Jaksa Chevron Dilaporkan ke Komjak


Keliru mengutip peraturan dianggap perbuatan yang tidak cermat."

Terdakwa Kukuh Kertasafari melaporkan penuntut umum Supracoyo ke Komisi Kejaksaan (Komjak). Laporan tersebut terkait dugaan ketidakprofesionalan Supracoyo dalam menyusun dakwaan perkara korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam dakwaan Kukuh, Supracoyo keliru mengutip persyaratan pengolahan limbah minyak bumi yang diatur Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup No.128 Tahun 2003. Berdasarkan Kepmen, konsentrasi maksimum Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) awal sebelum proses pengolahan biologis tidak lebih dari 15 persen.
Sementara, Supracoyo mengutip, konsentrasi minimal tanah tercemar, TPH +7.5-15 persen dengan standar hasil bioremediasi TPH ≤1 persen. Kekeliruan itu dianggap menyalahi Pasal 3 angka 9 PP No.53 Tahun 2010 yang mengharuskan PNS bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara. 
Supracoyo juga dinilai melanggar Pasal 3 huruf a Perja No.PER067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa yang mewajibkan jaksa menaati kaidah hukum, perundang-undangan, dan peraturan kedianasan yang berlaku. Dengan mengacu pada kedua aturan itu, Kukuh meminta Komjak segera menindaklanjuti laporannya.
Kukuh bersama bersama Koordinator Ikatan Alumni ITB ’94, Taufiqurrahman dan Ahmad Shalahuddin Zulfa mendatangi Komjak untuk menyerahkan bukti pendukung pada Jum’at, 26 April 2013. Dalam Kepmen LH No.128 Tahun 2003, tidak ada angka 7.5 persen seperti yang tercantum dalam dakwaan yang dibuat Supracoyo.
“Dengan kutipan yang salah, tindakan bioremediasi itu dianggap tidak legal. Sesuatu yang benar dianggap sebagai korupsi. Kesalahan jaksa telah mengakibatkan seseorang yang seharusnya tidak menjadi terdakwa, justru jadi terdakwa,” kata Taufiqurrahman dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Sabtu (27/4).
Tepisah, Ketua Komjak Halius Hosen mengaku telah menerima bukti-bukti berupa Kepmen LH No.128 Tahun 2003 dan surat dakwaan yang diserahkan Kukuh bersama perwakilan Ikatan Alumni ITB ‘94. Sesuai mekanisme, Halius akan menyerahkan laporan kepada seorang Komisioner untuk mengecek kebenaran laporan itu.
Menurut Halius, kekeliruan jaksa mengutip peraturan perundang-undangan merupakan tindakan tidak cermat karena bisa berakibat fatal bagi dakwaan yang sedang disidangkan di pengadilan. “Tapi, saya belum mendalami kebenaran laporan tersebut. Barangkali minggu depan kami akan menggelar pleno,” ujarnya.
Tahapan pleno digelar setelah Komisioner Komjak memverifikasi laporan Kukuh. Apabila dalam sidang pleno disimpulkan telah terjadi pelanggaran kode perilaku jaksa, Halius melanjutkan, Komjak akan membuat rekomendasi kepada Jaksa Agung agar jaksa tersebut diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Halius sangat menyayangkan jika seorang jaksa tidak cermat dalam merumuskan dakwaan, apalagi sampai salah mengutip peraturan. “Kalau itu benar, saya kira sesuatu yang tidak patut terjadi. Kalau terbukti dia melakukan pelanggaran akan mendapat sanksi karena kekeliruan seperti itu tidak boleh terjadi,” tuturnya.
Penuntut umum mendakwa Team Leader Produksi di Sumatera Light South (SLS) Kukuh, Manajer Lingkungan Sumatera Light Operation Endah Rumbiyati, Team Leader Sumatera Light North Widodo, Direktur PT Sumigita Jaya (SJ) Herland, dan Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Recksy Prematuri melakukan korupsi dalam proyek bioremediasi.
Dalam dakwaan terpisah, kelima terdakwa dianggap melaksanakan proyek bioremediasi secara melawan hukum, sehingga merugikan negara sekitar AS$10 juta. Berawal dari proses lelang bermasalah, kemudian panitia lelang memenangkan PT SJ dan PT GPI yang tidak memiliki spesifikasi khusus di bidang bioremediasi.
Selain tidak memenuhi spesifikasi, kedua perusahaan tidak memiliki laboratorium, peralatan, dan ahli bioremediasi. PT SJ dan PT GPI juga tidak memiliki izin pengolahan limbah sebagaimana dipersyaratkan Pasal 3 Kepmen LH No.128 Tahun 2003 dan Pasal 40 ayat (1) huruf a PP No 18 tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3.
Ketika melakukan kegiatan bioremediasi, PT SJ dan PT GPI tidak mengikuti tata cara pengolahan tanah terkontaminasi minyak bumi seperti yang diatur Kepmen LH No.128 Tahun 2003. Berdasarkan hasil pengujian sampel tanah di beberapa lokasi bioremediasi, diketahui bahwa tahan tersebut tidak terkontaminasi minyak.
Dengan demikian, tanah yang diolah kedua perusahaan adalah tanah segar. Pekerjaan bioremediasi itu telah memperkaya PT SJ dan PT GPI masing-masing AS$6,992 juta dan AS$3,08 juta, sehingga Herland dan Recky dituntut 15 dan 12 tahun penjara. Ketiga karyawan PT CPI masih menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi.
www.hukumonline.com

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian