Masyarakat Indonesia Belum Melek Soal Cybercrime


Kejahatan di dunia maya (cybercrime) begitu gencar mengintai masyarakat. Sayangnya saat ini kesadaran terhadap cybercrime belum begitu tinggi di Indonesia.

Inilah mengapa masyarakat perlu dibuat sadar bagaimana ia dapat melindungi dirinya sendiri dari cybercrime. Hal tersebut diungkapkan Hasyim Gautama, Kasubdit Tata Kelola Keamanan Informasi Direktorat Jenderal Keamanan Informasi, Ditjen Aplikasi Informatika Kementrian Komunikasi dan Informasi.

“Kalau perangkat sudah baik, resmi, tapi misalnya update-nya dimatikan karena si user merasa terganggu karena kelamaan, sama saja bohong. Orangnya juga harus berubah,” papar Hasyim, Rabu (27/2/2013).

Lebih lanjut Hasyim menjelaskan bahwa orang Indonesia termasuk “longgar” soal privasi.

“Di Facebook, terkadang orang lengkap memasukkan semuanya, sampai kadang-kadang NIP-nya juga dicantumkan. Semua orang bisa tahu,” jelas Hasyim.

Ia juga menekankan bahwa sangat penting untuk mengamankan informasi dengan yang berbasis SNI 27001. Selain peran produsen sangat dibutuhkan untuk melakukan peran mereka dalam mengendalikan malware.

Hal ini dirasa sangat penting, apalagi setelah Microsoft mengumumkan hasil studi forensik pada ancaman malware dengan memeriksa beberapa PC merek ternama yang di-install software bajakan.

Pada penelitian ini, selain mengambil sample dari PC, mereka juga mengambil sample dari DVD software bajakan. Studi ini dilakukan di Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Microsoft memeriksa total 282 komputer dan DVD dan menemukan bahwa sebanyak 69% terinfeksi malware.

Menariknya lagi, malware ini banyak tertanam di PC dengan merek terkemuka, termasuk Acer, Asus, Dell, HP, Lenovo, dan juga Samsung.

“Microsoft yakin bahwa software palsu maupun malware yang tertanam bukanlah berasal dari manufacturer PC tersebut. Komputer tersebut dijual dengan operasi non-Windows yang kemudian diganyi oleh individu yang berada pada rantai penualan atau toko yang melakukan duplikasi ilegal dan distribusi software bajakan,” kata Tony Seno Hartono, National Technology Officer Public Sector Microsoft Indonesia.

Menurut studi Microsoft, tingkat infeksi dari software bajakan bervariasi secara signifikan di seluruh Asia Tenggara. Di Indonesia khususnya, sebanyak 59,09% dari sampel HDD (Hard Disc Drive) terinfeksi oleh malware, sedangkan 100% sampel DVD terinfeksi malware.

Total dari pengujian Microsoft mengungkapkan bahwa 5.061 kasus dan 1.131 strain unik dari infeksi malware dan virus, ada di setiap sample yang diambil di Asia Tenggara. Dalam kasus ini, virus Zeus juga termasuk di dalamnya.

Zeus merupakan  salah satu jenis malware yang paling berbahaya. Zeus mencuri password yang dikenal dengan menggunakan keylogging dan mekanisme lain untuk memonitor aktivitas online pengguna.

Keyloggers merekam tiap keystroke pengguna dengan tujuan untuk mencuri informasi personal, termasuk account username dan password.

Dengan ini, pelaku cybercrime menggunakan cara ini untuk menarik uang dari akun bank korban, melakukan pembelian secara online dengan menggunakan informasi personal korban dan mengakses akun pribadi lainnya.

Menurut RSA 2012 Cybercrime Trends Report, Zeus sendiri diperkirakan menyebabkan kerugian secara global lebih dari US$1 miliar dalam kurun lima tahun terakhir.

Dengan ancaman-ancaman itu, maka memang dibutuhkan pendidikan untuk para pengguna komputer agar bisa memberdayakan dirinya sendiri.

Hal ini juga diungkapkan oleh Astrid S. Tuminez, Regional Director Legal & Corporate Affairs Microsoft South East Asia.

“Untuk memberdayakan dirinya sendiri, memang dibutuhkan pendidikan. Selain itu, engineering juga harus diperhatikan supaya kita aman baik dalam bertransaksi online, dan juga anak-anak kita aman dari kejahatan online yang mengintai,” ungkap Astrid.

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian