KEJAHATAN TERHADAP KEDUDUKAN NEGARA
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Permasalahan yang timbul dalam hukum pidana semakin lama semakin berkembang dan semakin rumit. Perkembangan tersebut akan mempersulit dalam mencari payung hukum dari permasalahan-permasalahan pidana yang baru. Sehingga perlu aturan-aturan baru agar segala masalah mampu terakomodir dengan baik dan tuntas. Perkembangan yang sudah terealisasi pada saat ini misalnya : aturan tentang terorisme, aturan tentang cyber chrime atau kejahatan dalam dunia maya, dan sebagainya.
Perkara yang merupakan paling urgen dalam sebuah Negara adalah kesatuan dan kesatuan Negara. Meskipun terdapat perkara-perkara pidana yang penting, akan tetapi perkara yang berhubungan dengan eksistensi sebuah Negara ini lebih penting karena menyangkut seluruh warga Negara di dalamnya. Ketika kedudukan sebuah Negara diusik oleh seseorang yang ingin menghancurkannya, maka tindakan-tindakannya tersebut akan berdampak kapada seluruh penghuni Negara tersebut.
Mengenai masalah-masalah pidana yang berhubungan dengan kedudukan suatu Negara, penulis akan mencoba mencari dan menelusuri masalah pidana apa saja yang bisa dikategorikan sebagai kejahatan atau tindak pidana terhadap kedudukan Negara.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian kejahatan terhadap keamanan Negara beserta macam-macamnya ?
2. Sebutkan macam-macam kejahatan yang berhubungan dengan martabat Kepala Negara ?
3. Apakah pengertian kejahatan terhadap Negara Asing bersahabat dan terhadap kepala negaranya, dan sebutkan macam-macamnya ?
4. Sebutkan tindak pidana yang berhubungan dengan kewajiban dan hak kenegaraan ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apakah pengertian kejahatan terhadap keamanan Negara beserta macam-macamnya ?
2. Untuk memahami macam-macam kejahatan yang berhubungan dengan martabat Kepala Negara ?
3. Memahami pengertian kejahatan terhadap Negara Asing bersahabat dan terhadap kepala negaranya, dan sebutkan macam-macamnya ?
4. mengetahui tindak pidana apa saja yang berhubungan dengan kewajiban dan hak kenegaraan ?
PEMBAHASAN
A. KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA
Kejahatan terhadap keamanan Negara adalah suatu tidak pidana yang bersifat mengganggu kedudukan Negara sebagai satu kesatuan yang berdiri di tengah-tengah masyarakat internasional yang terdiri dari berbagai Negara yang merdeka dan berdaulat.[1]
1. Makar Terhadap Kepala Negara
Pasal 104 Buku II KUHP memuat tindak pidana berupa makar yang dilakukan dengan tujuan akan menghilangkan nyawa atau kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia, atau dengan tujuan akan menjadikan mereka tidak dapat menjalankan pemerintahan sebagaimana mestinya. Hukumannya adalah hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun. Hukuman itu oleh penetapan presiden nomor 5 tahun 1959 dinaikkan menjadi hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama dua puluh tahun, dan minimal satu tahun penjara jika si pelaku mengetahui atau patut harus mengira bahwa tindak pidana ini akan menghalang-halangi terlaksananya program pemerintah, yaitu :
a. Memperlengkapi sandang pangan rakyat dalam waktu sesingkat-singkatnya,
b. Menyelenggarakan keamanan rakyat dan Negara,
c. Melanjutkan perjuangan menentang imperialism ekonomi dan politik.[2]
Pasal 104 KUHP itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
a. Unsur subjektif : met het oogmerk atau dengan maksud
b. Unsur objektif :
1) Aanslag atau makar
2) Ondernomen atau yang dilakukan
3) Om van het leven te beroven atau untuk menghilangkan nyawa
4) Om van de vrijheid te beroven atau untuk merampas kemerdekaan
5) Om tot regeren ongeschikt te maken atau untuk tidak mampu memerintah
6) Den President atau Presiden
Kata aanslag atau makar jika dihubungkan dengan tindak pidana yang diatur dalam pasal 104 KUHP dapat diartikan sebagai serangan atau penyerangan dengan maksud tidak baik.[4]
Pasal 104 KUHP terdapat tiga macam tindak pidana kejahatan terhadap presiden dan wakil presiden yaitu :
a. Makar yang dilakukan dengan tujuan membunuh kepala Negara,
b. Makar yang dilakukan dengan tujuan menghilangkan kemerdekaan kepala Negara;
c. Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kepala Negara tidak dapat menjalankan pemerintahan.[5]
Makar itu biasanya dilakukan dengan perbuatan kekerasan. Apabila orang baru melakukan perbuatan persiapan saja ia belum dapat dihukum. Supaya bisa dihukum ia harus sudah mulai melakukan perbuatan pelaksanaan. Untuk aanslag (makar) tidak perlu harus ada perencanaan lebih dahulu, sudah cukup apabila unsur sengaja telah ada.[6] Hal ini diatur dalam pasal 87 KUHP, yaitu :
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.[7]
Pasal 53 KUHP :
Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.[8]
P. A. F. Lamintang mempunyai penafsiran lain tentang makar atau aanslag yang berarti serangan atau penyerangan dengan maksud tidak baik. Bahwasanya makar tidak selalu harus diartikan sebagai suatu tindakan kekerasan, karena yang dimaksudkan dengan kata-kata tersebut sebenarnya ialah segala tindakan yang dilakukan untuk merugikan kepentingan-kepentingan hukum tertentu dari kepala Negara dan wakil kepala Negara, masing-masing yakni kepentingan hukum atas nyawa dan kepentingan hukum atas tubuh. Begitu juga kepentingan-kepentingan hukum mereka atas kebebasan untuk bergerak dan untuk dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka selaku Kepala Negara atau wakil kepala Negara menurut Undang-undang Dasar.[9]
Pengertian dari istilah “membunuh” adalah menghilangkan nyawa. Sedangkan “merampas kemerdekaan” adalah menghalangi kebebasan Kepala Negara. Perampasan kemerdekaan tidak perlu mengikat atau menutup dalam kamar yang sempit, sehingga tidak dapat bergerak sama sekali, sudah cukup misalnya dengan menculik, menyuruh bertempat tinggal disuatu rumah besar atau istana, bungalow atau ruangan lain yang cukup luas untuk hidup atau bergerak dengan leluasa akan tetapi dengan dijaga sehingga kemerdekaan terbatas.[10]
“Menjadikan tidak cakap memerintah” dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, misalkan saja dengan kekerasan (pukulan-pukulan) atau memberikan obat atau bahan-bahan (minuman, makanan atau suntikan) yang merugikan kesehatan baik jasmani maupun rohani, sehingga menjadi sakit lumpuh, tidak dapat berfikir dan sebagainya. Perbuatan pidana tersebut ditujukan kepada Presiden atau wakil presiden, jadi obyeknya harus kepala Negara. Penjahat harus tahu dan sengaja bahwa perbuatannya itu ditujukan kepada kepala Negara. Peristiwa pidana dalam pasal 104 tidak mengatur apabila penjahat melakukan penyerangan kepada orang yang tidak diketahuinya dan ternyata itu adalah kepala Negara (Presiden atau Wakil Presiden).[11]
2. Makar untuk memasukkan Indonesia di bawah penguasaan Asing
Pasal 106 menyebutkan bahwa makar yang dilakukan dengan niat hendak menaklukkan daerah Negara sama sekali atau sebagiannya kebawah pemerintahan asing atau dengan maksud hendak memisahkan sebagian dari daerah itu, dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Obyek dalam penyerangan ini adalah kedaulatan atas daerah Negara. Kedaulatan ini dapat dirusak dengan dua macam, yaitu :
1) Menaklukkan daerah Negara seluruhnya atau sebagian kebawah pemerintahan Negara Asing yang berarti menyerahkan daerah itu, seluruhnya atau sebagian kepada kekuasaan negara asing. Misalnya : daerah Indonesia (seluruhnya) atau daerah Kalimantan (sebagian) diserahkan kepada Pemerintah Inggris.
2) Memisahkan sebagian dari daerah Negara berarti membuat bagian daerah itu menjadi suatu Negara yang berdaulat sendiri, misalnya memisahkan daerah Aceh atau Maluku dari daerah Republik Indonesia untuk dijadikan Negara yang berdiri sendiri.[12]
3. Makar untuk menggulingkan Pemerintah
Pasal 107 merumuskan bahwa : makar dilakukan dengan tujuan untuk menggulingkan Pemerintah (omwenteling), dan diam-diam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun, sedangkan menurut ayat 2 bedi pemimpin dan pengatur dari tindak pidana ini hukumannya ditinggikan menjadi maksimum penjara seumur hidup atau selama dua puluh tahun, dengan kemungkinan hukuman mati menurut Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1959 tersebut di atas.[13]
Istilah menggulingkan Pemerintah (omwenteling), ini oleh pasal 88bis ditafsirkan sebagai : menghancurkan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar.
Terdapat dua macam tindak pidana menggulingkan pemerintah, yaitu :
a. Menghancurkan bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar.
b. Mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar.[14]
Merusak atau menghancurkan bentuk pemerintahan maksudnya meniadakan susunan pemerintahan yang lama dan diganti dengan susunan yang baru, misalnya Republik menjadi kerajaan yang absolut. Sedangkan merubah susunan pemerintahan maksudnya tidak mengadakan susunan pokok pemerintahan yang lama.[15]
Mengubah bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar adalah misalnya menghilangkan adanya menteri-menteri atau kementian-keentrian dan digantikannya dengan pejabat-pejabat semacam penasihat-penasihat dari kepala Negara, atau awalnya menghilangkan dewan pertimbangan agung atau badan pengawas keuangan.[16]
Bentuk tindakan yang bisa dikategorikan dalam maker untuk menggulingkan pemerintah, yaitu :
1) Pemberontakan ( Opstand)
Pasal 108 menjerat pelaku pemberontakan, seperti :
a) Melawan kekuasaan yang telah berdiri di Indonesia dengan senjata,
b) Dengan maksud melawan kekuasaan yang berdiri di Indonesia, maju dengan pasukan atau masuk dalam pasukan yan melawan kekuasaan dengan senjata.
Hukumannya adalah maksimum lima belas tahun penjara. Hukuman itu dinaikkan sampai hukuman penjara seumur hidup atau selama dua puluh tahun kalau mengenai pemimpin atau pengatur pemberontakan ini dengan kemungkinan hukuman mati menurut ketetapan presiden Nomor 5 tahun 1959.[17]
2) Permufakatan (Samenspanning)
Pasal 110 (1) menjelaskan bahwa permufakatan untuk melakukan kejahatan-kejahatan tertentu, yaitu yang termuat dalam pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108 yang pelakunya dipidana sama dengan kejahatan itu.[18]
Pasal 88 memberikan penafsiran tertentu dari kata permufakatan ini, yaitu permufakatan ada apabila dua orang atau lebih bersama-sama menyetujui untuk melakukan suatu kejahatan.
Bahwa sudah dihukum seperti kejahatannya sendiri apabila dua orang atau lebih baru bersepakat untuk melakukan kejahatan. Jadi, kini belum ada perbuatan percobaan (poging), bahkan belum ada perbuatan persiapan (voorbereiding) yang biasanya belum merupakan tindak pidana. Diadakannya tindak pidana permufakatan mmenandakan pentingnya tindak pidana yang bersangkutan, yang seberapa mungkin diberantas pada waktu direncanakan agar dapat ditumpas pada waktu masih berupa benih yang belum berbuah.[19]
3) Penyertaan Istimewa ( Bijzondere Dellneming)
Pasal 110 ayat 2 menyebutkan macam-macam peraturan yang merupakan penyertaan istimewa pada tindak-tindak pidana dari pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, yaitu juga dihukum dengan hukuman yang sama barang siapa dengan maksud untuk mempersiapkan atau menyiapkan salah satu kejahatan-kejahatan tersebut :
a) Mencoba orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan, atau turut malakukan kejahatan itu, atau supaya ia memberi kesempatan, alat-alat, atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan itu;
b) Mencoba member pada ia sendiri atau orang lain kesempatan, alat-alat, atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan itu;
c) Menyimpan untuk tersedia barang-barang yang ia ketahui ditujukan untuk melakukan kejahatan itu, barang-barang tersebut menurut ayat 3 dapat dirampas;
d) Menyiapkan atau memegang rencana-rencana untuk melakukan kejahatan itu, encana-rencana tersebut ditujukan untuk diberitahukan kepada orang lain;
e) Mencoba mencegah, menghalangi, atau menggagalkan suatu daya upayah pemetintah untuk mencegah atau menumpas pelaksanaan kehendak melakukan kejahatan itu.
Perbuatan-perbuatan yang bersifat penyertaan istimewa pada tindak pidana ini biasanya tidak dikenai hukuman, dikenai hukuman yang sama beratnya dengan kejahatannya sendiri adalah seperti halnya dengan permufakatan untuk membasmi sejak dini niat seseorang untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang berat itu.[20]
4) Mengadakan hubungan dengan Negara Asing yang mungkin akan bermusuhan dengan Negara Indonesia
Pasal 111 KUHP mulai menjurus kepada usaha untuk menyelamatkan ekstern dari Negara, juga dapat di katakan mulai menjurus ke arah memberantas perbuatan mata – mata yang bekerja untuk kepentingan negara asing dengan merugikan negara kita.[21]
Tindak pidana dari pasal 111 berupa: mengadakan hubungan dengan negara asing, dengan niat:
a. Akan membujuk supaya negara asing itu melakukan perbuatan-permusuhan akan berperang dengan Negara awak(kita); atau,
b. Akan memperkuat kehendak negara asing untuk berbuat demikian, atau
c. Akan menyanggupkan bantuan dalam hal ini kepada negara asing itu, atau
d. Akan memberi bantuan dalam hal mempersiapkan hal-hal tersebut di atas.
Hukuman maksimum adalah limabelas tahun penjara. Hukuman itu dapat di pertinggikan menjadi hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau selama dua puluh tahun apabila kemudian benar-benar terjadi perbuatan-perbuatan permusuhan, atau benar pecah suatu peperangan antara negara asing tersebut dengan negara Indonesia. [22] dalam pasal tersebut juga di jelaskan bahwa orang yang membantu memasukan barang – barang berbahaya seperti senjata, bahan peledak yang bisa membahayakan keamanan Negara hukumanya juga sama. [23] Mengadakan hubungan dengan negara asing biasanya berarti : mengadakan perundingan yang di dalamnya, baik dari pihak pelaku maupun dari pihak asing, ada usul – usul tertentu.[24]
5) Mengadakan hubungan dengan Negara Asing dengan tujuan agar Negara Asing membantu suatu penggulingan pemerintahan di Indonesia[25]
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 111bis yang hukumanya maksimum enam tahun penjara yaitu tindak pidana mengadakan saling pengertian dengan seseorang atau suatu badan yang berkedudukan di luar negara Indonesia dengan maksud untuk menggerakan agar orang atau badan tersebut membantu merobohkan pemerintah atau untuk membantu niat orang atau badan tersebut merobohkan pemerintah.[26]
B. KEJAHATAN MELANGGAR MARTABAT PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
1. Menyerang tubuh Presiden atau Wakil Presiden
Kejahatan terhadap tubuh presiden atau wakil presiden, maksudnya perbuatan menyerang yang berupa apa saja terhadap tubuh presiden atau wakil presiden yang tidak masuk ketentuan pidana yang lebih berat, misalnya memukul dengan tangan, menyepak dan sebagainya. Kejahatan tersebut apabila dilakukan terhadap orang biasa akan menimbulkan peristiwa pidana penganiayaan ringan (pasal 352), penganiayaan biasa (pasal 351), atau penganiayaan yang lain (pasal 353 ayat 1 dan 2, dan pasal 354) yang ancamannya tidak lebih dari delapan tahun.[27] Akan tetapi, ketika yang menjadi korban adalah seorang presiden atau wakil presiden, maka ancaman hukumannya lebih berat, yaitu delapan tahun penjara.
Pasal 131 KUHP :
Tiap-tiap perbuatan penyerangan terhadap diri presiden atau Wakil Presiden, yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2. Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden
Menurut pasal 134, penghinaan dengan sengaja terhadap presiden atau wakil presiden di hukum dengan hukuman maksimum enam tahun penjara atau denda tiga ratus rupiah.[28] Dalam pasal tersebut tertulis “menghina dengan sengaja”. Yang di maksud menghina dengan sengaja ialah segala perbuatan apapun yang menyerang nama baik, martabat atau keagungan Presiden atau Wakil Presiden.[29]
Terdapat perbedaan pendapat, apakah penghinaan terhadap kepala Negara berlaku juga pasal 310 ayat 3 yang membebaskan pelaku dari hukuman apabila penistaan dilakukan untuk kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Menghadapi pertenyaan tersebut, Noyon Langemere menjawab “Ya”. Dan dijawab “Tidak” oleh Simon Pompe.[30]
Alasan Noyon adalah bahwa hak seseorang untuk mendasarkan perbuatan pada kepentingan umum atau pembelaan diri selayaknya harus tetap ada meskipun menghadapi Kepala Negara. Sedangkan simon beralasan bahwa ketentuan dari paasal 310 ayat 3 tidak di sebutkan dalam pasal 134.[31]
C. KEJAHATAN TERHADAP NEGARA-NEGARA ASING BERSAHABAT DAN TERHADAP KEPALA DAN WAKIL NEGARA-NEGARA TERSEBUT
Kejahatan terhadap Negara Asing bersahabat dan terhadap kepala negaranya, maksudnya segala tindakan pidana yang bisa mengganggu, merusak, atau merugikan Negara Asing, baik kepada kepala negaranya, susunan pemerintahannya, dan sebagainya.
Pasal 139a. menjelaskan bahwa bagi pelaku makar yang bermaksud untuk melepaskan suatu wilayah dari pemerintahan Negara sahabat akan diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun. Pasal 139a. ini mempunyai tujuan yang senada dengan pasal 106, hanya saja berbeda negara yang akan dipisahkan. Begitu juga berbeda dalam hukuman yang akan diterima, kalau pasal 139a. diancam dengan hukuman penjara lima tahun, sedangkan pasal 106 diancam hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.[32]
Pasal 139b. : Makar yang dilakukan dengan maksud untuk menghapuskan atau mengubah dengan jalan yang tidak sah bentuk pemerintahan yang telah tetap dari sesuatu Negara yang bersahabat atau dari sesuatu jajahan atau bagian daerah lain dari Negara yang bersahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.[33]
Makar yang dimaksud dalam pasal ini adalah untuk membinasakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan Negara sahabat, sedangkan dalam pasal 139a. makar yang dilakukan untuk melepaskan daerah Negara yang bersahabat dari pemerintahannya yang sah.[34]
Pasal 139c :
Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana dirumuskan dalam pasal- pasal 139a dan 139b, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan.
Pasal 139c. berhubungan dengan pasal 88, karena dalam pasal 88 disebutkan maksud dari pemufakatan jahat (samenspanning). Pasal 88 KUHP menjelaskan bahwasanya pemufakatan jahat itu ada jika terdapat dua orang atau lebih bermufakat untuk melakukan kejahatan.[35]
Selain yang disebutkan diatas dalam pasal 139a., 139b., 139c., ada kejahatan-kejahatan yang lain yang berhubungan dengan eksistensi Negara sahabat, yaitu :
a. Makar untuk membunuh atau menahan kepala Negara asing bersahabat (pasal 140)
b. Menyerang tubuh kepala Negara bersahabat (pasal 141)
c. Penghinaan dengan sengaja terhadap kepala Negara bersahabat (pasal 142, 143, dan 144)
D. KEJAHATAN MENGENAI KEWAJIBAN KENEGARAAN DAN HAK KENEGARAAN
Tindak pidana yang berhubungan dengan kewajiban dan hak kenegaraan ini memuat dua (2) sub pembahasan, yaitu : tentang tindak pidana yang dilakukan untuk mengganggu atau membubarkan rapat-rapat penting badan Negara dan tindak pidana mengenai pemilihan umum.[36]
Macam-macam kejahatan mengenai kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan, yaitu :
1. Mengganggu Rapat Badan Negara
Pasal 146 :
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membubarkan rapat badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh atau atas nama Pemerintah, atau memaksa badan-badan itu supaya mengambil atau tidak mengambil sesuatu putusan atau mengambil sesuatu putusan atau mengusir ketua atau anggota rapat itu, diancam dengan ancaman penjara paling lama sembilan tahun.[37]
Kekerasan yang dimaksud dalam pasal 146 adalah menggunakan kekuatan atau kekuasaan yang lebih besar secara tidak sah. Kekerasan atau dengan ancaman kekerasan tidak hanya dapat dilakukan terhadap orang, tetapi juga terhadap benda, misalnya dengan jalan membakar gedung tempat persidangan. Jadi, apabila seseorang melakukan tindakan seperti yang dijelaskan dalam pasal 146 diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.[38]
Pasal 147
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan sengaja merintangi ketua atau anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh atau atas nama Pemerintah, untuk menghadiri rapat badan-badan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.[39]
Menurut pasal 147 seseorang yang sengaja mengganggu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap ketua atau anggota badan-badan pemerintahan, maka diancam pidana penjara paling lama dua tahun. Ancaman kekerasan itu harus diucapkan dalam suatu keadaan tertentu, sehingga menimbulkan kesan pada orang yang diancam, bahwa yang diancamkan itu benar-benar akan dapat merugikan kebebasan pribadinya. Ancaman kekerasan tersebut seperti : mengancam akan menembak mati, akan memukul, akan menusuk, akan membakar, dan sebagainya.[40]
2. Tindak Pidana Mengenai Pemilihan Umum
Pasal 148
Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan sengaja merintangi seseorang memakai hak pilihnya dengan bebas dan tidak terganggu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Pasal 149
(1) Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling lama empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap.[41]
Selain pasal 148 dan 149 ada pasal-pasal lain yang membahas tentang masalah pemilihan umum yaitu pasal 150-152
KESIMPULAN
1. Kejahatan terhadap keamanan Negara adalah suatu tidak pidana yang bersifat mengganggu kedudukan Negara sebagai satu kesatuan yang berdiri di tengah-tengah masyarakat internasional yang terdiri dari berbagai Negara yang merdeka dan berdaulat. Macam-macamnya : Makar Terhadap Kepala Negara, Makar untuk memasukkan Indonesia di bawah penguasaan Asing, dan Makar untuk menggulingkan Pemerintah.
2. Kejahatan Melanggar Martabat Presiden Dan Wakil Presiden yaitu Menyerang tubuh Presiden atau Wakil Presiden dan Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden
3. Kejahatan terhadap Negara Asing bersahabat dan terhadap kepala negaranya, maksudnya segala tindakan pidana yang bisa mengganggu, merusak, atau merugikan Negara Asing, baik kepada kepala negaranya, susunan pemerintahannya, dan sebagainya.macam-macamnya yaitu Makar untuk membunuh atau menahan kepala Negara asing bersahabat, menyerang tubuh kepala Negara bersahabat, dan penghinaan dengan sengaja terhadap kepala Negara bersahabat.
4. Tindak pidana yang berhubungan dengan kewajiban dan hak kenegaraan ini memuat dua (2) sub pembahasan, yaitu : tentang tindak pidana yang dilakukan untuk mengganggu atau membubarkan rapat-rapat penting badan Negara dan tindak pidana mengenai pemilihan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana cet. 20. 2008. Jakarta : PT Bumi Aksara
P. A. F. Lamintang. Delik-delik Khusus. 1987. Bandung : CV. Sinar Baru
R. Susilo. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. 1984. Bandung : PT Karya Nusantara
R. Susilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 1995. Bogor : Politea
Sughandi. KUHP dan Pejelasanya. 1981. Surabaya : Usaha Nasional
Wirjono Prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. 2003. Bandung : PT Refika Aditama
[1] Wirjono Prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. (Bandung : PT Refika Aditama, 2003), hal. 195
[2] Ibid, 196
[3] P. A. F. Lamintang. Delik-delik Khusus. (Bandung : CV. Sinar Baru, 1987). 5
[4] Ibid, 6
[5]Wirjono Prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. 197
[6] R. Susilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (Bogor : Politea, 1995). 108
[7] Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana cet. 20. (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008). 36
[8] Ibid, 24-25
[9] P. A. F. Lamintang. Delik-delik Khusus. 7-8
[10] R. Susilo. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. (Bandung : PT Karya Nusantara, 1984). 111
[11] R. Susilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 108
[12] Ibid. 109
[13] Wirjono Prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. 199
[14] Ibid, 200
[15] R. Susilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 109
[16] Wirjono Prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. 200
[17] Ibid, 201
[18] [18] R. Susilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 110
[19] Wirjono Prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. 201-202
[20] Ibid, 202
[27] R. Susilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 121
[31] Ibid
[32]Ibid. 212
[34] R. Susilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 124
[35] Ibid, 124
[37] Ibid, 127
[39] Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana cet. 20. 56
[40] P. A. F. Lamintang. Delik-delik Khusus. Hal. 336
[41] Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana cet. 20. Hal. 56-57
Comments
Post a Comment