Humphrey Djemat: Mencetak Advokat Pejuang Melalui TKI
Ketua Umum DPP AAI Humphrey Djemat memegang piagam Rekor MURI terkait kegiatan bantuan hukum TKI. Foto: SGP
“Officium Nobile” atau profesi terhormat. Inilah frasa yang selalu
diagung-agungkan oleh para advokat Indonesia. Ditegaskan dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) yang disusun Komite Kerja Advokat Indonesia pada 23 Mei 2002, kalangan advokat mengklaim diri mereka layak menyandang Officium Nobile.
Sedikitnya tiga kali frasa “Officium Nobile” disebut dalam KEAI. Salah satunya, Pasal 8 huruf a yang berbunyi “Profesi
Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan
karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan
sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya
berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik ini”.
Pertanyaannya apakah advokat benar-benar berperilaku sebagai Officium Nobile atau
status itu sekadar klaim belaka? Advokat senior Humphrey Djemat
mengatakan publik masih sering mempertanyakan dimana perwujudan status Officium Nobile itu di saat advokat menjalankan profesinya.
Menurut Humphrey, kiprah advokat zaman sekarang memang berbeda dengan
advokat zaman dahulu. Dia, misalnya, membandingkan dengan advokat yang
hidup di zaman kemerdekaan. Kala itu, para advokat menjadi salah satu
garda terdepan perjuangan kemerdekaan melalui jalur diplomasi. Humphrey
menyebut nama-nama seperti Dr Soepomo, Alexander Andries Maramis, dan Mohammad Yamin yang berjuang di meja perundingan dengan pihak Belanda demi kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut Humphrey, advokat zaman sekarang bahkan masih perlu banyak belajar dari tokoh seperti Yap Thiam Hien,
Suardi Tasrif dan lain-lain yang berani menjadi pembela hukum para
terdakwa kasus G30SPKI. Ironisnya, kiprah Yap dkk terjadi di masa
Pemerintahan (alm) Soeharto alias Orde Baru yang justru dikenal
masyarakat sebagai rezim yang represif dan otoriter, berbeda denga era
reformasi seperti saat ini.
“Mereka (Yap Thiam Hien dkk) tidak ketakutan tuh, dan tidak dicap juga
sebagai simpatisan PKI seperti sekarang ketika pengacara yang membela
koruptor disebut koruptor juga,” ujar Humphrey dalam sebuah wawancara
khusus dengan hukumonline, akhir tahun 2012.
Dikatakan Humphrey, apa yang ditunjukkan oleh advokat generasi Dr
Soepomo dkk dan generasi Yap Thiam Hien adalah penegasan atas integritas
advokat. Mereka ingin menunjukkan bahwa advokat layak menyandang Officium Nobile. Hal ini, menurut Humphrey, tidak terlalu tampak pada diri advokat zaman sekarang.
Berangkat dari keprihatinan itulah, Humphrey begitu terpilih menjadi
Ketua Umum DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) langsung menetapkan moto
“Membangun Advokat Pejuang”. Untuk mewujudkan moto itu, AAI
mencanangkan program bantuan hukum bagi kelompok yang rentan/lemah. Dan,
AAI memilih tenaga kerja Indonesia (TKI) sebagai pihak yang dianggap
layak diberi bantuan hukum.
Gayung bersambut, AAI diajak kerjasama dengan Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Sebelum itu, Humphrey dengan membawa
bendera AAI sudah lebih dulu terlibat dalam Satuan Tugas Penanganan
Kasus WNI/TKI yang Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri (Satgas TKI).
Merujuk pada Keputusan Presiden No 8 Tahun 2012, posisi Humphrey sebagai
anggota tetapi kemudian dipercaya juga menjadi Juru Bicara.
Saat ini, Satgas TKI memang sudah rampung tugasnya. Kerjasama AAI
dengan BNP2TKI juga sudah berakhir. Namun, kiprah para advokat AAI saat
berkecimpung di dunia TKI masih menarik untuk disimak. Misalnya, kenapa
AAI memilih TKI ketimbang kelompok lain untuk dibantu? Lalu bagaimana
pahit manis yang dihadapi para advokat AAI ketika memberikan bantuan
hukum kepada TKI?
Untuk itu, hukumonline berkesempatan mewancarai Humphrey Djemat
di salah satu ruangan di Gedung Gani Djemat di Jakarta, tempat kantor
hukumnya dan Sekretariat DPP AAI berdomisili. Berikut petikan
wawancaranya?
Kenapa TKI yang dipilih AAI?
AAI melihat salah satu masalah besar di negeri ini adalah pembelaan terhadap kelompok kecil yang lemah dalam melakukan perlindungan dan pembelaan dirinya. Salah satu kelompok itu adalah TKI. Kan sudah diakui, berapa juta TKI yang berangkat ke negeri orang tetapi masalah TKI ini tidak pernah ada penyelesaian dan perlindungan yang kuat. Untuk itulah, moto kepengurusan saya adalah “Membangun Advokat Pejuang”. Komitmen ini tidak boleh main-main, harus ada perbuatan yang konkret.
AAI melihat salah satu masalah besar di negeri ini adalah pembelaan terhadap kelompok kecil yang lemah dalam melakukan perlindungan dan pembelaan dirinya. Salah satu kelompok itu adalah TKI. Kan sudah diakui, berapa juta TKI yang berangkat ke negeri orang tetapi masalah TKI ini tidak pernah ada penyelesaian dan perlindungan yang kuat. Untuk itulah, moto kepengurusan saya adalah “Membangun Advokat Pejuang”. Komitmen ini tidak boleh main-main, harus ada perbuatan yang konkret.
Pada dasarnya, TKI itu lemah karena pemberdayaan dirinya tidak ada. TKI
yang formal saja, pendidikannya SD saja tidak tamat, bahkan banyak yang
buta huruf. Cara berpikir mereka sangat sederhana yakni bagaimana
mereka bekerja untuk mendapatkan uang. Diberi undang-undang atau
badan-badan bukan berarti (perlindungan, red) mereka akan terangkat.
Apalagi, jika oknum-oknum pemerintahan ini komitmennya tidak kuat.
Dari regulasinya saja, UU No 39 Tahun 2004,
sudah ditentukan bahwa perlindungan hukum bagi TKI itu hanya di negara
penempatan. Padahal, masalah TKI itu banyak di dalam negeri, mulai dari
proses penempatannya maupun purna. Dari sini saja sudah kelihatan bahwa
komitmen dari pemerintah atau negeri ini belum total. Ini dilihat dari
regulasinya aja belum praktiknya.
TKI harus ditopang dengan kekuatan untuk memperjuangkan haknya. Dari
kasus Ruyati (TKI yang dihukum mati di Arab Saudi, red), kita akhirnya
mengetahui kalau TKI di sana itu belum dapat perlindungan hukum yang
memadai. Artinya, belum ada lawyer yang memadai. Negara seharusnya bertanggungjawab untuk menyediakan lawyer, jangan dibebankan ke TKI karena mereka tidak punya apa-apa. Tidak punya uang dan tidak punya kekuatan untuk melawan.
Bagaimana cerita awalnya keterlibatan AAI dalam urusan TKI?
Kebetulan, mungkin ini sudah jalannya, saya ada keterlibatan dalam Satgas TKI. Selain itu, AAI juga ikut terlibat penanganan kasus-kasus TKI, termasuk pemulangan jenazah Kikim Komalasari (TKI asal Cianjur yang menjadi korban penyiksaan, red) dan juga Sumiati (TKI asal Dompu, Nusa Tenggara Barat).
Kebetulan, mungkin ini sudah jalannya, saya ada keterlibatan dalam Satgas TKI. Selain itu, AAI juga ikut terlibat penanganan kasus-kasus TKI, termasuk pemulangan jenazah Kikim Komalasari (TKI asal Cianjur yang menjadi korban penyiksaan, red) dan juga Sumiati (TKI asal Dompu, Nusa Tenggara Barat).
Saat mencanangkan program ini, AAI sadar bahwa kami tidak bisa jalan
sendiri. AAI harus menggandeng pemerintah dalam hal ini BNP2TKI, supaya
kita bisa mendapat jalannya. Akhirnya, saya tidak menyangka, kami
diminta oleh pemerintah saat pembentukan Satgas TKI karena kebetulan
komposisi Satgas TKI memang ada unsur advokat. Setelah terbentuk, kita
bertemu dengan Presiden SBY di Istana Negara. Ketika itu, saya langsung
memperkenalkan diri sebagai Ketua Umum DPP AAI kepada Presiden, dan
komentar beliau “Itu penting”. Ini artinya kehadiran advokat memang
dianggap penting.
Jadi advokat itu seorang ahli hukum, jadi kemampuannya di bidang hukum
akan sangat bermanfaat untuk melakukan pembelaan terhadap TKI yang
menghadapi masalah hukum. Kalau kita bicara masalah TKI ya masalah hukum
sebenarnya, masalah apa lagi? apalagi, TKI yang akan dihukum mati, ya
itu masalah hukum.
Bagaimana peran AAI dalam melakukan pendampingan hukum untuk kasus TKI di luar negeri?
Sejak pertama kali Satgas TKI melakukan hearing dengan pihak-pihak terkait termasuk duta besar dan perwakilan Indonesia di luar negeri, disimpulkan bahwa kita butuh retainer lawyer. Yang dimaksud retainer lawyer adalah advokat setempat yang dikontrak untuk waktu tertentu, biasanya satu tahun. Retainer lawyer akan mewakili kepentingan Indonesia jika terjadi masalah hukum.
Sejak pertama kali Satgas TKI melakukan hearing dengan pihak-pihak terkait termasuk duta besar dan perwakilan Indonesia di luar negeri, disimpulkan bahwa kita butuh retainer lawyer. Yang dimaksud retainer lawyer adalah advokat setempat yang dikontrak untuk waktu tertentu, biasanya satu tahun. Retainer lawyer akan mewakili kepentingan Indonesia jika terjadi masalah hukum.
Di setiap negara itu berlaku souvereignty of law (kedaulatan
hukum), tidak bisa kita (lawyer Indonesia) datang ke satu negara
menangani sebuah kasus, ya pasti ditolak. Sebaliknya, lawyer asing juga tidak bisa datang begitu saja ke Indonesia. makanya, kita harus pakai lawyer yang
terbaik dong di Arab Saudi. Ini untuk menunjukkan negara berperan
melindungi warga negaranya secara serius. Jangan sikapnya reaktif, kalau
ada kasus baru bereaksi. Harus dilakukan pembelaan dengan konsep yang
jelas.
Di sinilah peran saya melakukan fit and proper test. Kita pasang
pengumuman, lalu digelar tender. Dengan modal pengalaman saya sebagai
advokat karier, saya tahu mana advokat yang bagus mana yang tidak. Kita
akan coret kalau ada kandidat yang lebih mementingkan berapa dia akan
dibayar dan tidak mempunyai empati. Yang akan dipilih hanya lawyer yang terbaik. Proses pemilihan ini juga melibatkan unsur pemerintah, selain AAI.
Setelah terpilih, AAI juga terus melakukan pemantauan. Tetapi, kita kan
dengan pertimbangan jarak tidak bisa setiap saat pergi ke sana.
Makanya, kami bikin format buku laporan besar. Ini format laporan yang
kita bikin sendiri. Jadi, kita bisa memonitor perkembangan suatu kasus.
Buku ini tidak bisa bohong, karena orang mungkin bisa berganti tetapi
jika ada laporan seperti ini, datanya akan selalu tersedia kapanpun.
Buku laporan ini juga sudah dibuat secara online.
Apa perubahan yang kemudian muncul setelah advokat AAI memberikan bantuan hukum kepada TKI?
Sebelum AAI melakukan pendampingan, TKI tidak tahu kalau mereka berhak mendapatkan klaim asuransi. Untuk menjelaskan hal ini, AAI harus menggunakan cara yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka (TKI). Biasanya kami bilang “Bu, anda akan mendapatkan uang”, setelah itu mereka baru akan antusias.
Sebelum AAI melakukan pendampingan, TKI tidak tahu kalau mereka berhak mendapatkan klaim asuransi. Untuk menjelaskan hal ini, AAI harus menggunakan cara yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka (TKI). Biasanya kami bilang “Bu, anda akan mendapatkan uang”, setelah itu mereka baru akan antusias.
Sebelum AAI terjun, ketika TKI yang pulang melakukan wawancara dengan
pihak asuransi, mereka menjadi pusing sehingga akhirnya mereka berpikir
“yang penting pulang”. Tetapi setelah didampingi advokat AAI, 5-10 menit
selesai karena posisinya sudah seimbang antara pihak asuransi dengan
TKI yang didampingi advokat. Pihak asuransi tidak berani macam-macam
karena ada advokat yang dampingi TKI. Inilah bukti dukungan advokat AAI
yang melakukan pendampingan terhadap TKI sehingga berubah praktik
pemberian klaim asuransi.
Apakah bantuan/pendampingan hukum yang diberikan AAI kepada TKI itu gratis atau ada biaya-biaya?
Kita lakukan pendampingan TKI ini secara profesional dengan BNP2TKI, tetapi untuk TKI total gratis. Terkadang, TKI itu senang sekali mendapatkan klaim asuransi meskipun tidak terlalu besar nilainya. Sebagai bentuk terima kasih, mereka ada yang ingin memberikan sesuatu seperti kurma yang dibawa dari Arab Saudi atau membagi uang hasil klaim asuransi. Tetapi, saya tegas menyatakan “jangan, kita zero menerima sesuatu!” Ini untuk menunjukkan komitmen kuat dari AAI dan supaya tidak ada fitnah.
Kita lakukan pendampingan TKI ini secara profesional dengan BNP2TKI, tetapi untuk TKI total gratis. Terkadang, TKI itu senang sekali mendapatkan klaim asuransi meskipun tidak terlalu besar nilainya. Sebagai bentuk terima kasih, mereka ada yang ingin memberikan sesuatu seperti kurma yang dibawa dari Arab Saudi atau membagi uang hasil klaim asuransi. Tetapi, saya tegas menyatakan “jangan, kita zero menerima sesuatu!” Ini untuk menunjukkan komitmen kuat dari AAI dan supaya tidak ada fitnah.
Kita juga tidak ada bermain-main dengan asuransi. Misalnya dengan
mengatur pembagian klaim asuransi. Tidak ada itu, semua tercata dengan
jelas dalam laporan kami kepada BNP2TKI. Setiap advokat yang bertugas
juga membuat laporan, termasuk absensinya harus ada. Setiap harinya
sekitar 600 hingga 800 TKI datang, dan kita harus 24 jam karena mereka
datangnya bisa kapan saja tergantung pesawatnya.
Rekap Kegiatan Pendampingan TKI (per 31 Agustus 2012)
Total TKI yang didampingi | : |
5.889 orang
|
Total TKI yang mendapat santunan | : |
2750 orang
|
Total TKI yang tidak mendapat santunan | : |
2312 orang
|
Total TKI yang dalam proses | : |
727 orang
|
Total nilai santunan | : |
Rp4.777.829.658
|
Setelah kerjasama ini, apakah AAI berencana ‘menularkan’ virus positif ini kepada organisasi-organisasi advokat lainnya?
Ya, kita maunya sih ini menjadi gerakan bersama. Tetapi, kita harus memberikan contoh terlebih dahulu. Persoalannya, apakah organisasi-organisasi advokat siap melakukannya secara profesional? Karena kalau tidak, sama saja menghambur-hamburkan uang. Jadi, tidak bagus. Di tahap ini, saya tidak lagi melihat apa yang dilakukan sebagai AAI saja, tetapi ini menyangkut profesi advokat sebagai perwujudan Officium Nobile.
www.hukumonline.com
Ya, kita maunya sih ini menjadi gerakan bersama. Tetapi, kita harus memberikan contoh terlebih dahulu. Persoalannya, apakah organisasi-organisasi advokat siap melakukannya secara profesional? Karena kalau tidak, sama saja menghambur-hamburkan uang. Jadi, tidak bagus. Di tahap ini, saya tidak lagi melihat apa yang dilakukan sebagai AAI saja, tetapi ini menyangkut profesi advokat sebagai perwujudan Officium Nobile.
www.hukumonline.com
Comments
Post a Comment