Ojo Dumeh
Oleh : Wagiyo
KATA mutiara “ojo dumeh” adalah salah satu dari ribuan butir-butir mutiara bijak dalam bahasa Jawa yang diwariskan para leluhur kepada anak cucu sebagai generasi penerusnya secara turun temurun. Ternyata pesan tersebut tetap berlaku serta relevan sampai kapan pun.
Jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia: ”ojo” berarti jangan. Dalam kamus Bausastra Jawa (S.Prawira Atmodjo), ”dumeh” berarti: mung marga; jalaran saka; mung marga saka. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: hanya karena; sebab dari; hanya karena dari; sebab karena. Contoh: “Dumeh kuwasa banjur tumindak sawenang-wenang” (sebab karena berkuasa lantas bertindak sewenang-wenang).
Sifat/sikap “dumeh” jika disadari dan tidak dikendalikan bisa membuat sifat “aku/ego” menjadi tinggi, egois, semakin parah menjadi sombong/takabur atau bisa sebaliknya, karena “dumeh” sifat ”aku” bisa menjadi rendah. Jika tidak disadari dan dikendalikan bisa menjadi pemalu, terlalu merendahkan diri, penakut atau tidak percaya diri. Contoh: Hanya karena merasa bodoh dan miskin, akhirnya jadi pemalu dan takut bergaul dan sebagainya.
Jadi, maksud “ojo dumeh” disini kita diingatkan bahwa jika pada suatu saat karena sesuatu hal, jangan sampai kita terlalu tinggi menghargai diri, sehingga bersikap “sombong” (mengandalkan kekuatan, mengandalkan kekayaan, mengandalkan kepandaian), dan pada suatu saat karena sesuatu hal juga, jangan sampai kita terlalu rendah diri sehingga jadi pemalu, penakut, peragu/canggung tidak percaya diri, yang sebetulnya segala sesuatu bisa dikerjakan asal ada rasa berani dan percaya diri.
Sikap atau perilaku sebagai solusi untuk menanggulangi watak “dumeh” adalah sikap “nalangsa” dan sikap “susila anoraga”. Nalangsa adalah sikap batin yang menyadari, bahwa manusia sebagai mahluk Tuhan adalah serba terbatas dalam segala hal, kecil, lemah (ringkih, punya sifat sial). Nalangsa yang dimaksud bukan nalangsa yang negatif, yaitu: sikap yang terlalu merendahkan diri, menganggap dirinya serba sial, putus asa terhadap sesuatu yang bisa dicapai jika ada kemauan.
Adapun “susila anoraga” adalah kesusilaan batin yang tahu diri, mau menghargai dan menghormati kepada siapa saja, dengan selalu bersikap sopan santun. Kita menyadari, meskipun secara lahiriah ada perbedaan strata atau derajat sosial, serta perbedaan wewenangnya dalam tugas kehidupan bermasyarakat, dan kenyataannya hidup itu satu saling membutuhkan, maka pesan “aja dumeh” merupakan kontrol dan pengendalian diri agar kita tidak terjerumus ke dalam perilaku yang menyimpang yang bisa merusak sendi-sendi kehidupan yang sudah tentu mengganggu ketenteraman secara pribadi atau sosial bermasyarakat.
Pesan “ojo dumeh” dari leluhur kita sungguh bijaksana, ternyata pesan tersebut berlaku secara universal, tidak hanya pesan khusus untuk lokal orang Jawa. Sifat egois, sombong, congkak yang disebabkan oleh sikap “dumeh” bisa berlaku dan mengenai siapa pun, orang mana pun, bangsa mana pun.
Sungguh arif para leluhur kita, yang telah mewariskan budaya-budaya yang “adi luhung”, diantaranya berujud kata-kata mutiara, seperti contoh “aja dumeh”, bahasa sederhana singkat (hanya dua kata) tetapi maknanya sangat dalam, luas dan bijaksana. Berikut adalah pesan “ojo dumeh” yang disampaikan di dalam syair:
Biasakanlah melatih hati dan budi kita,
Sikap bijak dan hati-hati agar selalu diperhatikan,
Jangan asal bisa berucap atau berkata,
Jika tidak pantas,
Meskipun hanya satu ucapan,
Jika tidak pantas pada tempatnya.
Sikap bijak dan hati-hati agar selalu diperhatikan,
Jangan asal bisa berucap atau berkata,
Jika tidak pantas,
Meskipun hanya satu ucapan,
Jika tidak pantas pada tempatnya.
***
www.tubasmedia.com
Comments
Post a Comment