2007). What is a hate crime? Some are asking why no media outcry over
murders in which victim were white and defendants are black. Chicago
Tribune, 10/06/2007.
http://archives.chicagotribune.com/2007/jun/10/business/chi-murders10jun10.
Divisi
Litbang dan Pendidikan Komnas Perempuan. 2008. Dari Suara Lesbian, Gay,
Bisexual, dan Transgender (LGBT)- Jalan Lain Memahami Hak Minoritas. Dari
http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2008/10/dari-suara-lgbt-jalan-lain-memahami-hak-minoritas-1-1.doc
[1]
Rita M. Melendez. (2005). It’s Really a Hard Life: Love, Gender and HIV Risk
among Male-to-Female Transgender Persons. Culture Health and Sexuality, vol. 9,
No.3. Taylor and Francis Group. P.238
______
Tentang
Penulis:
Penulis
bernama Ammar Hikmatan, Bara Lintar, dan M. Ridha Intifadha merupakan mahasiswa
aktif Kriminologi. Untuk berdiskusi dengan mereka mengenai tulisan ini dapat
menghubungi mereka melalui twitter mereka disini ( Ammar, Bara, dan Ridho)
Comments
Post a Comment