Profesi Kriminal


SAAT ini pengangguran dan ketersediaan lapangan kerja merupakan persoalan pelik dan cukup mendesak guna dicarikan solusinya. Pada sisi yang lain, seirama dengan kemajuan masyarakat, dunia keprofesian juga turut berkembang dan semakin luas bidang cakupannya. Tidak saja muncul profesi pada bidang-bidang resmiyang diakui oleh khalayak masyarakat, namun tumbuh pula profesi yang berada di bidang-bidang yang dianggap ilegal dan secara sosial dinilai menyimpang.

Profesi yang berada di ranah ilegal antara lain calo yang kini telah merambah di hampir semua bidang pelayanan masyarakat, pemeras terselubung, koruptor dan penyelundup. Berkembangnya profesi-profesi tersebut dapat dikatakan sebagai alternatif jawaban atas semakin sempitnya lapangan kerja yang sah dan kurangnya keterampilan yang mesti dimiliki oleh para pencari kerja.

Mereka yang tersuruk menekuni profesi-profesi ilegal dan menyimpang biasanya merupakan warga masyarakat yang kalah dalam kompetisi memperebutkan lapangan kerja yang sah, mereka yang lahir di tengah-tengah keprofesian ilegal, dan lapisan masyarakat yang memang secara sengaja menekuni profesi ilegal. Mengapa muncul ketiga kelompok yang menekuni profesi ilegal?

Peluang Sah Menyempit

Kejahatan sebagai sebuah fenomena sosial, apapun bentuk dan wujudnya tidaklah muncul lantaran faktor tunggal. Sejak dekade 1980-an, teori-teori tentang faktor tunggal telah ditinggalkan sebagai ajaran sebab-akibat kejahatan. Analisa sebab-akibat lebih diarahkan pada analisa banyak faktor (analisa multivariat). Namun haruslah diakui bahwa kejahatan cenderung terjadi karena adanya kondisi ekonomi yang menghimpit masih kerap dijadikan titik pijak guna menerangkan fenomena sosial kejahatan dan upaya pembelaan bagi pelaku kejahatan.

Beberapa keadaan ekonomi yang diperkirakan sangat berpengaruh terhadap fluktuasi angka kejahatan antara lain urbanisasi yang tak terkendali; ketidak-stabilan ekonomi atau derajat tingkat pendapatan dan lapangan kerja struktur piramidal distribusi pendapatan, ketidak-mertaan persebaran penduduk; perubahan kedudukan suatu subkelompok masyarakat terhadap subkelompok yang lain; perubahan tingkat kesejahteraan ekonomi; dan peranan ekonomi sebagai mode integrasi sosial yang semakin menonjol (M. Harvey Brenner, 1975:1-2)

Urbanisasi yang diukur dengan kepadatan dan kebhinekaan penduduk tidak diragukan lagi menghadirkan sejumlah kondisi yang mengarah kepada penciptaan kultur kekerasan dan penyimpangan. Urbanisasi yang terus-menerus berlalu tanpa dibekali keterampilan dan pengetahuan yang memadai dari daerah asal menjadikan kaum urban mau tak mau bekerja apa saja termasuk yang ilegal. Keterampilan dan pengetahuan yang rendah kaum pendatang mempersempit peluangnya untuk ambil bagian dalam menggapai lapangan kerja yang sah di kota besar yang didatangi.

Ketidak-stabilan ekonomi atau derajat tingkat pendapatan dan lapangan kerja memiliki korelasi positif dengan variabel munculnya kejahatan. Tanpa harus ada tambahan gambaran statistik, asumsi ini ada benarnya. Tingkat pendapatan yang rendah tidak sesuai dengan lapangan kerja yang ditekuni semakin mempertinggi tingkat penyelewenangan dan menerabas jalan pintas buat memperoleh kepuasan ekonomi sesaat.

Selanjutnya struktur piramidal distribusi pendapatan di mana pendapatan tinggi hanya dimiliki oleh sebagian kecil warga masyarakat pemilik modal. Kondisi seperti dapat menimbulkan kecemburuan sebagian besar warga masyarakat. akibatnya, kelompok kecil pemilik modal acapkali menjadi sasaran pencurian dan perampokan profesional. Piramid distribusi pendapatan mencerminkan ketidak-merataan di dalam suatu populasi yang dapat mengundang kecemburuan dan dendam sosial.

Pun begitu dengan adanya perubahan dalam kedudukan sosial-ekonomi dan tingkat kesejahteraan secara tidak wajar akan mengarah kepada munculnya kecemburuan dan dendam sosial. Keadaan ini akan semakin memperkecil peluang masyarakat kelas bawah untuk menekuni bidang kehidupan yang sah. Dan, hal tersebut akan lebih diperparah lagi akibat semakin menonjolnya peranan ekonomi sebagai suatu mode integrasi sosial.

Karakteristik

Pengertian profesi biasanya mengacu pada mata pencaharian dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dari sini dapat ditarik satu karakteristik kejahatan tertentu yang dianggap memberikan keuntungan ekonomi. Mereka memiliki status yang tinggi dalam dunia karir kriminal.

Kejahatan profesional dibedakan menurut asal-usul perilaku kriminal, bukan menurut hukum pidana tertentu. Jenis-jenis kejahatan profesional mencakup penipuan oleh seseorang, pencopetan, shoplifting, pemalsuan (tanda tangan, lukisan dan naskah) dan pemalsuan uang. Kegiatan-kegiatan tersebut tergolong kejahatan yang masih bersifat tradisional dan merampas hak pribadi korban. Dalam perkembangan masa kini kegiatan-kegiatan tersebut telah diselimuti dengan baju-baju baru yang kerapkali sulit dilacak asal-muasalnya.

Pelaku kejahatan profesional sangat akrab dengan pelaku kejahatan profesional lainnya. perilakunya ditentukan oleh norma-norma yang dibentuk kelompoknya sendiri. Luasnya kelompok di antara pelaku kejahatan profesional sangat bervariasi sesuai dengan jenis kejahatan yang ditekuni.

Aktivitas kejahatan profesional berhubungan erat dengan nilai-nilai kemasyarakatan seperti tingkat keterampilan tuntutan lapangan kerja. Beberapa pelanggaran yang termasuk dalam kejahatan profesional sangat tergantung pada kerja sama para anggotanya. Operasi aksi kejahatan profesional berubah-ubah sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Mesyarakat luas sangat memberi toleransi pada kejahatan profesional. Karena, ada kekaburan pandangan terhadap gejalan kejahatan profesional. Pelaku pada kasus-kasus tertentu mampu menghindar dari sanksi hukum dengan berkelit seribu-satu alasan, terutama alasan himpitan ekonomi.

Melihat beberapa karakteristik tadi rasanya cukup sulit untuk mengambil langkah-langkah pencegahan akan terjadinya kejahatan profesional. Pada setiap kasus selalu saja ada alasan atau kambing hitam guna menghindari saksi hukum yang berat.

Keseimbangan

Mengacu pada sebab dan karakteristik kejahatan profesional, pertanyaan yang kemudian muncul: kemajuan ataukah kemunduran zaman? Jawaban atas pertanyaan ini bisa dua-duanya. Pada satu sisi, kemunculan kasus-kasus yang termasuk kejahatan profesional dapat dijadikan indikasi bahwa masyarakat telah berkembang maju mencapai tingkat perkembangan ekonomi tertentu. Jawaban ini berangkat dari asumsi bahwa kejahatan profesional kini sangat bervariasi seirama dengan pertumbuhan bangunan dan pranata-pranata ekonomi baru. Misalkan kemunculan shoplifting yang saat ini banyak terjadi di kota-kota besar yang telah memiliki pasar swalayan dan minimarket.

Pada sisi yang lain pula, banyak kasus kejahatan profesional merupakan baromater kemunduran relatif suatu masyarakat. Dalam arti, terjadi perubahan tolok ukur hubungan antar-manusia ke arah semata-mata bersifat ekonomis, manusia yang satu menjadi serigala manusia lainnya, dan jenis kejahatan tertentu tidak sekadar mengambil obyek korban yang relatif potensial namun banyak di antaranya yang memakan korban orang-orang tak berdaya.

Dari kedua jawaban itu tercermin ketidak-harmonisan antara kemajuan ekonomi dan bangunan sosial yang ada. Buat mencegah dan mengurangi timbulnya kejahatan profesional khususnya dan kejahatan pada umumnya mesti diupayakan adanya bangunan sosial-kultural yang kokoh sebagai dasar pijakan bangunan ekonomi yang kian maju. Dengan lain kata, pembangunan sosial-kultural dan mental-spiritual harus seimbang dengan pembangunan ekonomi yang kini menjadi primadona model pembangunan. (BN)

Comments

Popular posts from this blog

Kekerasan di Perkotaan

Kisah Seorang Preman Kupang (1)

Temuan Riset: Kepolisian dan Pemerintah Daerah Tidak Paham Apa itu Ujaran Kebencian