Cek Pelawat, Modus Korupsi ‘Favorit’
Peningkatan indeks persepsi korupsi Indonesia, walaupun
pergerakannya relatif lamban, ternyata tidak berbanding lurus dengan
kenyataan di lapangan. Dari segi jumlah, perkara korupsi justru semakin
meningkat. Modusnya pun semakin beragam dan canggih. Namun, apapun
modusnya, pada intinya transaksi korupsi khususnya yang berkaitan dengan
pemberian uang, dilakukan dengan dua metode yakni tunai dan non tunai.
Metode kedua umumnya menggunakan jasa perbankan.
Transaksi korupsi melalui jasa perbankan semakin hari semakin
canggih. Untuk merespon “kecanggihan” aparat penegak hukum, para pelaku
korupsi juga semakin lihai. Mereka tidak lagi percaya pada fasiltas
perbankan konvensional seperti transfer dana dari satu rekening ke
rekening lain. Apalagi, sekarang ada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) yang memiliki kewenangan untuk menembus
“tembok” perbankan yang selama ini terkesan kokoh.
Bentuk kelihaian para pelaku korupsi, salah satunya terlihat dari semakin populernya penggunaan travelers check (travellers
cheque) atau diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi cek perjalanan
atau populer juga disebut cek pelawat. Alat ini belakangan menjadi
pilihan favorit para pelaku korupsi, khusus dalam perkara suap atau
gratifikasi. Pertanyaannya, apa sih kelebihan cek pelawat sehingga
banyak dipakai untuk transaksi korupsi?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita ulas terlebih dahulu “apa itu cek pelawat”. Dikutip dari laman www.bankingglossary.net, travelers check adalah
tipe cek yang sengaja diadakan untuk orang yang berpergian, untuk
kepentingan bisnis atau berlibur. Si orang yang akan berpergian itu akan
membayar terlebih dahulu cek tersebut dengan jumlah tertentu. Lalu, cek
itu akan dicairkan oleh perusahaan penerbit berdasarkan permintaan.
Definisi lebih rinci diberikan oleh laman Wikipedia, traveler’s cheque
(traveller’s cheque, travellers cheque, traveller’s check, atau
traveler’s check) adalah bentuk cek dengan jumlah tertentu yang dibuat
agar pihak yang menandatangani cek tersebut dapat memberikannya kepada
pihak lain dengan pembayaran tak bersyarat.
Sementara, kamus yang terpampang di laman resmi Bank Indonesia memberikan definisi sebagai berikut, “alat pembayaran semacam cek, diciptakan
untuk orang bepergian dan dapat diuangkan pada kantor-kantor bank yang
mengeluarkan atau pada pihak-pihak yang ditunjuk; dapat dibayar oleh
perusahaan yang mengeluarkannya dan dijual dengan angka nominal tertentu
dan dijamin dari kehilangan atau pencurian; cek tadi diterima sebagai
pengganti uang tunai oleh para pedagang, dapat dicairkan di
kantor-kantor tertentu (travellers check traveler’ s Cheque)”.
Kembali ke laman Wikipedia, sejarah cek pelawat dimulai ketika pada 1 Januari 1772 London Credit Exchange Company menerbitkan
cek pelawat untuk 90 kota di Benua Eropa. Lalu, sekitar tahun 1874,
Thomas Cook, sebuah perusahaan perjalanan, menerbitkan surat edaran yang
menandai penggunaan cek pelawat. Setelah itu, pada tahun 1891, American
Express, perusahaan jasa keuangan terbesar di Amerika Serikat, menjadi
perusahaan pertama yang mengembangkan sistem cek pelawat berskala besar.
Dari
karakteristiknya, dikutip dari lama Wikipedia, cek pelawat memiliki
beberapa keunggulan. Di antaranya, cek pelawat dapat diganti jika hilang
atau dicuri dengan syarat sang pemilik dapat menunjukkan tanda terima
pembelian cek yang mencantumkan nomor seri. Lalu, cek pelawat juga
sangat berguna bagi orang yang berpergian karena tidak memiliki batas
waktu. Artinya, cek pelawat bisa diuangkan kapan saja.
Dengan
kelebihan itu, sekilas dapat dipahami bahwa cek pelawat memang cukup
“menggiurkan” bagi para pelaku korupsi. Ilustrasinya, mungkin bisa
seperti ini, si A hendak menyuap B yang berstatus penyelenggara negara
dengan sejumlah uang. Agar tidak terdeteksi aparat penegak dengan mudah,
A tentunya tidak akan menyerahkan uang suap itu secara tunai.
Pilihannya
adalah melalui jasa perbankan, tetapi jika dengan metode transfer bank
tentunya akan menarik perhatian penegak hukum. Apalagi, jika jumlah yang
akan ditransfer cukup besar, PPATK akan dengan mudah mendeteksinya.
Cara mengakalinya, A menyetorkan uang ke bank dalam bentuk cek pelawat.
Lalu, lembaran cek pelawat itu diserahkan kepada si penyelenggara negara
yang akan disuap. Dengan memegang lembaran itu, maka si penerima suap
dapat mencairkan dana kapan saja dan dimana saja.
Cek Pelawat dalam Kasus Korupsi
Kasus
|
Terdakwa
|
Jenis
|
Jumlah
|
Pengadaan alkes flu burung tahun 2006 di Kemenko Kesra
|
Mantan Sekretaris Menko Kesra Sutedjo Yuwono
|
Mandiri Travellers Check (MTC) dan BNI Cek Multi Guna
|
Rp200 juta
|
Pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004
|
Poltak
Sitorus (alm), Agus Condro, Max Moein, Rusman Lumbantoruan, Willem Max
Tutuarima, Asep Ruchimat Sudjana, Teuku Muhammad Nurlif, Reza
Kamarullah, Baharuddin Aritonang, Ni Luh Mariani, Sutanto, Soewarno,
Matoes Pormes, dan Hengky Baramuli
|
Cek BII
|
Total nilai Rp23 miliar, 480 lembar @Rp50 juta
|
Proses rekomendasi alih fungsi hutan tanjung api-ap
|
Al Amin Nur Nasution
|
Mandiri Travellers Check (MTC)
|
Total nilai Rp75 juta, 3 lembar @Rp25 juta
|
Korupsi Penyusunan APBD Perubahan Kota Tomohon, Sulawesi Utara
|
Walikota non aktif Tomohon Jefferson Soleiman Montesqiue Rumajar
|
Cek BII
|
Rp136 juta
|
Pengamanan Pilkada Jabar
|
Susno Duadji
|
Mandiri Travellers Check (MTC)
|
70 lembar @Rp25 juta
|
Data: dari berbagai sumber
Tren
penggunaan cek pelawat sebagai alat transaksi korupsi menjadi perhatian
penegak hukum seperti PPATK dan KPK. Kepala PPATK Yunus Husein mengakui
cek pelawat memang memiliki sejumlah “keunggulan” sehingga menjadi
cukup populer dalam kasus korupsi. Menurut Yunus, cek pelawat bahkan
dapat dikategorikan sebagai produk perbankan dengan “high risk” dari
kacamata tindak pidana pencucian uang. Pasalnya, penggunaan cek pelawat
tidak perlu menyebutkan nama si penerima. Jadi, yang dapat ditelusuri
hanyalah siapa pihak pembeli pertama.
“Sekarang
ini banyak bank yang menerbitkan instrumen transaksi seperti ini (cek
pelawat) karena tidak merepotkan bank dari sisi administrasi. Keuntungan
bank menerbitkan TC karena tidak mengeluarkan biaya bunga,” Yunus
menambahkan, ditemui hukumonline di sela-sela acara seminar internasional tentang Justice Collaborators di Jakarta, pekan lalu.
Menyambung
penjelasan Yunus Husein, Ketua Kelompok Regulasi PPATK Fithriadi Muslim
mengatakan melacak modus korupsi yang menggunakan cek pelawat
sebenarnya tidak sulit. Karena cek pelawat adalah bagian dari produk
perbankan, maka transaksinya pasti tercatat.
“Modus seperti itu bisa dilacak. Bank yang mengeluarkan TC itu bisa dilihat, setiap yang mencairkan pun, bank otomatis pasti minta identitas,” ujar Fithriadi, ditemui hukumonline dalam sebuah acara seminar tentang money laundering di Jakarta, Selasa (19/7).
Meskipun menilai
cukup mudah, tetapi Fithriadi mengatakan kewenangan PPATK masih terbatas
dalam melacak modus korupsi dengan menggunakan cek pelawat. “PPATK terbatas kewenangannya, tidak bisa menyidik orang. Jadi sumber informasinya dari bank, dikeluarkan dimana, dicairkan dimana. (namun) Intinya bisa terlacak,” tukasnya masih optimis.
Wakil
Ketua KPK Chandra M Hamzah juga mengakui bahwa cek pelawat memang cukup
“menggiurkan” bagi pelaku korupsi. Dia memaparkan beberapa keunggulan
cek pelawat antara lain bentuknya tipis tetapi nilainya besar, tidak
memiliki batas waktu pencairan (expire date), dan dapat dicairkan oleh
si pembawa.
“KPK
sendiri tidak menilai suap dengan TC (traveler’s cheque) mudah atau
sulit untuk dibuktikan. Tapi, karena masuk dalam transaksi perbankan,
maka semua tercatat. Itu yang penting, transaksi sebesar apapun harusnya
tercatat, karena untuk memberantas korupsi kuncinya adalah
transparansi,” tutur Chandra Hamzah, melalui sambungan telepon kepada hukumonline, Jumat silam (15/7).
Terlepas
dari sulit atau mudahnya, penegak hukum semestinya segera
mempersenjatai diri mereka dengan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih
canggih dari para pelaku korupsi. Penggunaan cek pelawat sangat mungkin
akan digantikan dengan modus yang lebih canggih nantinya. Maka dari
itu, peningkatan kapasitas SDM serta penguatan kewenangan lembaga
penegak hukum sangat dibutuhkan untuk menangkal perkembangan modus
kasus-kasus korupsi di negeri ini. (http://www.metrosuryanews.com)
Comments
Post a Comment