Teori Kontrol
(Kriminologi)
Pada dasarnya, teori kontrol berusaha mencari jawaban mengapaorang melakukan kejahatan. Berbeda dengan teori lain, teori kontrol tidak lagi mempertanyakan mengapa orang melakukan kejahatan tetapi berorientasi kepada pertanyaan mengapa tidak semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat kepada hukum. Ditinjau dari akibatnya, pemunculan teori kontrol disebabkan tiga ragam perkembangan dalam kriminologi.
- Kedua, munculnya studi tentang “criminal justice”dimana sebagai suatu ilmu baru telah mempengaruhi kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem.
- Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru, khususnya bagitingkah laku anak/remaja, yakniself report survey.
Perkembangan berikutnya, selama tahun 1950-an beberapa teorisi mempergunakan pendekatan teori kontrol terhadap kenakalan remaja.Pada tahun 1951, Albert J. Reiss, Jr menggabungkan konsep kepribadian dan sosialisasi dengan hasil penelitian dari aliran Chicago dan menghasilkanteori kontrol sosial. Menurut Reiss, terdapat tiga komponen kontrol sosial dalam menjelaskan kenakalan remaja, yaitu :
- A lack of proper internal controls developed during childhood (kurangnya kontrol internal yang memadai selama masa anak-anak).
- A breakdown of those internal control (hilangnya kontrol internal)
- An absence of or conflict in social rules provided by important social group (the family, close other, the school) (tidak adanya norma-normasosial atau konflik antara norma-norma dimaksud di keluarga,lingkungan dekat, sekolah).
Selanjutnya, Albert J. Reiss, Jr membedakan dua macam kontrol, yaitu personal control dan sosial control. Personal control adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Sedangkan social control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-norma atauperaturan-peraturan menjadi efektif. Pada tahun 1957, Jackson Toby memperkenalkan pengertian “Commitment” individu sebagai kekuatan yang sangat menentukan dalam membentuk sikap kontrol sosial. Kemudian, Scot Briar dan Irvine Piliavian menyatakan bahwa peningkatan komitmen individu dan adaptasi/ penyesuaian diri memegang peranan dalam mengurangi penyimpangan. Pendekatan lain digunakan Walter Reckless (1961) dengan bantuan rekannya Simon Dinitz.
Walter Walter Reckless menyampaikan Contaiment Theory yang menjelaskan bahwa kenakalan remaja merupakan hasil (akibat) dari interelasi antara dua bentuk kontrol, yaitu internal (inner) dan eksternal (outer). Menurut Walter Reckless, contaiment internal dan eksternal memiliki posisi netral, berada dalam tarikan sosial (social pull) lingkungan dan dorongan dari dalam individu. F.Ivan Nyedalam tulisannya yang berjudul Family Relationsip and Delinquent Behavior(1958), mengemukakan teori kontrol tidak sebagai suatu penjelasan umum tentang kejahatan melainkan penjelasan yangbersifat kasuistis. F. Ivan Nyepada hakikatnya tidak menolak adanya unsur-unsur psikologis, di samping unsur sub kultur dalam proses terjadinya kejahatan. Sebagian kasus delinkuen, menurut F. Ivan Nye disebabkan gabungan antara hasil proses belajar dan kontrol sosial yang tidak efektif.
Kejahatan atau delinkuen dilakukan oleh keluarga, karena keluarga merupakan tempat terjadinya pembentukan kepribadian, internalisasi, orang belajar baik dan buruk dari keluarga. “Apabila internal dan eksternal kontrol lemah, alternatif untuk mencapai tujuan terbatas, maka terjadilahdelinkuen,” hal ini merupakan sesuatu yang jarang terjadi. Menurut F.Ivan Nye manusia diberi kendali supaya tidak melakukan pelanggaran,karena itu proses sosialisasi yang adequat (memadai) akan mengurangi terjadinya delinkuensi. Sebab, di sinilah dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang yang diajari untuk melakukan pengekangan keinginan (impulse). Di samping itu, faktor internal dan eksternal kontrol harus kuat, juga dengan ketaatan terhadap hukum (law-abiding). Asumsi teori kontrol yang dikemukakan F. Ivan Nyeterdiri dari :
- harus ada kontrol internal maupun eksternal;
- manusia diberikan kaidah-kaidah supaya tidak melakukan pelanggaran ;
- pentingnya proses sosialisasi bahwa ada sosialisasi yang adequat (memadai), akan mengurangi terjadinya delinkuen, karena di situlahdilakukan proses pendidikan terhadap seseorang ; dan.
- diharapkan remaja mentaati hukum (law abiding).
Menurut F. Ivan Nyeterdapat empat tipe kontrol sosial, yaitu :
- direct control imposed from without by means of restriction and punishment (kontrol langsung yang diberikan tanpa mempergunakan alat pembatas dan hukum) ;
- internalized control exercised from within through conscience (kontrol internalisasi yang dilakukan dari dalam diri secara sadar) ;
- indirect control related to affectional identification with parent andother non-criminal person (kontrol tidak langunsung yangberhubungan dengan pengenalan (identifikasi) yang berpengaruh dengan orang tua dan orang-orang yang bukan pelaku kriminal lainnya) ; dan.
- availability of alternative to goal and values (ketersediaan sarana-sarana dan nilai-nilai alternatif untuk mencapai tujuan)
Konsep kontrol eksternal menjadi dominan setelah David Matza dan Gresham Sykes
melakukan kritik terhadap teori subkultur dari Albert Cohen. Kritik tersebut menegaskan bahwa kenakalan remaja, sekalipun dilakukan oleh mereka yang berasal dari strata sosial rendah,terikat pada sistem-sistem nilai dominan di dalam masyarakat. Kemudian, David Matza dan Gresham Sykes mengemukakan konsep atau teori yangdikenal dengantechnique of netralization, yaitu suatu teknik yangmemberikan kesempatan bagi seorang individu untuk melonggarkan keterikatannya dengan sistem nilai-nilai yang dominan sehingga bebasuntuk melakukan kenakalan. Teknik netralisasi ini dirinci David Matza dan Gresham Sykes ,sebagai berikut :
- Teknik yang disebut denial of responsibility, menunjuk pada suatu anggapan di kalangan remaja nakal yang menyatakan bahwa dirinya merupakan korban dari orang tua yang tidak kasih, lingkunganpergaulan yang buruk atau berasal dari tempat tinggal kumuh (slum).
- Teknik denial of injury, menunjuk kepada suatu alasan di kalangan remaja nakal bahwa tingkah laku mereka sesungguhnya tidak merupakan suatu bahaya yang besar/berarti. Sehingga, mereka beranggapan bahwa vandalisme merupakan kelalaian semata-mata danmencuri mobil sesungguhnya meminjam mobil, perkelahian antara gang merupakan pertengkaran biasa.
- Teknik denial of the victim, menunjuk kepada suatu keyakinan diripada remaja nakal bahwa mereka adalah pahlawan sedangkan korban justru dipandang sebagai mereka yang melakukan kejahatan.
- Teknik yang disebut condemnation of the comdemners, menunjuk kepada suatu anggapan bahwa polisi sebagai hipokrit, munafik atau pelaku kejahatan terselubung yang melakukan kesalahan atau memiliki perasaan tidak senang pada mereka. Pengaruh teknik ini adalah mengubah subyek yang menjadi pusat perhatian, berpaling dari perbuatan-perbuatan kejahatan yang telah dilakukannya.
- Teknik appeal to higher loyalties, menunjuk pada suatu anggapan dikalangan remaja nakal bahwa mereka tertangkap di antara tuntutan masyarakat, hukum dan kehendak kelompok mereka.
Kelima teknik netralisasi di atas menurut David Matza (1964), yang kemudian ditegaskan sebagai penyimpangan atas apa yang disebut sebagai bond to moral order, mengakibatkan seseorang terjerumus dalam keadaan dimana kenakalan remaja atau penyimpangan tingkah laku sebagai sesuatu yang diperbolehkan. Versi teori sosial yang paling andal dan sangat populer dikemukakan Travis Hirschi (1969). Hirschi, dengan keahlian merevisi teori-teori sebelumnya tentang kontrol sosial, telah memberikan suatu gambaran jelas mengenai konsep social bond.
Travis Hirschi sependapat dengan Durkheim dan yakin bahwa tingkah laku seseorang mencerminkan pelbagai ragam pandangan tentang kesusilaan/morality. Travis Hirschi berpendapat bahwa seseorang bebas untuk melakukan kejahatan atau penyimpangan tingkah lakunya. Selainmenggunakan teknik netralisasi untuk menjelaskan tingkah laku dimaksud, Travis Travis Hirschi juga menegaskan bahwa tingkah laku tersebut diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau kurangnya keterikatan (moral) pelaku terhadap masyarakat. Teori kontrol atau sering juga disebut dengan Teori Kontrol Sosial berangkat dari suatu asumsi atauanggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik kalau masyarakatnya membuatnya demikian, pun ia menjadi jahat apabila masyarakat membuatnya begitu. Pertanyaan dasar yang dilontarkan pahamini berkaitan dengan unsur-unsur pencegah yang mampu menangkal timbulnya perilaku delinkuen di kalangan anggota masyarakat, utamanya para remaja, “mengapa kita patuh dan taat pada norma-norma masyarakat ”atau “mengapa kita tidak melakukan penyimpangan?” Menurut TravisHirschi, terdapat empat elemen ikatan sosial (social bond) dalam setiap masyarakat.
Pertama, Attachment adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain. Kalau attachment ini sudah terbentuk, maka orang tersebut akan peka terhadap pikiran, perasaan dan kehendak orang lain. Kaitan attachment dengan penyimpangan adalah sejauh mana orang tersebut peka terhadap pikiran, perasaan dan kehendak orang lain sehingga ia dapat dengan bebas melakukan penyimpangan. Attachment sering diartikan secara bebas dengan keterikatan. Ikatan pertama yaitu keterikatan dengan orang tua, keterikatan dengan sekolah (guru) dan keterikatan dengan teman sebaya.
Kedua, Commitment adalah keterikatan seseorang pada subsistem konvensional seperti sekolah, pekerjaan, organisasi dan sebagainya. Komitmen merupakan aspek rasional yang ada dalam ikatan sosial. Segala kegiatan yang dilakukan seseorang seperti sekolah, pekerjaan, kegiatan dalam organisasi akan mendatangkan manfaat bagi orang tersebutManfaat tersebut dapat berupa harta benda, reputasi, masa depan, dan sebagainya.
Ketiga, Involvement merupakan aktivitas seseorang dalam subsistem. Jika seseorang berperan aktif dalam organisasi maka kecil kecenderungannya untuk melakukan penyimpangan. Logika pengertian iniadalah bila orang aktif di segala kegiatan maka ia akan menghabiskan waktu dan tenaganya dalam kegiatan tersebut. Sehingga, ia tidak sempat lagi memikirkan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dengan demikian, segala aktivitas yang dapat memberi manfaat akan mencegah orang itu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
Keempat, Belief merupakan aspek moral yang terdapat dalam ikatan sosial dan tentunya berbeda dengan ketiga aspek di atas. Belief merupakan kepercayaan seseorang pada nilai-nilai moral yang ada. Kepercayaan seseorang terhadap norma-norma yang ada menimbulkan kepatuhan terhadap norma tersebut. Kepatuhan terhadap norma tersebut tentunya akan mengurangi hasrat untuk melanggar. Tetapi, bila orang tidak mematuhi norma-norma maka lebih besar kemungkinan melakukan pelanggaran.
Hubungan antara Attachment dan Commitment seringkali dinyatakan cenderung berubah-ubah secara terbalik. Menurut riset tentang delinkuen, salah satu “masalah” anak remaja dari kelas bawah adalah bahwa dia tidak mampu memutuskan keterikatan dengan orang tua dan kawan sebaya. Keterikatan yang mencegahnya mencurahkan waktu dan energi yang cukup bagi aspirasi pendidikan dan pekerjaan. Menurut riset stratifikasi, anak lelaki yang terbebas dari keterikatan ini lebih memungkinkan untuk berpindah-pindah ke kelas atas. Kedua tradisi riset demikian menyatakan bahwa orang-orang yang terikat pada conformity (persesuaian) karena alasan-alasan instrumental kurang mungkin untuk terikat persesuaian berdasarkan alasan emosional yang lainnya. Apabila mereka yang tidak terikat dikompensasikan atas kekurangan keterikatan berdasarkan komitmen untuk berprestasi dan apabila yang tidak melakukannya berubah menjadi terikat dengan orang-orang, kita bisa menyimpulkan bahwa baik attachment maupun commitment tidak akan dihubungkan dengan kejahatan. Pertautan paling jelas antara unsur/elemen commitment dan involvement nampak dalam komitmen di bidang pendidikandan pekerjaan serta keterlibatan dalam aktivitas-aktivitas konvensional. Kita dapat berusaha memperlihatkan bagaimana komitmen membatasi kesempatan seseorang untuk melakukan kejahatan dan dengan demikian dijauhkan dari anggapan (asumsi) banyak teori kontrol bahwa kesempatan-kesempatan seperti itu secara sederhana dan acak disebarkan melalui populasi yang diperlukan.
Hubungan elemen terakhir dari teori kontrol sosial adalah antara Attachment dan Belief, bahwa terdapat hubungan yang kurang lebih berbanding lurus antara keterikatan dengan yang lainnya dan kepercayaan dalam keabsahan moral dari peraturan yang ada. Teori kontrol mempunyai sejumlah kelemahan maupun kelebihan. Adapun kelemahannya berorientasipada :
- teori ini berusaha menjelaskan kenakalan remaja dan bukan kejahatanoleh orang dewasa;
- teori ini menaruh perhatian cukup besar pada sikap, keinginan dantingkah laku yang meski menyimpang sering merupakan tingkah lakuorang dewasa ;
- ikatan sosial (social bond) dalam teori Hirschi seperti values, belief, norma dan attitudes tidak pernah secara jelas didefinisikan ;
- kegagalan dalam menjelaskan peluang kejadian yang menghasilkan lebih tidaknya social bond.
Sedangkan kekuatan kontrol sosial terletak pada aspek-aspek :
- teori ini dapat diuji secara empiris oleh banyak sarjana seperti Wiatrowski, Griswold dan Roberts;
- teori kontrol sosial merupakan salah satu teori kontemporer yangmemiliki daya tarik kuat dalam dalam hal mendorong penelitian-penelitian yang berarti. (http://zriefmaronie.blogspot.co.id/)
Comments
Post a Comment