Yang Tersisa dari Penjara Kalisosok
Dindingnya mulai lusuh dan terkupas-kupas. Selain terlihat
termakan usia, bangunan bersejarah itu sepertinya sengaja tidak dirawat.
Sayang, saya hanya bisa melihat-lihat dari luar dan berfoto di depan pintu
gerbannya.
Itulah penjara Kalisosok di Surabaya. Gedung penjara peninggalan
Gubernur Jenderal Herman Williams Daendels ini masih berdiri kokoh. Beberapa
menara pengawasnya pun masih tampak menjulang. Bagian depannya pun masih
menyisakan kemegahan gaya arsitektur kolonial di zamannya. Bangunan bersejarah
itu menempati sebuah lahan seluas 3,5 hektar.
Dari cerita seorang teman yang mengantarkan saya, penjara
Kalisosok sempat dibongkar oleh tangan-tangan tidak bertanggung-jawab. “Sebuah
perusahaan asal Jakarta mau mengubah peninggalan sejarah ini menjadi pusat
perbelanjaan,” kata teman tadi.
Setelah saya telusuri di informasinya di internet, ternyata pada
April 2010 lalu telah terjadi proses pembongkaran. Diduga proses pembongkaran
itu adalah sebuah perusahaan yang berkantor di Sunter, Jakarta, namanya PT
Fairco Jaya Dwipa. Pihak Pemkot Surabaya pun akhirnya turun tangan untuk
menghentikan pembongkaran.
Padahal, di masa pemerintahan Wali Kota Surabaya, Soenarto
Soemoprawiro, sempat keluar keputusan yang menetapkan Kalisosok sebagai cagar
budaya. Namun, ada kabar pula yang menyebut bahwa penjara kuno ini sudah
beralih-tangan melalui proses tukar-guling dengan PT. Fairco Jaya Dwipa.
***
Menurut catatan sejarah, Kalisosok mulai dibangun oleh Daendels
pada masa awal kekuasannya, tepatnya tahun 1808, dengan biaya 8000 gulden.
Daendels hanya membutuhkan waktu sembilan bulan untuk menyelesaikan proyek ini.
Sejak itu, seiring dengan pergantian rejim politik di Indonesia,
penjara Kalisosok dikenal sebagai penjara paling menyeramkan di Indonesia.
Banyak tokoh pergerakan Indonesia pernah merasakan kekejian kolonial di penjara
ini.
HOS Tjokroaminoto, tokoh pendiri Sarekat Islam, disebut-sebut
pernah mendekam di penjara Kalisosok. Bukan hanya Tjokroaminoto, tokoh pencipta
lagu Indonesia Raya, Wage Rudolf Soepratman, juga pernah dipenjara di sini.
Doel Arnowo, tokoh marhaenis dan pejuang rakyat Surabaya, juga pernah mendekam
selama sembilan bulan di Kalisosok.
Pada saat perjuangan anti-fasisme, penjara Kalisosok juga
menjadi saksi penangkapan para aktivis anti-fasis, yang tergabung dalam gerakan
rakyat anti-fasis. Diantara tokoh anti-fasis yang tertangkap, antara lain:
Pamudji, Sukayat, Sudarta, dan Asmunanto. Bahkan, tokoh utama gerakan
anti-fasis saat itu, yaitu Amir Syarifuddin, juga ditangkap dan dipenjara di
sini.
Ketika sekutu mendarat di Surabaya, Kalisosok juga pernah
menjadi saksi sejarah keberanian rakyat Surabaya melawan pasukan Inggris. Pada
26 oktober 1965, pasukan Inggris dibawah pimpinan Kapten Shaw menyerbu penjara
Kalisosok untuk membebaskan seorang perwira Belanda, Kolonel Huiyer.
Di jaman orde baru, penjara Kalisosok juga menjadi saksi
kekejian rejim Soeharto terhadap tapol Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
ormas-ormasnya. Banyak diantara mereka, sebelum dibuang ke pulau buru atau
nusakambangan, harus mendekam dan mendapatkan penyiksaan di Kalisosok.
Orde baru juga menjadikan LP Kalisosok sebagai tempat
pemenjaraan dan penindasan terhadap tapol asal Timor Leste. Bahkan, dua aktivis
Partai Rakyat Demokratik (PRD), yang saat itu menentang rejim orde baru, juga
mendekam dalam penjara Kalisosok, yaitu Coen Husein Pontoh dan Mohamad Soleh.
Penjara ini baru ditutup pada tahun 2000. Tetapi rencana
penutupan penjara ini mendapat perlawanan para sipir. Tetapi perlawanan para
sipir tidak bisa menghentikan rencana penutupan Kalisosok, dan pemindahan para
tahanan ke area penjara baru yang menempati lahan seluas 17 hektare, sejauh 35
kilometer dari lokasi lama.
***
Seangker-angkernya penjara Kalisosok, seketat-ketatnya
pengamanan oleh penjaga, tetapi ada juga tahanan yang berhasil meloloskan diri.
Saya tidak punya data resmi mengenai berapa orang dan berapa kali kasus
pelarian tahanan dari penjara Kalisosok.
Sejak tahun tahun 1968-1969, ada tujuh orang tahanan politik
yang berhasil melarikan diri dari penjara berdinding tebal itu. Ketujuh tapol
itu adalah Bardi Harsono, Kadarisman, Karmaji, Karyono, Kadis,Tahak, dan
Sarman.
Pada tahun 1977, orang digemparkan oleh berita kaburnya sejumlah
narapidana dari Kalisosok. Tahanan itu bernama Ronny Siswanto, Asmat, Raharjo
dan Lukito. Tiga yang disebut belakangan berhasil ditangkap kembali. Namun,
setelah diselidiki, bebasnya para napi itu tidak lepas dari kelihaian mereka menyuap
petugas untuk mengurangi masa tahanan.
Penjara Kalisosok juga menyimpan cerita heroik. Kala itu,
sekitar oktober 1945, ketika berita kemerdekaan berhasil menyelinap masuk
penjara, para tahanan pun membentuk laskar bernama “Laskar Pendjara”. Pimpinan
laskar ini adalah seorang tukang becak, namanya mayor Dollah. Sebagaimana
ditulis Bung Tomo dalam bukunya, Kisah Perang 10 November, yang terbit tahun
1950, diceritakan bahwa pemberontakan dalam penjara ini berhasil menjebol
tembok penjara sisi utara.
***
Begitu besar kisah sejarah yang tersimpan di penjara tua ini,
membuat kita seharusnya berfikir untuk membuatnya lapuk dimakan usia, apalagi
membiarkannya dibongkar untuk kepentingan modal.
Comments
Post a Comment