Nama Penuh Makna dari Desa Luwoo
oleh budi nugroho
Mendengar
nama Desa Luwoo, orang yang berada di luar Kota Gorontalo boleh dikatakan cukup
asing. Wajar saja, karena Luwoo hanyalah salah satu desa kecil di Kecamatan
Talaga Jaya, Kabupaten Gorontalo. Di mata kita orang awam, rasanya, tak ada
yang istimewa dari Desa Luwoo. Padahal, desa ini sudah cukup tenar di masa-masa
awal kemerdekaan, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945. Setidaknya, desa ini cukup sohor saat Gorontalo memproklamasikan kemerdekaan
pada 23 Januari 1942.
Cukup
sohor, karena dari desa inilah asal pelaku sejarah kemerdekaan Gorontalo. Ya, di Jalan Sartika Desa Luwoo,
Kecamatan Telaga Jaya, Kabupaten Gorontalo, tinggal seorang pelaku sejarah
kemerdekaan. Dia adalah Hawaria Abdul (akrab dikenal Ma Ita Hawa), wanita
Pengibar Bendera pertama saat Gorontalo memproklamirkan kemerdekaan pada 23
Januari 1942 silam. Ma Ita Hawa mengisahkan
perjuangannya saat mengikuti sang pemimpin perjuangan waktu itu Pahlawan
Nasional Nani Wartabone atau yang dulunya lebih akrab disapa Temey Jonu. Ma Ita
Hawa, saat pertama kali berjuang, memulainya dengan menjadi seorang tenaga bagian
dari pasukan pengibar bendera pertama pada hari kemerdekaan. Namun disayangkan bahwa
perjuangannya yang begitu gigih itu hanya bisa dikenang. Sampai saat ini ia
tidak memiliki SK Veteran sebagaimana dimiliki oleh pejuang-pejuang veteran
lainnya.
Nama
Luwoo pun tenggelam. Padahal, Luwoo boleh dikatakan merupakan sebuah desa yang
sarat dengan orang-orang yang cukup patriotik dan gigih berjuang. Gigih pula
tampil sebagai pemimpin bangsa. Salah satu tokoh sohor yang lahir di desa ini
dan kemudian tampil memimpin Kota Gorontalo adalah Adhan Dambea.
A. Sebuah Nama yang Sarat Makna
Mengapa
harus nama Adhan Dambea? Penulis naskah drama kondang William Shakespeare,
sebagaimana orang Barat pada umumnya, biasa tidak hirau pada nama yang mesti
ditorehkan atau dilekatkan pada anak yang baru lahir. What it’s a name? Apalah arti sebuah nama.
Tapi
tidak demikian halnya bagi kebanyakan orang-orang kita di Indonesia. Nama jelas
memberi arti dan makna tersendiri. Bagi kita yang beragama Islam, nama adalah
sebuah doa. Jangan sampai kita memberi nama anak dengan nama-nama yang berarti
atau berkonotasi negatif, kendati kedengarannya terasa enak di telinga. Misalkan
nama Bakhil yang artinya kikir atau
pelit, dan Hasad yang mengandung arti
dengki.
Mengapa
Abdullah Dambea memberi nama anaknya Adhan Dambea, sosok yang kini tengah
memimpin warga masyarakat sebagai Walikota Gorontalo (2008-2013). Karena, Adhan
Dambea lahir di Desa Luwoo, Kecamatan Telaga Jaya, Kabupaten Gorontalo, tanggal
7 Juni 1958 sekira jam 09.15 waktu setempat. Takbir sedang menggema tatkala umat
Muslim di Gorontalo memulai prosesi penyembelihan hewan qurban, setelah
didahului pagi harinya menunaikan shalat Iedul Adha di lapangan desa. Suasana
yang penuh kemenangan bagi umat Muslim, kemenangan atas pengorbanan manusia
agung Ibrahim yang secara ikhlas memenuhi perintah Allah SWT untuk merelakan
anaknya, Ismail. Dan berkat keikhlasan itulah kemudian pengorbanan Ismail
diganti dengan seekor kambing gibas.
Dalam
suasana penuh kemenangan Iedul Adha itulah, sosok jabang bayi lahir ke dunia
dari rahim seorang ibu bernama Marini Albakir dengan pertolongan seorang dukun
bayi. Sebagai buah kasih dari Abdullah Dambea dan (sekali lagi) Marini Albakir.
Sang ayah (Abdullah Dambea) tidak ingin sekadar memberi nama pada anak
bungsunya itu. Dia ingin mengabadikan makna, spirit dan semangat Iedul Adha ke
dalam jiwa si jabang bayi yang baru saja mendengar ingar-bingar alam dunia.
Iedul
Adha tidak lepas dari sosok Ibrahim as dan Ismail as. Ibrahim memiliki
keyakinan yang kuat terhadap Allah SWT dan keyakinan yang kuat pula terhadap
aqidahnya. Keyakinan yang kuat menghunjam dalam qalbu. Karena itulah Ibrahim
memberikan kepatuhan yang benar dan dakwah beliau pun disebut Islam. Kepatuhan
Ibrahim dalam dua sikap, yaitu memalingkan perhatiannya dari segala sesuatu
selain Allah SWT dan mempersembahkan segala sesuatu hanya untuk Allah semata.
Kepatuhan
yang demikian populer dan diikuti oleh umat Islam sampai sekarang adalah
kepatuhan Ibrahim saat mengimplementasikan perintah Allah SWT lewat mimpinya. “Hai
anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah, apa pendapatmu?” (QS Ash-Shaffat ayat 102). Ismail menjawab dengan
penuh keyakinan dan kepatuhan pula, “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar.” (QS Ash-Shaffat ayat 102)
Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya,
ketika itulah, Ibrahim sukses menempuh ujian. Pengorbanan ini tidak lain adalah
buah keyakinan Ibrahim yang menghunjam dalam qalbunya, sebagaimana firman Allah
dalam Al Qur’an Surat Al-An’am ayat 75, “Dan demikianlah Kami perlihatkan
kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi,
dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.”
Itulah
sosok Ibrahim. Selain itu, Allah SWT juga memberikan kepadanya potensi lain,
yaitu kemampuan berhujah secara kuat. Dia tidak pernah kalah dalam perdebatan,
di samping mampu berdakwah secara lembut dan menarik simpati orang lain secara
bertahap.
Ayahanda
Abdullah Dambea tidak ingin melewatkan momen Iedul Adha yang sarat makna
kepatuhan yang menghunjam dalam qalbu insani. Maka jabang bayi yang baru lahir
dari rahim Marini Albakir di pagi usai shalat Iedul Adha (bertepatan tanggal 7
Juni 1958) itu lantas diberi nama Adhan dari asal kata adha atau qurban. Abdullah
berharap si jabang bayi kelak mampu menerapkan nilai-nilai yang terkandung
dalam pengorbanan Ibrahim as dan Ismail as.
Selama
ini nyaris tidak ada yang tahu, sebenarnya nama Adhan diambil dari hari
kelahirannya, yakni Hai Raya Idul Adha. “Yang memberi nama itu bapaknya. Dia
lahir sekitar pukul 09.15 Wita di rumahnya, di Desa Luwoo, Kecamatan Telaga,
Kabupaten Gorontalo,” cerita Kartin Abas, sepupu Adhan Dambea.
Menurut
Kartin, Adhan lahir setelah umat Islam menunaikan shalat Iedul Adha. “Saat itu
ibunya sudah mulai merasakan sakit sejak malam takbir, namun baru bisa lahir
pagi usai shalat Ied,” jelasnya.
Tidak
seperti keluarga lainnya yang selalu ditunggui sanak keluarga, kelahiran Adhan hanya ditunggui sang ayah.
“Kami saat itu sibuk mempersiapkan shalat Ied. Baru setelah shalat, kami
beramai-ramai dan berkumpul di rumah Adhan untuk melihat si jabang bayi Adhan,”
tutur Kartin lagi. Proses kelahiran yang dijalani sang ibu Marini Albakir, meski
hanya dipandu oleh seorang dukun beranak, dapat berjalan normal dan lancar.
Lahir
sebagai bungsu, Adhan Dambea memperoleh perlakuan spesial dari sang ibu. Dalam
bahasa sekarang, dia sebagai anak mampi. “Salah ataupun benar, ibu tetap membela dia. Terlebih jika
Adhan bertengkar dengan kakak-kakaknya, pasti yang dibela adalah Adhan,” ujar
Kasma Dambea, kakak kelima Adhan.
Tidak
sebatas itu saja, lantaran demikian kuatnya membela Adhan, ibunya sampai harus
bertengkar dengan ayahnya Adhan yang berprofesi sebagai Guru dan pengurus Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII) di Gorontalo tersebut. “Begitu juga jika ibu
pulang dari bepergian, dari manapun, pasti yang terlebih dulu dicari adalah
Adhan,” kata Kasma. Menurut dia, nama kesayangan Adhan adalah “Te Hani”.
“Cucu-cucu dari saudara-saudara memanggilnya “ti opa Hani,” ujarnya.
Tapi,
lain lagi dengan keponakan dari saudaranya, dia biasa dipanggil dengan “ti pa
ade”. “Saat kecil kenakalannya sebagai anak-anak sangat nampak. Saat sekolah di
STN, dia sering bolos. Caranya bolos sekolah, yakni dengan berpura-pura masuk
ke dalam sekolah saat ayahnya mengantar ke sekolah. Namun ketika ayah pergi,
dia langsung kabur keluar dari sekolah. Menariknya, Adhan menggunakan kebiasaan
bolosnya itu justru untuk berkumpul bersama dengan teman-temannya yang tidak
sekolah. Nah, di situ ayah sempat memarahi dia,” cerita Kasma.
Kasma
juga menceritakan bahwa, sejak kecil, Adhan tidak seperti anak-anak lain yang
hanya berdiam diri di rumah. “Dia sangat agresif. Setiap ada kegiatan di
kampung, pasti dia ada. Jadi dia tidak pernah ketinggalan informasi,” ujarnya.
Bahkan,
Adhan Dambea boleh dikatakan termasuk anak yang nakal. Adhan merupakan sosok
yang biasa-biasa saja. Kata Kepala SDN 2 Luwoo, Arul Alitu, Adhan tidaklah
terlalu pintar tetapi juga tidak terlalu bodoh dalam menyerap pelajaran yang
diberikan oleh gurunya. Yang Arul Alitu masih ingat, Adhan termasuk anak nakal.
“Kenakalannya tidak hanya di rumah, tapi juga di sekolah. Namun kenakalan Adhan
tidak berlebihan. Ini bisa dimaklumi mengingat usianya. Adhan kecil memiliki
pendirian kuat, meski pendiriannya itu terkadang berlawanan dengan pendapat
gurunya,” ujarnya.
Namun
demikian, kata Arul, Adhan tidak pernah membuat keributan di lingkungan sekolah.
"Adhan tidak pernah membuat keributan di sekolah, Adhan juga tidak pernah
tinggal kelas dan tidak pernah mendapat nilai yang tidak memuaskan," tutur
Arul.
B. Tak Sampai Tamat STN
Abdullah
Dambea, ayahanda Adhan, hanyalah seorang guru dengan penghasilan pas-pasan.
Bahkan, terkadang, gajinya tidak cukup untuk sekadar buat memenuhi kebutuhan
sehari-hari keluarga dalam sebulan. Maklum, keluarga Abdullah Dambea merupakan
keluarga relatif besar. Adhan dibesarkan sebagai bungsu dari enam bersaudara.
Dengan
serba keterbatasan penghasilan sang ayahanda, Adhan bersaudara paling tinggi
hanya mampu mengenyam pendidikan formal tingkat SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas). Adhan bercerita: “Kakak pertama saya tidak lanjut Sekolah Menengah
Olahraga Atas (SMOA), kakak yang kedua menjadi guru tapi hanya menggunakan
ijazah SMP dan setelah menjadi guru baru bisa melanjutkan ke SMA, kakak ketiga drop out di SMP, kakak keempat drop out di Sekolah Teknik Negeri (STN),
kakak kelima juga drop out di STN,
dan saya sendiri cuma sampai kelas dua STN. Dari enam bersaudara tidak ada yang
selesai sampai SMA karena kondisi ekonomi orang tua saya yang kurang mampu dan
saya sampai memilih meninggalkan kedua orang tua.”
Dalam
keadaan drop out kelas dua STN, Adhan
tidak mau hanya tinggal diam di rumah. Tahun pelajaran 1973/1974, Adhan
meninggalkan sekolahnya di kelas dua STN Gorontalo sekaligus meninggakan kedua
orang-tuanya di Desa Luwoo. Dia melanglang buana ke beberapa daerah, seperti
Boalemo sampai Pohuwato. Pada tahun 1976, tanpa sepengetahuan kedua
orang-tuanya dia masuk ke Kursus Pegawai Administrasi (KPA) yang setara dengan
SMP.
“Hanya
dua tahun, sampai tahun 1977 di KPA, tahun 1977 saya mengikuti ujian persamaan
di SMP 2 Gorontalo. Dan pada tahun 1977 itu pula saya memutuskan bekerja di
Sekretariat Golkar Gorontalo sebagai tukang sapu sekretariat. Baru pada tahun
1992 saya mengikuti ujian persamaan SMA. Praktis, kalau bercerita tentang
pendidikan sekolah, saya tidak seperti teman-teman yang lain yang bisa
mengikuti sekolah secara berkelanjutan,” papar Adhan Dambea.
“Di
KPA ini saya bertemu seorang perempuan bernama Salma Ointu yang kemudian saya
nikahi pada tanggal 7 Januari 1979. Ketika itu Salma Ointu bekerja di KPA, dia
lulusan sekolah PGA (Pendidikan Guru Agama). Dalam merajut kasih itu, saya dan
calon isteri tidak seperti muda-muda yang lain yang memang punya materi
lumayan. Untuk bertemu calon isteri saya harus meminjam sepeda orang atau
bahkan seringkali jalan kaki. Namun, semua itu kami jalani penuh kesabaran dan
ketabahan,” Adhan Dambea berkisah.
Dengan
perjalanan pendidikan yang relatif terbatas tersebut, Adhan mengaku tidak
memiliki banyak kenangan. “Yang masih saya ingat, ketika di SD dan STN saya
kerap dikasih wejangan oleh guru-guru karena saya sering membuat kejadian,
termasuk perkelahian atau melawan guru dan meninggalkan sekolah,” ujar Adhan
Dambea.
Sewaktu
sekolah, Adhan kurang menyukai pelajaran menggambar. Bila sedang ada pelajaran
menggambar, dia kerap membolos. Bahkan, dia sering mengajak kawan-kawannya
membolos tatkala guru pelajaran menggambar terlambat tiba di kelas. Meski
begitu, kata Adhan, dirinya tidak membenci siapapun guru yang pernah mengajar
selama dirinya bersekolah.
“Bagi
saya tidak ada guru yang dibenci. Sering guru berpesan, bahwa mereka peduli walaupun
saya nakal. Alhamdulillah sampai sekarang masih ada guru yang berkesan dan masih
hidup, yaitu Ibu Zaenab Bunta dan Bapak Syahrir Hasan. Pak Syahrir Hasan ini
yang banyak memukul saya dengan menggunakan rotan kalau saya nakal atau
melawan. Beliau tidak menjauhi saya meskipun saya nakal, suka berkelahi dan
suka melawan guru,” tutur Adhan.
Begitulah
Adhan bertutur tentang masa sekolahnya yang cuma sampai kelas dua STN. Dia
tidak bisa bersekolah secara berkelanjutan karena kondisi perekonomian kedua
orang-tuanya yang sangat pas-pasan.
Dalam
perjalanannya, ketika karir politiknya mulai tampak menjulang, Adhan berusaha
meningkatkan kualitas diri dengan mengikuti ujian persamaan SMA pada tahun
1992. Selanjutnya, tahun 2000 dia masuk ke Universitas Terbuka (UT). Karena
kesibukannya sebagai politisi, sampai tujuh tahun masa kuliah, dia tidak juga
lulus dari UT. Kemudian dia memilih masuk ke Universitas Sam Ratulangi (Manado)
dengan mengkonversi nilai-nilai yang telah diperoleh dari UT. Tahun 2007, dia
berhasil menamatkan pendidikan tinggi strata satu (sarjana) di Universitas Sam
Ratulangi.
Keinginannya
untuk terus meningkatkan kualitas diri terus menggelora dalam diri Adhan
Dambea. Pada bulan Juli 2008, dia mendaftarkan diri di Program Pascasarjana
(S-2) Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Di tengah
kesibukannya sebagai Walikota Gorontalo (2008-2013), dua pekan sekali Adhan
Dambea ke Yogyakarta untuk kuliah. Dalam waktu satu tahun tujuh bulan, dia
berhasil merampungkan pendidikan pascasarjana S-2 dengan Indeks Prestasi 3,85.
Dan, mulai bulan Mei 2012 dia mengikuti kuliah program pascasarjana S-3 di
Universitas Sam Ratulangi.
C. Harmoni Keluarga yang Religius
Kenakalan
Adhan Dambea di masa kanak-kanak hanyalah kenakalan anak-anak sewajarnya. Dia
tetap patuh dan taat pada kedua orang-tuanya. Dan, satu prinsip, dia senantiasa
tidak melupakan kewajiban agamanya, Islam. Dia tidak melupakan shalat lima
waktu. Hal ini tidak terlepas dari didikan ayahnya, Abdullah Dambea, yang
selalu bersandar pada nasihat Luqman kepada anaknya sebagaimana tertulis dalam
Al Qu’ran Surah Luqman ayat 17 yang artinya: “Wahai anakku, dirikanlah shalat
dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Luqman
(dalam QS Luqman ayat 12) juga bernasihat kepada anaknya, “Bersyukurlah kepada
Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Abdullah
Dambea tidak banyak berbicara dalam menanamkan nasihat Luqman kepada Adhan dan
kakak-kakaknya. Dia cukup berperilaku sebagaimana digariskan oleh syariat
Islam, agama yang dianutnya. Bangun tidur menjelang Subuh. Cepat-cepat dia
mengambil wudhu lalu menuju surau di dekat rumahnya. Dia senantiasa
menyempatkan diri menunaikan shalat Subuh berjamaah dengan para tetangganya
sesama umat Islam. Dia menyadari betul keutamaan shalat Subuh berjamaah.
Rasulullah Muhammad SAW menjelaskan, terdapat enam keutamaan shalat Subuh
berjamaah. Pertama, Mendapatkan
jaminan dan rasa aman dari Allah SWT. Hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah
SAW, “Barangsiapa shalat Subuh (berjamaah) maka ia dalam tanggungan Allah” (HR
Muslim). Menurut Imam Nawawi, yang dimaksud dengan ‘dalam tanggung Allah’ itu
adalah jaminan perlindungan dan rasa aman serta tenteram dari Allah SWT.
Kedua,
Terbebas dari sifat munafik, yaitu sifat bermuka dua. Satu wajah mengaku
komitmen terhadap perintah Allah, dan sisi wajah lainnya mengabaikan terhadap
perintah-Nya. Shalat Subuh berjamaah merupakan batu ujian sejauh mana seorang
mukmin berkomitmen terhadap perintah Allah. Rasululllah SAW bersabda, “Tidak
ada shalat paling berat bagi orang-orang munafik kecuali shalat Subuh dan Isya.”
(HR Bukhari)
Ketiga,
Mendapatkan cahaya di Hari Kiamat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Berilah kabar
gembira dengan cahaya benderang di Hari Kiamat bagi mereka yang berjalan ke
masjid dalam kegelapan (shalat Subuh).” (HR Abu Dawud dan Turmudzi)
Keempat,
Memperoleh persaksian dan pujian dari para malaikat. Waktu Subuh merupakan
tempat bersuanya para malaikat malam dengan para malaikat siang sebagaimana
dijelaskan Rasulullah SAW, “Para malaikat malam dan malaikat siang bertemu di
waktu shalat Subuh.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kelima,
Dijamin terhindar dari api neraka. Seorang mukmin yang berkomitmen berjamaah
shalat Subuh di masjid berarti ia telah menunjukkan standar minimal
keimanannya. Terkait jaminan ini, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan pernah
masuk neraka seseorang yang terbiasa shalat sebelum matahari terbit dan
terbenam.” (HR Muslim)
Dan
keenam, Dapat melihat Allah kelak di
Hari Kiamat. Ini adalah kesempatan dan nikmat terbesar. Adakah keinginan
terbesar manusia selain dapat melihat Sang Khaliq yang sepanjang hayatnya
disembah dan dipujanya? Shalat Subuh berjamaah memberikan kesempatan itu.
Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah bahwa kalian akan melihat Tuhan kalian
seperti kalian melihat bulan purnama! Maka janganlah kalian tidak yakin untuk
(dapat) melihat-Nya. Maka jika kalian mampu, janganlah kalian terkalahkan oleh
shalat sebelum terbit (Subuh) dan sebelum terbenam matahari.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Abdullah
Dambea ingin keluarganya senantiasa mendapat perlindungan dari Allah
SWT,
terhindar dari api neraka, terbebas dari sifat munafik, memperoleh cahaya di
Hari Kiamat, mendapat persaksian para malaikat, dan dapat melihat Allah di Hari
Kiamat kelak. Sebab itu, di sela-sela kesibukannya sebagai Guru dan aktivitas
PSII, Abdullah berusaha meniti kehidupan di jalan syariat Islam. Dan sebagai
pemimpin rumah tangga, dia juga berusaha menjadi teladan atau nilai-nilai yang
berjalan bagi anak-anaknya. Karena, kata orang bijak, keteladanan adalah
perintah tanpa kata-kata. Anak lebih senang mengikuti teladan daripada perintah
orang-tuanya. Keteladanan menjadi cara yang efektif untuk mempengaruhi anak
dalam bersikap, bertindak dan berperilaku. Untuk menjadi teladan yang efektif,
Abdullah Dambea berusaha taat pada syariat, terus berkomunikasi dengan
anak-anaknya, memberi kepercayaan penuh kepada anak, memperlihatkan sikap
positif dalam kehidupan sehari-hari, dan bekerja keras buat memenuhi semua
kebutuhan keluarga.
Di
sela-sela aktivitas mengajar dan berpartai, tatkala adzan berkumandang, Abdullah
Dambea langsung meninggalkan kegiatannya dan cepat-cepat menuju ke surau atau
masjid terdekat. Lalu mengambil wudhu dan shalat berjamaah di surau atau masjid.
Sepanjang waktu, Abdullah Dambea berusaha disiplin mengisi hari-harinya antara
mencari nafkah dunia dan bekal ke kampung akhirat.
Abdullah
Dambea tidak sebatas mengajarkan disiplin lewat shalat lima waktu yang selalu
ditunaikan tepat waktu. Dia juga mengajarkan ke Adhan dan kakak-kakaknya untuk
senantiasa berserah diri kepada Allah SWT. Kata Adhan, sebagaimana diajarkan Al
Qur’an, ayahnya meyakinkan dirinya bahwa bila kita berserah diri kepada Allah
SWT, kelak akan berhasil, apalagi dalam menjalani kehidupan atas kehendak-Nya.
Nilai
lain yang juga melekat pada diri Abdullah Dambea adalah perilaku tanggung jawab
atas segala perbuatan anak manusia. Sebagai guru dan politisi, dia berusaha
tidak mengumbar janji-janji politik tapi janji-janji yang betul-betul harus
ditepati dengan penuh tanggung jawab. Setiap ilmu yang diberikan dan janji dititahkan
senantiasa harus dipertanggung-jawabkan agar kita tidak merugi dunia-akhirat.
Sekali lagi, Abdullah Dambea teringat pada nasihat Luqman kepada anaknya
sebagaimana tertulis dalam Al Qur’an Surah Luqman (31) ayat 16; (Luqman
berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah
akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.”
Bagi
Abdullah Dambea, menjadi guru dan politisi tidak hanya mengajarkan nilai disiplin dan
tanggung jawab. Mengacu pada teladan Nabi Muhammad SAW, ibarat berdagang, mengajar
dan berpolitisi harus pula menjunjung tinggi kejujuran. Ketika Nabi berniaga
dengan membawa barang dagangan Siti Khadijah, Nabi senantiasa jujur dalam
transaksi dengan pembeli. Tak pernah mengurangi bobot timbangan dan isi
takaran. Berkat kejujuran itu pula,
Khadijah tertarik kepada Nabi dan bersedia diperistri. Dan, lantaran demikian
jujur dalam berdagang, jauh sebelum ditahsbihkan menjadi Rasul atau sebelum
memperoleh wahyu, Muhammad telah mendapat gelar Al Amin (jujur dan dapat
dipercaya). Kejujuran dan Islam, ibarat pondasi dan bangunan, saling mendukung
dan mengikat satu sama lain. Islam tidak akan tumbuh dan berdiri kokoh dalam
pribadi yang tidak jujur.
Kejujuran
adalah fitrah manusia yang utama. Abdullah Dambea ingin menanamkan kejujuran
kepada anak-anaknya, termasuk Adhan. Dengan kejujuran, hati seseorang akan
semakin peka. Dan, berkat hati yang peka, seseorang akan senantiasa berada di
jalan lurus. Terdapat empat tanda kepekaan hati, yakni perasaan yang mendalam,
rasa tanggung jawab, kesadaran akan pengawasan Allah, dan pemeliharaan diri
dari kejahatan (Imam Hasan Al-Banna, 1940). Jika engkau orang yang peka, sesuai
dengan kadar kepekaan itulah kadar keimananmu. Seseorang yang peka akan mencela
dirinya manakala hendak melakukan kejahatan. Ia akan selalu merasa bahwa Allah
SWT senantiasa melihat dan mengawasinya di mana saja ia berada: baik di rumah,
di jalan, di pabrik, di ladang maupun tempat-tempat yang tidak pernah kita duga.
Sesuai dengan kadar kepekaan perasaan kita mengenai hal ini, itulah kadar
keimanan kita.
Abdullah
Dambea berusaha menanamkan kejujuran yang bermuara pada kepekaan hati. Sebagai
guru dan politisi di Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Abdullah berupaya
menjunjung tinggi perasaan yang mendalam, rasa tanggung jawab, kesadaran akan
pengawasan Allah SWT dan pemeliharaan diri dari kejahatan. Dia menyadari,
sebagai politisi sangat rentan dihinggapi perbuatan-perbuatan atau
tindakan-tindakan yang jauh dari kedalaman nurani, jauh dari rasa tanggung
jawab, dan begitu dekat dengan tindakan mencederai amanah.
Abdullah
menyadari benar bahwa bila tiada lagi kejujuran pada umat beragama maka seseorang tidak bisa lagi disebut beragama. Dan, bagi mereka yang beragama
Islam, kejujuran dan agamanya merupakan suatu bangunan yang saling memperkuat
dan tidak terpisahkan. Apabila kejujuran dan kepekaan nurani tak ada lagi dalam
diri Abdullah yang diturunkan kepada anak-anaknya, termasuk Adhan, maka sebenarnya
dia sudah bukan lagi beragama Islam karena pondasi ke-Islam-annya telah hancur.
Sebab
itu, sedari Adhan kecil, Abdullah cukup intensif menanamkan rasa tanggung jawab,
kejujuran, ketulusan dan takut berbuat kejahatan. Salah satu hasilnya kini,
sebagai Walikota Gorontalo, Adhan demikian aktif memerangi kemaksiatan,
kejahatan, ketidak-jujuran dan ketidak-tertiban masyarakat.
Adhan
kini memahami betul kehadiran dan pengawasan Allah SWT dalam keseharian
dirinya. "Saya masih berusaha untuk tahu, bahwa saya adalah orang yang
sebelumnya tidak punya apa-apa. Semua yang terjadi pada saya saat ini adalah
sebuah proses yang tidak luput dari campur tangan Allah SWT, yang merupakan
suatu hal di luar perhitungan manusia. Maka tidaklah salah kalau semua potensi
yang diberikan Allah SWT ini saya gunakan untuk memperjuangkan nilai-nilai yang
dituangkan-Nya dalam Al Qu’ran. Tidaklah berlebihan jika saya harus memerangi
minuman keras, membangun dan menghidupkan suasana religius di kota ini.
Andaikan saya diberikan Allah SWT umur seperti Rasulullah, maka izinkanlah saya
pada sisa waktu sembilan tahun ini berbuat yang terbaik bagi agama, masyarakat,
bangsa dan negara," ujar Adhan Dambea.
Sampai-sampai
ulama sohor Kota Gorontalo, KH Ison Salilama, mengidentikkan sosok Adhan Dambea
dengan sosok Kalifah Umar bin Khathab ra. Kalifah Umar tidak memandang
kebesaran gelar, keagungan jabatan, dan kebanggaan kerajaan, tapi dia ingin
mengukur kebenaran dan kebatilan dengan timbangan keadilan. Dan Kalifah Umar
termasuk sosok yang sangat gampang tersentuh (peka) hatinya.
Hati
Adhan demikian mudah tersentuh manakala melihat sebaran minuman keras di Kota
Gorontalo. Dia lalu tergerak membasmi minuman keras meskipun menghadapi risiko.
“Adhan mampu menutup dan bahkan berani mencabut izin sekaligus menutup pabrik
miras terbesar yang ada di Ipilo. Padahal itu sangat sulit dilaksanakan oleh
Pemda sebelumnya,” ujar Ison Salilama. Tidak berhenti di situ saja, katanya
lebih lanjut, ancaman terhadap peredaran miras juga dilakukan secara gencar
sampai di tingkat kecamatan dan kelurahan. “Ini membuktikan dia memang
benar-benar ingin mewujudkan Kota Gorontalo menjadi kota religi, meskipun harus
berhadapan dengan masyarakat yang kontra. Dia ingin menegakkan kebenaran dan
membasmi kebatilan dengan timbangan keadilan masyarakat. Masyarakat harus
dilindungi dari tindakan-tindakan yang dapat merusak tatanan sosial,” tuturnya.
Dalam
Islam, ungkap Ison, Adhan dicerminkan sebuah hadist Nabi Muhammad SAW yang
menyatakan “marahankum munkar” yang
artinya, siapa yang melihat orang berbuat munkar maka cegahlah dia dengan
tangan. “Dan saya sebagai tokoh agama dan dai sangat mendukung, karena miras
itu sangat dilarang agama,” Ison Salilama menegaskan.
D. Lahir untuk Memimpin
Menurut
pakar kepemimpinan John C. Maxwell, bahwa kepemimpinan adalah pengaruh. Yang
dimaksud pengaruh adalah kemampuan untuk memperoleh pengikut (follower). Kepemimpinan merupakan satu
proses yang akan membentuk seseorang menjadi pemimpin dengan karakter dan watak
jujur terhadap diri sendiri (integrity),
tanggung jawab yang tulus (compassion),
pengetahuan (cognizance), keberanian
bertindak sesuai dengan keyakinan (confidence),
dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication).
Kepemimpinan juga merupakan suatu proses untuk membentuk seorang pengikut yang
patuh kepada pemimpinnya, tetapi tetap memiliki pemikiran yang kritis,
inovatif, dan jiwa independen.
Sekali
lagi kepemimpinan adalah sebuah proses untuk membentuk seorang pengikut patuh
kepada pemimpinnya. Kemampuan Adhan Dambea membentuk pengikut yang patuh telah
terlihat sejak masih sekolah di Sekolah Dasar (SD). Saat duduk di bangku
Sekolah Dasar, tepatnya di SDN 2 Luwoo, Adhan memiliki banyak teman.
"Karena memang dia memiliki pergaulan yang sangat baik, tidak pilih orang
dan rajin masuk sekolah," kata Arul Alitu, Kepala SDN 2 Luwoo Gorontalo.
Arul
menceritakan bahwa, saat berada di bangku SD, Adhan sangat berbakat.
"Sejak di bangku SD jiwa dan kepemimpinannya sudah nampak. Di mana setiap ada
kegiatan sekolah dia selalu memimpin teman-temannya," tuturnya.
Jiwa
dan bakat kepemimpinannya pun, kata Syahrir Hasan (Guru Adhan Dambea saat di
STN Gorontalo), makin kelihatan selepas
SD di mana dia selalu terpilih sebagai ketua kelas. “Dan, yang berkesan adalah
ketika saya memukul Adhan dengan rotan. Karena memang dia nakal. Dan yang bikin
saya jengkel, dia sering mengajak teman-temannya sekelas untuk bolos saat akan
memasuki jam belajar saya di kelas," ujar Syahrir.
Tahu
suatu waktu Adhan Dambea mengajak teman-temannya membolos, keesokan harinya Syahrir
Hasan mengumpulkan mereka di lapangan dan diinterogasi satu per satu. "Kenapa
kalian pulang saat jam pelajaran saya? Mereka menjawab, kami diajak ketua kelas
pak..!!" papar Syahrir mengenang apa yang disampaikan murid-muridnya kala
itu.
Sayangnya,
di hari itu justru Adhan Dambea tidak masuk sekolah. "Besoknya baru saya
panggil dia, dan tanpa tanya lagi langsung saya hantam dia dengan rotan,"
kata Syahrir Hasan.
Namun
di balik semua itu, kata Syahrir, sebagai guru dirinya sangat bangga pada
Adhan. "Di kelas dia termasuk anak pintar, waktu itu saya guru gambar
datar. Nilainya tidak pernah buruk, saya juga sangat bangga dengan programnya
untuk Kota Gorontalo setelah jadi Walikota Gorontalo sekarang ini," ujar Syahrir.
Syahrir
menegaskan bahwa Adhan merupakan orang yang sangat konsisten menjalankan
programnya. "Dia lebih hebat daripada walikota sebelumnya. Jika dilihat
saat dirinya membongkar tenda biru, saya berharap Pak Walikota maju terus,
walaupun ada tantangan-tantangan, itu adalah risikonya. Saya merasa bangga pada
dia, dengan keberhasilan-keberhasilan yang nampak, apalagi dengan misinya untuk
menjadikan Kota Gorontalo menjadi Kota Madrasah,” tutur Syahrir.
Yang
perlu diingat, kata Syahrir, orang tua Adhan Dambea itu warga Partai Syarikat
Islam Indonesia (PSII). "Dan tante pertamanya bernama Desi adalah
perempuan pertama yang menjadi caleg dari PSII saat itu," ungkap Syahrir.
Jadi, Adhan Dambea memang berasal dari keluarga yang bergelut di bidang politik
dan lahir untuk memimpin.
Adhan
pun bertutur tentang penghargaan guru-gurunya semasa SD dan STN yang senantiasa
memberikan kepercayaan untuk mengkoodinir teman-temannya dalam berbagai
kegiatan sekolah –baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. “Ada satu hal
yang senantiasa dapat penghargaan dari guru-guru, yaitu sejak SD, saya diberi
kepercayaan sebagai koordinator atau ketua, baik dalam mengerjakan tugas
kelompok maupun kegiatan ekstrakurikuler. Dengan begitu, sikap untuk memimpin
teman-teman sudah terbangun sejak SD sampai STN. Itu senantiasa jadi perhatian
guru dalam kegiatan kelompok atau kegiatan antar-sekolah sehingga saya mendapat
kepercayaan sebagai pemimpin,” ujar Adhan.
Salah
satu karakter pemimpin adalah teguh pendirian atau berani bertindak sesuai
dengan keyakinan. “Adhan adalah anak paling bungsu dari enam bersaudara. Sejak
kecil dia sangat berpegang teguh pada pendiriannya,” ujar Kartin, sepupu Adhan
Dambea.
Sejak
usianya memasuki 21 tahun dan belum menikah, Adhan mulai aktif di berbagai
organisasi. Organisasi pertama yang digelutinya adalah Karang Taruna. “Kini
jika ada acara keluarga atau ada kegiatan di kampung, dia menanggalkan
jabatannya sebagai walikota. Artinya, dia tidak membedakan orang yang diajak
bicara, dia juga sangat familiar,” ujar Kartin.
Tapi
ketika dia menjadi caleg hingga saat ini menjadi walikota, kata Kartin, Adhan
mulai sibuk dengan berbagai kegiatan, sampai-sampai acara keluarga jarang
dihadirinya. Namun demikian Keluarga Besar Dambea tidak pernah menuntut. Karena
kami sadari bagaimana kesibukan yang dia hadapi dan dia harus melayani orang
banyak.
Adhan
kini memang telah tampil sebagai seorang pemimpin, minimal pemimpin bagi
masyarakat Kota Gorontalo. Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Darah
politik ayahanda Abdullah Dambea yang dulu di masanya aktif di PSII rupanya
mengalir pada diri Adhan yang menapaki karir politik dari tingkatan paling
bawah sampai kemudian berada di anak tangga Walikota Gorontalo (2008-2013).
--------------------
Tulisan ini merupakan bagian dari isi buku "Pemimpin Visioner Penggerak Perubahan di Kota Gorontalo" yang diterbitkan oleh Penerbit Indomedia Global, Jakarta, Juni 2012,
Tautan permanen
Comments
Post a Comment