Biografi-JR: Pemimpin Transformatif Bervisi Entrepreneur
Keinginan
yang mendalam untuk memahami kehidupan adalah rahasia sukses orang-orang
kreatif.
Leo
Burnett, Miliarder Periklanan
Ada yang berubah dalam pelayanan masyarakat yang
diberikan oleh aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun dalam beberapa bulan
belakangan. Setidaknya dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Terutama dari segi
waktu, warga masyarakat yang ingin berobat dapat datang ke Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) terdekat kapan saja, bisa pagi hari, siang hari, dan
bahkan malam hari. Artinya, sepanjang 24 jam, warga masyarakat dapat berobat ke
Puskesmas.
Ketika Jopinus Ramli (JR) Saragih mulai mengemban
amanah sebagai Bupati Simalungun pada Oktober 2010, dia melakukan gebrakan
dengan menginstruksikan semua Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang ada di
wilayah Kabupaten Simalungun wajib buka 24 jam melayani warga masyarakat yang
ingin berobat. Dan, kini warga Simalungun tidak lagi mengalami kesulitan buat
berobat ke Puskesmas terdekat.
Langkah ini memperoleh apresiasi dari kalangan
wakil rakyat di DPRD Kabupaten Simalungun. “Dari pengamatan kami, saat ini
warga masyarakat sangat terbantu sekali dengan beroperasinya
Puskesmas-Puskesmas selama 24 jam,” ujar anggota DPRD Kabupaten Simalungun
Bernhard Damanik.
Bernhard berharap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun
terus berupaya meningkatkan pelayanan prima di bidang kesehatan, khususnya
dalam hal pelayanan Puskesmas 24 jam. Dia juga berharap Pemkab Simalungun
memperhatikan peningkatan kesejahteraan petugas medis atau pegawai yang
bertugas di Puskesmas 24 jam tersebut sehingga mereka tetap bersemangat dalam
memberikan pengabdian terbaik kepada warga masyarakat.
Bupati JR Saragih sengaja membuat terobosan membuka
Puskesmas 24 jam menyusul semakin banyaknya keluhan warga masyarakat yang
merasa kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan pada sore sampai malam hari. “Puskesmas
24 jam untuk menjawab keluhan warga masyarakat yang kesulitan mendapatkan
pelayanan kesehatan setelah Puskesmas tutup pada jam kerja. Kita harapkan
dengan beroperasinya Puskesmas 24 jam, warga masyarakat setiap saat dapat
memperoleh pelayanan kesehatan dari pemerintah,” tutur JR Saragih.
Ke depan, demikian janji JR Saragih, Pemkab
Simalungun juga segera berupaya memberikan pelayanan kesehatan 24 jam di
pos-pos pelayanan kesehatan desa. Dengan begitu, warga masyarakat pedesaan dapat
merasakan pemerataan pembangunan di bidang pelayanan kesehatan.
Tidak hanya dalam pelayanan kesehatan masyarakat
yang berubah. JR Saragih juga tengah menata jam kerja aparatur Pemkab
Simalungun yang berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat. Misalkan
aparatur kecamatan harus buka kantor sampai pukul 22.00 waktu setempat. Dia
berani melakukan langkah perubahan jam kerja ini mengingat jumlah aparatur di
lingkungan Pemkab Simalungun relatif banyak namun tidak tertata irama kerjanya.
“Saya mencoba membagi mereka ke dalam tiga shift kerja. Pelayanan kecamatan harus
buka sampai malam karena wilayah kecamatan di sini sangat luas, warga butuh
waktu lama untuk sampai kantor kecamatan. Kasihan kan mereka kalau tiba di
kantor kecamatan menjelang malam ternyata kantornya sudah tutup. Dengan buka
sampai malam, warga yang ingin mengurus surat-surat atau perizinan dapat terlayani
secara baik. Dan warga dapat pulang dengan senyum karena urusannya bisa selesai
pada hari itu juga,” tutur JR Saragih.
Di tengah era global dan otonomi daerah yang terus
menguat, JR Saragih menyadari bahwa aparatur Pemkab harus pula mampu mengikuti
perubahan zaman. Layaknya makhluk hidup, instansi atau lembaga (seperti Pemkab)
harus pula melakukan perubahan. Berubah artinya harus beradaptasi, menyesuaikan
diri, dan lebih berdaya dalam mempertahankan dan meneruskan kehidupan. Kata
Charles Darwin dalam karyanya yang legendaris, Survival of the Fittest, “Bukan yang terkuat yang mampu berumur
panjang, melainkan yang paling adaptif.” Jadi, mereka yang paling adaptif
adalah yang selalu menyesuaikan diri terhadap perubahan. Sebab itu, instansi
yang tidak mau berubah atau menolak perubahan tentu akan mati dilindas oleh
roda-roda perubahan zaman.
JR Saragih tentu tidak ingin Pemkab Simalungun
“mati” dilindas oleh roda-roda perubahan zaman. Arti kata, Pemkab Simalungun
tidak berkembang karena tak ada investor yang datang saat melihat aparatur di
dalamnya tidak adaptif terhadap tuntutan reformasi dan transformasi kehidupan.
Karena, harus diakui bahwa investasi merupakan ‘darah’ bagi kehidupan sebuah
wilayah otonom.
A.
Agen Perubahan
Zaman telah berubah. Dari pangrehpraja menjadi
pamong praja. Dari dilayani menjadi melayani. Melayani secara ramah, sopan,
singkat dan cepat. Sebuah perspektif dan prinsip kerja yang sudah barang tentu
tidak mudah dilekatkan para benak aparatur pemerintah kabupaten dalam waktu
singkat. Maklum selama ini telah terlanjur melekat kuat di benak sebagian besar
aparatur bahwa segala urusan kalau bisa diperlambat mengapa mesti dipercepat,
bila dapat dibuat rumit mengapa pula harus tidak berbelit, dan jika bisa disembunyikan
kenapa mesti dibuat terbuka (transparan).
Kita memang belum mengetahui berapa peringkat service level Pemerintah Kabupaten
Simalungun di antara 400-an kabupaten yang ada di seluruh Indonesia. Yang
terasa, secara kualitatif, masih banyak rasa kurang puas dari kalangan yang
banyak bersentuhan dengan aparatur pelayanan pemerintahan kabupaten. Padahal,
prinsipnya sederhana saja, tidak ada pemerintahan bagus bilamana aparaturnya
buruk. Jadi, jika pemerintahannya buruk –biasanya dicerminkan dari service level—maka yang harus disentuh
adalah aparaturnya.
Mengutip prinsip yang diajarkan oleh mantan Direktur
Sumber Daya Manusia (SDM) Bank Niaga Nono Zainudin, bahwa you are the only solution to your problem! Sebab itu, saat ada
masalah di lingkungan kerja atau di dalam keluarga, kita tidak perlu mencari
penyebab kesalahannya ke mana-mana. Kalau tingkat pelayanan kita buruk, maka
cuma kita pula yang mampu memperbaikinya. Bukan orang lain. So, start with yourself!
Kalau warga masyarakat menganggap pelayanan
aparatur kita buruk, pastilah kita dan kita pula yang harus mencari jalan
keluar. Salah satunya dengan mengubah pandangan aparatur terhadap warga
masyarakat. Dalam langkah kongkritnya, aparatur kita mesti mesti memandang
warga masyarakat adalah mitra dan kita membutuhkan mereka. Barangkali saat ini
kita belum membutuhkan mereka, tapi suatu waktu nanti kita pasti membutuhkan
warga masyarakat.
Prinsip lain yang juga dikenalkan oleh Nono
Zainudin, bahwa bekerja adalah ibadah dan membahagiakan orang lain merupakan
suatu kenikmatan. Melayani hanyalah istilah lain untuk bekerja. “Apapun
agamamu, bersyukurlah bahwa kamu punya pekerjaan. Kalau ada nasabah datang,
bersyukurlah sekali lagi bahwa nasabah itu datang ke bank kita, bukan bank
sebelah,” ujar Nono Zainudin menyitir satu prinsip bekerja dalam kerangka
pelayanan perbankan.
Senada dengan ujaran Nono Zainudin, Bupati JR
Saragih berusaha menanamkan ke dalam benak aparatur Pemerintah Kabupaten
Simalungun, “Bersyukurlah ada investor datang ke wilayah kita, bukan ke wilayah
sebelah kita.” Bupati JR Saragih memberikan sentuhan ini dalam berbagai
kesempatan dialog dan kunjungan kerja ke dinas-dinas dan wilayah-wilayah yang
lebih bawah di Kabupaten Simalungun.
Sentuhan semacam ini jauh lebih bermakna ketimbang
mengajari mereka bagaimana cara menyapa dan menyambut warga masyarakat yang
datang atau bagaimana berbicara di ujung gagang telepon. Kini kinerja aparatur
Pemerintah Kabupaten Simalungun sudah relatif baik, mereka memperlakukan warga
masyarakat yang berhubungan dengan urusan pemerintahan kabupaten sebagai mitra
atau kalangan yang memang dibutuhkan buat menggerakkan perekonomian wilayah Simalungun.
Bupati JR Saragih tidak merasa perlu mengajarkan
hal-hal yang bersifat teknis atau doktriner dalam hal pelayanan masyarakat.
Yang diajarkannya adalah filosofi pelayanan. “Mereka sudah bekerja puluhan
tahun di sini, masa belum bisa melayani,” ujarnya suatu kali. Prinsipnya, para
aparatur sudah cukup dibebani otaknya dengan berbagai tugas di lingkup
kerjanya, jadi tidak perlu lagi menghafal bagaimana cara menyapa warga
masyarakat yang datang. Dengan memahami filosofi pelayanan, orang akan mampu
mengembangkan sendiri sikap melayani sebagai personal trait.
Sikap (attitude)
mempengaruhi semua hal. Sikap yang baik akan membuka pintu, membuat orang
tersenyum, membuat orang gembira, dan membuat orang ingin melakukan hal-hal
yang baik pula kepada kita.
Tidak segan-segan Bupati JR Saragih mengundang
aparatur yang kurang memberikan pelayanan yang baik. Dia mengajarkan personal grooming, bagaimana berpakaian
yang rapi, merawat kebersihan, sehingga warga masyarakat merasa senang
berhadapan dengan aparatur yang rapi, bersih dan ramah.
JR Saragih tidak sekadar mengajari dan memberi
contoh kepada aparatur tentang service
behavior yang spesifik. Lebih dari itu, dia mengajak segenap aparatur
pemerintah kabupaten untuk mencintai pekerjaan masing-masing. Dalam satu cerita
sufistik, dikisahkan tentang seseorang yang membuat minuman anggur sembari
menggerutu, sehingga minuman itu rasanya lebih mirip cuka. Orang yang mencintai
pekerjaannya akan melakukan pekerjaannya dengan baik sepenuh hati.
Semua agama besar di dunia mengajarkan konsep bahwa
melayani bukanlah pekerjaan yang hina atau rendah. Sebaliknya, melayani adalah
pekerjaan yang luhur. Dalam kapasitas kita masing-masing, kita akan selalu
melakukan pelayanan. Melayani adalah sifat Tuhan, kata JR Saragih. Tuhan
melayani manusia 24 jam sehari serta tujuh hari dalam sepekan. Tuhan tidak
pernah berhenti melayani umatnya, memberi maaf, memberi cinta kasih, memberi
berkah dan rahmat. Cinta kasih kita kepada sesama manusia merupakan bukti cinta
kasih kita kepada Tuhan Yang Maha Kasih. “Bagaimana kita bisa mencintai Tuhan
yang tidak tampak, bila kita tidak bisa mencintai orang yang tampak di
sekeliling kita,” ujar JR Saragih.
Sebagai umat Kristiani, JR Saragih meyakini betul prinsip
kepemimpinan ajaran Alkitab yang bertumpu pada sikap melayani. Alkitab
mengajarkan bahwa kepemimpinan (rohani) adalah kepemimpinan yang menghambakan
diri. Identitas pemimpin Kristen adalah sebagai “hamba.” Kepemimpinan Kristen
bukan untuk mencari keuntungan, baik materi maupun non-materi, melainkan untuk
pelayanan (Lukas 22:26). Dalam Perjanjian Lama, para raja bukan untuk
meninggikan diri atas rakyat (Ulangan 17:20). Korah ditegur dan dihukum akibat
sikap kepemimpinan yang mengutamakan kedudukan (Bilangan [Kitab Bilangan]
16:933). Paulus memandang jabatan rasuli bukan untuk kemuliaan dirinya,
melainkan untuk bekerja keras dalam pelayanan (2Korintus 11-12; 1Korintus
15:910). Para penatua gereja dipanggil untuk menggembalakan dan memelihara umat
Allah (Ibrani 13:17; 1Petrus 5:23). Yesus mengajarkan kepemimpinan sebagai
“menjadi hamba” dan Dia menegaskannya melalui keteladanan-Nya (Markus 10:3545)
Masih menurut ajaran Alkitab, JR Saragih meyakini,
kepemimpinan harus menempatkan posisinya
di bawah kontrol Kristus. Seorang pemimpin Kristen bukan menjadi orang nomor
satu dalam gereja, sebab Kristus adalah Kepala Gereja. Ia memimpin namun juga
dipimpin oleh Pemimpin Agung, Tuhan Yesus (Yohanes 13:13). Dengan demikian
kerendahan hati dalam kepemimpinannya akan riil dalam praktiknya. Kerendahan
hati yang melihat baik kebenaran tentang dirinya maupun keterbukaan untuk terus
belajar akan kepemimpinan yang lebih baik, termasuk keunggulan dalam orang
lain.
Kemudian, sebagai pemimpin pembaharu (agen
perubahan), JR Saragih menyandarkan model kepemimpinan yang berdasarkan pada karakter
yang baik. Kepemimpinan Kristen sangat menekankan pada karakter yang teruji.
Otentisitas kepemimpinan Kristen bergantung pada ketaatannya terhadap Kristus
dan meneladani Kristus. Dengan otentisitas tersebut maka kepemimpinan Kristen
memiliki legitimasi dan otoritas untuk memimpin.
Sekali lagi, sebagai umat Kristiani, JR Saragih
juga menerapkan prinsip kepemimpinan yang bergantung pada Roh Kudus. Pemimpin
Kristen bukan dilahirkan atau dibentuk melalui usaha manusia, melainkan
kemampuannya terutama karena karunia Roh Kudus (Roma 12:6; 1Korintus 12:7).
Karunia kepemimpinan adalah satu dari banyak karunia rohani dalam gereja. Sebab
itu, kemampuan kepemimpinan rohani harus bersandar pada Roh Kudus.
Dalam memimpin masyarakat Kabupaten Simalungun
untuk mencapai kemajuan, JR Saragih mengaplikasikan kepemimpinan yang berdasarkan
motivasi Kristen. Kepemimpinan sekuler pada umumnya berdasarkan kekuatan
manusiawi dan bertujuan untuk meraih keuntungan pribadi (Markus 10:42).
Sedangkan kepemimpinan rohani harus menanggalkan pementingan diri dan
motivasinya untuk kepentingan orang lain dan kemuliaan Tuhan. Sebab itu, dia
dimotivasi oleh kasih Kristus.
Dan, dalam upaya terus memajukan masyarakat
Simalungun, kepemimpinan JR Saragih mendasarkan otoritasnya pada pengorbanan.
Sebab itu, pemimpin (Kristen) yang sejati disebut “pemimpin pelayan” (a servant leader). Cacat terdalam dalam
kepemimpinan sekuler berakar pada arogansi yang membuatnya bertindak dominan
berdasarkan rasa superioritas. Yesus mengajarkan bahwa ciri khas dan kebesaran
pemimpin spiritual terletak bukan pada posisi dan kuasanya, melainkan pada
pengorbanannya. Hanya melalui melayani, seseorang menjadi besar (Markus
10:43-44). Pemimpin yang memberi keteladanan dan pengorbanan akan memiliki
wibawa spiritual untuk memimpin orang lain.
Dalam iman Kristen, JR Saragih meyakini ketegasan Yesus
soal kepemimpinan yang bertumpu pada religiusitas dan kepemimpinan sekuler.
Yesus menegaskan adanya perbedaan esensial antara pemimpin Kristen dan pemimpin
sekuler dengan menyatakan, "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut
pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan
pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah
demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu,
hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di
antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia
juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:42-45).
B. Kepemimpinan Transformatif
Memang tidaklah mudah menanamkan langkah-langkah
perubahan dalam benak segenap aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun. Karena,
tidak sedikit aparatur pemerintahan yang telah terlanjur merasa mapan dan
nyaman dengan apa yang dilakukannya selama ini. Misalkan ketika Bupati JR
Saragih menggelindingkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) buat ibu-ibu
yang hendak melahirkan. Ternyata, dalam perjalanannya kurang memenuhi harapan
karena berbagai keterbatasan. Bagi Bupati JR Saragih, seorang pemimpin harus
kreatif menyiasati segala keterbatasan. Sampai kemudian, sebagai bentuk
pertanggung-jawaban, Bupati JR Saragih mencopot Kepala Dinas Kesehatan dr.
Saberina Tarigan dan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (Dirut RSUD) Raya
dr. Sahdra Saragih menjelang akhir tahun 2011.
Dalam satu kesempatan usai inspeksi mendadak
(sidak) ke RSUD Raya pertengahan Desember 2011, Bupati JR Saragih mencopot
Kepala Dinas Kesehatan dr. Saberina Tarigan dan Dirut RSUD Raya dr. Sahdra
Saragih. Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Simalungun Saberina Tarigan dicopot,
karena saat dipanggil bupati sedang berada di Medan tanpa izin. Padahal,
seharusnya pejabat eselon II wajib tinggal di ibukota kabupaten, Pamatang Raya,
dan bila meninggalkan tugas harus seizin Bupati Simalungun. Sedangkan Dirut
RSUD Raya Sahdra Saragih dicopot lantaran saat JR melakukan sidak, kondisi
rumah sakit jorok dan beberapa atapnya dibiarkan bocor. Sehingga, rumah sakit
itu terkesan tidak layak sebagai tempat pelayanan kesehatan masyarakat. JR
mengaku sangat kecewa dengan kinerja kedua pejabat itu yang tidak mengindahkan
instruksinya, dan tidak optimal mendukung program pelayanan prima kesehatan
kepada masyarakat.
Bupati JR Saragih mengaku sangat kecewa terhadap
kinerja Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Simalungun yang tidak mengindahkan
instruksinya dan tidak optimal mendukung program pelayanan prima kesehatan
kepada masyarakat. "Pencopotan terhadap Kepala Dinas Kesehatan, merupakan
konsekuensi atas kinerja pejabat yang bersangkutan. Saya nilai tidak mampu
mendukung program pemerintah dalam memberikan pelayanan prima di bidang
kesehatan kepada masyarakat," ujarnya.
Dia menambahkan, kepada Kepala Puskesmas, Kepala
RSUD dan Kepala Dinas Kesehatan, sudah sering ditekankan supaya pelayanan prima
di bidang kesehatan dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan tidak boleh mengecewakan
warga masyarakat serta tidak boleh meninggalkan tempat tugas tanpa izin atasan,
hingga bagi PNS yang mengabaikannya harus siap menerima sanksi tegas.
Bupati juga mencopot ratusan pejabat struktural di
tubuh Pemkab Simalungun, lantaran tidak hadir pada apel bendera yang
dilaksanakan di halaman Kantor Bupati Simalungun Pamatang Raya, 19 Desember 2012.
Bupati Simalungun meminta Kepala BKD Simalungun
untuk segera mengganti para pejabat struktural yang tidak mengikuti apel
bendera. Hal seperti ini berarti pegawai yang bersangkutan tidak mengindahkan
disiplin.
Kebijakan Bupati Simalungun mencopot Kepala Dinas
Kesehatan Pemkab Simalungun Saberina Tarigan dan sejumlah pejabat struktural,
mendapat apresiasi dari Wakil Ketua DPRD Simalungun, Ojak Naibaho.
Menurut politisi PDIP itu, sanksi tegas yang
diberikan Bupati Simalungun terhadap pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang dinilai berkinerja buruk dan tidak mengindahkan instruksi pimpinan,
menjadi contoh bagi pejabat lain di lingkungan Pemkab Simalungun.
"Saya memberikan apresiasi atas tindakan tegas
yang diberikan Bupati Simalungun JR Saragih terhadap pimpinan SKPD yang dinilai
berkinerja buruk, hingga menjadi motivasi bagi pejabat lainnya untuk tidak
main-main menjalankan instruksi dan beban tugas yang diberikan pimpinan
(bupati)," ujar Ojak Naibaho.
Bupati JR Saragih mengingatkan bahwa Pemerintah
Kabupaten Simalungun mengusung visi Menjadi Kabupaten yang mandiri. Yaitu,
Kabupaten yang berkemampuan untuk melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan
dengan mengembangkan nilai, ide dan pemikiran-pemikiran yang berwawasan jauh ke
depan berdasarkan potensi sumber daya dan prakarsa yang dimiliki daerah. Perwujudan
visi itu, jelasnya, juga harus dibarengi dengan implementasi misi: meningkatkan
kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik (yang
prima).
Langkah pencopotan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Simalungun itu tak lain adalah bagian dari upaya Bupati JR Saragih untuk
mengukur bagaimana segenap aparatur Pemkab memahami visi dan misi yang telah
digariskan dan disepakati bersama. Kita ingat pemikiran pakar kepemimpinan Jack
Welch tentang bagaimana mengelompokkan kemampuan dan sikap karyawan (termasuk
pula aparatur sebagai karyawan pemerintahan) dan kemudian dari pengelompokan tersebut
dibuat rencana pemberdayaan.
Menurut Jack Welch, terdapat empat tipe orang dalam
kaitannya sebagai sumber daya manusia (SDM) di sebuah lembaga atau instansi,
yaitu:
Kompetensi
|
Visi
|
Rencana Pemberdayaan
|
Tidak
kompeten
|
Tak
sevisi
|
>dipersilakan
keluar
|
Tidak
kompeten
|
Sevisi
|
>diberi
bekal pelatihan atau pembelajaran
|
Kompeten
|
Tak
sevisi
|
>dipersilakan
keluar
|
Kompeten
|
Sevisi
|
>dipersiapkan
menjadi future leaders
|
Mesti diakui, bahwa prinsip rumusan Jack Welch tersebut
terasa terlalu keras bila diterapkan secara konsisten di Indonesia. Tapi,
setidaknya dapat dijadikan sebagai reference
point buat menunjukkan betapa pentingnya bagi semua karyawan (tak
terkecuali aparatur pemerintahan) untuk terlebih dulu menyamakan visi. Karena
itu, Bupati JR Saragih berusaha meluangkan waktu untuk berdialog (salah satu di
antaranya melalui sidak) dengan staf dan aparatur pemerintahan kabupaten dalam
rangka sharing vision and values.
Visi merupakan alat yang paling ampuh untuk
melakukan alignment (penyelarasan) terhadap
semua sumber daya yang dimiliki oleh lembaga (termasuk pemerintahan). Bilamana
sumber daya tidak dapat disatu-arahkan buat mencapai visi, maka sumber daya itu
harus disingkirkan atau disesuaikan. Kita tidak perlu lagi membuang-buang
waktu. Secara simplistis, pertanyaan yang kita ajukan adalah: are you with me, or are you not with me.
Sampai batas-batas tertentu, JR Saragih sependapat
dengan pemikiran Jack Welch yang tidak terlalu peduli dengan action plan dan strategic plan. Tapi, prinsip yang ingin dikembangkan oleh JR
Saragih adalah bahwa visi lebih penting daripada rencana. Vision-driven instead of plan-driven. Visi yang besar membuat semua
orang tertantang untuk bergerak maju.
Dalam kompetisi yang sangat ketat dewasa ini, bila
kita terlalu terpaku pada rencana-rencana –baik rencana tahunan maupun lima
tahunan—kita akan terlalu gampang terjebak dalam rutinitas untuk sekadar
melakukan pekerjaan berdasarkan rencana-rencana di atas kertas. Kita lupa
menyimak perkembangan di luar yang begitu cepat berubah. Boleh jadi peta
konsumsi telah berubah, barangkali peta kompetisi pun sudah bergeser, sementara
kita berpikir bahwa pekerjaan kita beres dikerjakan sesuai dengan rencana kerja
awal.
Bupati JR Saragih percaya pula bahwa visi dan misi
merupakan alat pemersatu yang kuat dalam setiap lembaga. Passion comes from a direct connection to purpose. Karyawan
(aparatur) yang memahami dan menghayati visi dan misi lembaga adalah karyawan
yang gampang dimobilisasi untuk melakukan perubahan guna mencapai
sasaran-sasaran lembaga.
Bukan saja lantaran JR Saragih sadar bahwa waktunya
di institusi Pemerintah Kabupaten Simalungun relatif tidak akan terlalu lama,
namun upaya untuk menyamakan visi memerlukan prioritas tinggi dan harus
dilakukan dalam waktu singkat guna memperoleh hasil yang optimal. Visi adalah
satu hal yang tampaknya sepele, tetapi berdampak sangat besar. Visi itu bagai virus.
Virus yang bahkan tak tampak oleh mata dapat membuat tubuh orang yang paling
kuat sekalipun menggigil dan tak mampu berdiri. Kecepatan virus mewabah juga
luar biasa. Dalam sebuah epidemi penyakit yang disebabkan oleh virus, kita
melihat bahwa perubahan terjadi secara drastis, bukan secara gradual.
JR Saragih ingin proses menyamakan visi menjadi
seperti penyebaran virus. Social
epidemics bisa bertingkah laku sama dengan epidemi penyakit. Tetapi,
sebagaimana virus, harus ada media untuk menularkannya. Kita memerlukan messengers dan connectors untuk membuat virus visi ini secara cepat dan serentak
mendemamkan semua orang (aparatur) di pemerintahan Kabupaten Simalungun.
Pemerintahan Kabupaten Simalungun sudah terlalu
lama tidur. Lembaga ini harus segera dihentakkan bangun, dan digoyang dengan
irama yang membuat orang tidak berhenti bekerja. Mereka tidak lagi mimpi
sendiri-sendiri dalam tidur nyenyak mereka, tetapi mengejar impian bersama
secara bersama pula.
Ya, aparatur pemerintahan Kabupaten Simalungun
harus dihentak agar bangun. Bupati JR Saragih menghentak dengan mencopot Kepala
Dinas Kesehatan, Dirut RSUD Raya dan ratusan pejabat struktural usai sidak dan
saat apel bendera pada pertengahan Desember 2011. Benar, langkah JR sebagai
hentakan semata, karena menjelang Natal 2011 dan Tahun Baru 2012, dia
menegaskan, “Tidak ada yang dicopot, semuanya dibatalkan, termasuk Kadis
Kesehatan dan Direktur Utama Rumah Sakit. Saya sudah meminta saran kepada tokoh
masyarakat dan tokoh agama di Simalungun. Saya ingin menghormati suasana Natal
dan Tahun Baru. Apalagi hari ini, Hari Ibu, kita harus menghormati itu. Tentu
kita ingin sama-sama merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarga,” terang
JR Saragih pada tanggal 22 Desember 2011.
Disebutkan JR Saragih, yang sudah sempat terjadi,
biarlah menjadi pelajaran bagi yang bersangkutan. Sehingga, ke depan, menjadi
peringatan untuk menjadi lebih baik dan disiplin. JR Saragih berharap kejadian
ini tidak terulang kembali.
Saat rapat paripurna DPRD akhir tahun 2011, JR juga
menyinggung soal pencopotan ratusan pejabat struktural Pemkab Simalungun.
Katanya, dia membatalkan pencopotan 109 pejabat Eselon III dan IV demi
menghormati suasana Natal dan Tahun Baru. “Pada apel hari Senin itu, pejabat
Eselon III dan IV banyak yang tidak hadir dan terlambat. Semuanya saya batalkan
pencopotannya karena kita sedang Natal dan Tahun Baru. Biarlah itu menjadi
hadiah Natal dan Tahun Baru bagi mereka. Melalui kesempatan ini, saya juga
mengucapkan selamat Natal bagi yang merayakan dan selamat Tahun Baru bagi kita semua,” tandasnya.
C. Membangun Tim yang Kompak
Hentakan JR Saragih mencopot ratusan pejabat
struktural Pemkab Simalungun memang terasa sebagai sebuah retorika. Tapi, sejatinya,
dia ingin membuat terapi kejut (shock
therapy) yang mengarah pada penyamaan visi dan misi di benak segenap
aparatur Pemkab. Dan pada giliran selanjutnya dia berharap para aparatur
pemerintahan yang dipimpinnya mampu bekerja dalam satu tim yang kompak dan kuat
dengan mengusung visi dan misi yang sama dan juga telah disepakati bersama.
JR Saragih sangat percaya pada kekuatan kerja sama
tim (teamwork). Dia memang suka
orang-orang yang pintar dan cerdas. Tapi, dia tidak suka pada orang-orang
pintar yang tidak bisa bekerja sama dalam satu tim. Dia tidak membutuhkan
Superman. Yang dia butuhkan adalah Super-Team, sebuah tim yang super karena
beranggotakan orang-orang yang super pula. Itulah dambaan Bupati JR Saragih.
Dia percaya teamwork
is everything. Teamwork adalah
wujud demokrasi di lingkungan kerja. Seorang karyawan (aparatur) dipandang
dengan respek bukan berdasar pangkat atau senioritas, melainkan atas dasar
saling percaya, saling menghormati, dan bekerja bersama mencapai sasaran yang
telah disepakati bersama pula.
Untuk membangun sebuah tim, salah satu elemen
penting adalah loyalitas. Loyalitas adalah sesuatu hal yang bersifat saling
berbalasan (resiprokal). Tidak dapat cuma satu arah. Lembaga harus terlebih
dulu menunjukkan bahwa kami loyal kepada aparatur, sebelum mengharapkan
loyalitas aparatur kepada lembaga.
Salah satu wujud loyalitas yang kini ingin
ditumbuhkan oleh Bupati JR Saragih adalah pejabat struktural harus tinggal di ibukota
Kabupaten Simalungun, Pamatang Raya. Untuk ini, Bupati JR mencontohkan dirinya
yang langsung tinggal di sini begitu mengemban amanah sebagai kepala daerah.
Tidak semata-mata contoh, saat ini Pemkab Simalungun sudah menyediakan dua
komplek perumahan yang siap ditempati pejabat Eselon II, III, dan IV. Namun, sampai
sekarang pejabat yang menetap di Pamatang Raya masih minim.
Camat Raya Jon Suka Jaya Purba menyebutkan,
investor telah menanamkan modal di bidang properti atau perumahan di Pamatang
Raya. Salah satunya perumahan di Nagori Bah Hapal Raya yang menyediakan 90 unit
rumah. “Berdasarkan data kita, sudah banyak PNS yang mengontrak di sana,
termasuk pejabat Eselon II. Namun pejabat Eselon II ini sepertinya belum
menempati rumah itu. Mungkin mereka menunggu tahun 2012 ya. Terhitung ada lima
kepala dinas yang sudah mengontrak di situ,” terang Jon.
Selain di Bah Hapal Raya, di Pamatang Raya juga
sedang dibangun perumahan di Griya Hapoltakan --milik Bupati Simalungun JR
Saragih. Di lokasi ini tersedia 15 unit rumah. Selain itu, tidak jauh dari
Rumah Sakit (RS) GKPS Pamatang Raya pun telah selesai dibangun perumahan, meski
penghuninya masih relatif minim. “Kalau di depan RS GKPS itu, baru dua PNS
menempati,” jelas Camat Jon.
Disebutkannya, di Pamatang Raya banyak pula rumah
penduduk yang siap dikontrakkan atau dijadikan tempat kos. Menurut dia, tidak
logis pejabat Pemkab Simalungun mengeluhkan kondisi perumahan yang tidak ada
sehingga memilih tinggal di luar Pamatang Raya. “Memang supermarket atau
swalayan modern belum ada di sini. Tapi kita memiliki banyak tempat belanja
kebutuhan sehari-hari seperti grosir, warung kelontong atau warung kecil, dan
juga beberapa rumah makan,” paparnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Simalungun Truly Anto
Sinaga menyebutkan, diperlukan Peraturan Bupati (Perbup) untuk mengajak (loyal)
pejabat Eselon II, III, dan IV menetap di Pamatang Raya. “Sah-sah saja bupati
membuat kebijakan khusus semisal Perbup untuk pejabat Eselon II, III, dan IV
agar tinggal di Raya. Kalau dibuatkan Perbup, tentu akan menjadi sistem dan
memiliki payung hukum, dan di Perbup itu juga dibuatkan sanksi bagi yang
melanggar. Selama ini kan baru surat edaran,” tegas Truly.
Dikatakan
Truly, selama ini masih minim pejabat Pemkab Simalungun tinggal di Pamatang
Raya. Hanya beberapa orang yang mau menetap dan bertempat tinggal di Raya. “Bupati
saja memilih tinggal di Pamatang Raya, pimpinan SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah) seharusnya juga seperti itu. Kalau kebijakan pimpinan tidak mau
dituruti oleh bawahan, silakan saja pimpinan SKPD itu mengundurkan diri. Jangan
terima amanah yang diberikan pimpinan,” tegasnya.
Namun, Truly mengingatkan, jika pimpinan SKPD wajib
menetap di Raya maka akan banyak hal yang harus dibenahi Bupati JR Saragih.
Antara lain harus ada jaminan pejabat itu tidak dicopot dalam hitungan bulan
atau waktu tertentu. Selanjutnya, fasilitas pendukung harus dibenahi, seperti
sarana pendidikan, kesehatan dan perekonomian.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Simalungun, Binsar Situmorang, menyebutkan, selama ini anjuran kepada
pejabat Eselon II, III, dan IV untuk menetap di Raya baru sebatas lisan dan
surat edaran yang ditandatangani bupati. Belum ada Perbup yang mengatur.
“Surat edaran untuk menetap di Raya itu berlaku
untuk pejabat Eselon II, III, dan IV. Sebenarnya selama ini banyak Kadis
menetap di rumah dinas bupati, ada sekitar 10 pimpinan SKPD. Namun kita akui
memang ada beberapa kadis yang belum. Sebagian lagi pejabat Eselon III dan IV
itu juga sudah ada yang kos dan mengontrak di Pamatang Raya,” jelasnya.
Tahun 2012 , Binsar menambahkan, Pemkab berencana
membangun perumahan PNS di Pamatang Raya. Pemkab Simalungun telah menyediakan
lokasi atau lahan. Namun diakuinya, dana pembangunan perumahan belum ditampung
di APBD 2012. “Kami usahakan dananya dari bantuan pemerintah pusat dan
pemerintah provinsi. Pemkab hanya menyediakan lahan,” terangnya.
Penyediaan perumahan atau fasilitas lainnya buat
pejabat struktural Pemkab Simalungun hanyalah salah satu cara untuk membangun
loyalitas sehingga terbentuk satu tim kerja yang kompak kuat (super team).
Loyal adalah patuh, setia (Wjs. Poerwadarminta,
2002:609). Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa apabila karyawan (aparatur)
bekerja pada suatu lembaga (instansi), dan lembaga tersebut telah memberikan
fasilitas–fasilitas yang memadai dan diterima oleh karyawannya, maka kesetiaan
karyawan terhadap perusahaan akan semakin besar, maka timbul dorongan yang
menyebabkan karyawan melakukan pekerjaan menjadi lebih giat lagi.
Fasilitas–fasilitas yang diterima oleh karyawan
sehingga karyawan bersedia bekerja sebaik mungkin dan tetap loyal pada lembaga,
hendaknya lembaga memberikan imbalan yang sesuai kepada karyawannya. Semua itu
tergantung pada situasi dan kondisi lembaga tersebut serta tujuan yang hendak
dicapai.
Untuk itu lembaga bisa menempuh beberapa cara:
pemberian gaji yang cukup, memberikan kebutuhan rohani, sesekali perlu
menciptakan suasana santai, menempatkan karyawan pada posisi yang tepat, memberikan
kesempatan pada karyawan untuk maju, memperhatikan rasa aman untuk menghadapi
masa depan, mengusahakan karyawan untuk mempunyai loyalitas, sesekali mengajak
karyawan berdialog, dan memberikan fasilitas yang menyenangkan. (S. Alex Nitisemito,
1991:167)
Pemikiran pakar SDM Alex Nitisemito tadi lebih
banyak digunakan di sektor perusahaan swasta. Terkadang terasa asing bila
dilakukan di lembaga pemerintahan. Karena, soal gaji misalnya, seorang kepala
daerah tidak bisa serta merta menaikkan gaji aparatur di bawahnya, ada sistem
penggajian makro aparatur yang mesti dipatuhi.
Namun begitu, Bupati JR Saragih tidak patah arang
dalam membangun loyalitas aparatur yang dipimpinnya. Kalau toh tidak dapat
secara otomatis menaikkan gaji aparatur, maka JR Saragih berupa menempuh jalan
lain: mengajak dialog dengan aparatur dalam berbagai kesempatan, memberikan
fasilitas perumahan, memberi kesempatan untuk maju melalui pelatihan-pelatihan,
dan memberi peluang kepada aparatur untuk mengembangkan naluri kewirausahaan
dengan menjadi bapak angkat para petani.
Menggaris-bawahi upaya memberi peluang
mengembangkan naluri kewirausahaan, di sini JR Saragih tengah berupaya
menekankan perlunya elemen pemberdayaan dalam membentuk super team. Prinsipnya: semua orang harus mempunyai kesempatan buat
mengembangkan diri masing-masing menjadi yang terbaik bagi lembaga. Lembaga
menyediakan fasilitas secara adil kepada setiap aparatur untuk mencapai personal development masing-masing.
Setiap aparatur memiliki impian masing-masing untuk
masa depan mereka. Kalau lembaga menjadi bagian dari impian mereka, lantaran
lembaga menyediakan fasilitas guna mencapai impian tersebut, dapatlah
dibayangkan bahwa lembaga ini akan menjadi dinamis, berkembang, dan mandiri.
Kira kerapkali mendengar istilah team spirit –di dalam sebuah tim harus
ada semangat yang senantiasa menggelora. Di sinilah peran pemimpin menjadi
penting. Kita, sekali lagi, mengenal konsep kepemimpinan bahwa seorang pemimpin
mesti memberdayakan dari belakang, membangun karya bersama-sama dan memberi
teladan bilamana berada di depan. Konsep kepemimpinan semacam ini sangat sesuai
diterapkan untuk membangun sebuah super
team.
JR Saragih berusaha mengembangkan pola hubungan
yang egaliter antara dirinya dan segenap aparatur Pemerintah Kabupaten
Simalungun. “Saya datang ke Simalungun tidak untuk mencari lawan, karena saya
mencari keluarga. Tidak mengherankan bila hubungan saya dengan kepala dinas,
kepala badan, pimpinan SKPD dan lainnya, tidak merasakan mereka sebagai bawahan
saya. Saya menganggap mereka semua adalah keluarga saya semua. Sebagai kakak,
adik dan lainnya,” tutur JR Saragih suatu kali.
Ini merupakan bagian dari team building. JR Saragih ingin menghapus birokrasi –dan sedapat
mungkin hirarki—serta membangun lingkungan kerja yang egaliter di pemerintahan
Kabupaten Simalungun.
Sebuah super
team juga membutuhkan disiplin yang tinggi. Tapi, JR tidak ingin
menciptakan sebuah organisasi dengan disiplin yang rigid. Dia tidak ingin orang terbelenggu dalam disiplin, lantaran
perasaan seperti itu akan mengganggu atau (bahkan) mematikan kreativitas.
Seorang penerbang, misalkan, bekerja dalam koridor
disiplin yang sangat ketat. Mereka beroperasi dalam sistem yang sangat ketat
dan tidak punya kebebasan untuk melakukan tindakan di luar sistem itu. Bila ia
belum berada pada ketinggian 400 kaki pada waktu final approach, maka ia harus membatalkan pendaratan dan berputar
kembali.
Bukan sistem disiplin seketat itu yang ingin
ditanamkan JR Saragih. Jika penerbang gagal mendarat secara baik, ia
berkemungkinan mengakibatkan ratusan orang tewas terbakar dalam pesawat yang
hancur berkeping-keping. Hal serupa tidak terjadi ketika sebuah lembaga berada
di titik nadir.
Sebab itu, dalam sebuah super team, yang dibutuhkan
adalah budaya disiplin (culture of
discipline). Budaya disiplin itu harus dibentuk dengan memperhatikan ruang
untuk kreativitas bekerja sepanjang kerangka (framework) untuk pekerjaan itu jelas. Di dalam budaya itu, kita
tumbuhkan orang-orang yang mempunyai disiplin diri yang baik (self-disciplined people) yang bertekad
bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai sasaran pekerjaan dalam batas-batas
tanggung-jawabnya.
JR Saragih sepenuhnya menyadari bahwa sulit sekali
mendisiplinkan orang yang berperangai buruk. Karena itu kita tidak perlu
“berlama-lama” memelihara persoalan. Disiplin pun harus menjadi salah satu
ukuran utama ketika merekrut seseorang ke dalam super team.
Dalam lingkungan budaya disiplin, istilah tirani
dan fanatisme akan dengan sendirinya hilang, tergantikan oleh orang-orang yang
punya disiplin diri, dan sebab itu mereka punya pikiran yang terdisiplin (disciplined thought), dan menghasilkan
tindakan yang terdisiplin (disciplined
action) pula.
Bila kita memiliki disciplined people, kita tidak membutuhkan hirarki. Jika kita
mempunyai disciplined thought, kita
tidak memerlukan birokrasi. Dan bila kita memiliki disciplined action maka kita tidak perlu sistem kontrol yang
berlebihan.
D. Fokus Menggali Potensi
Upaya pengelolaan pemerintahan yang baik tidak
semata-mata bertujuan demi perbaikan kualitas aparatur dan kerja sama
antar-unit pemerintahan. Hal ini diharapkan mampu memantik perwujudan
masyarakat yang sejahtera dan mandiri melalui pengembangan aktivitas ekonomi
berbasis potensi lokal. Untuk itu Bupati JR Saragih memfokuskan pembangunan
wilayah Simalungun di sektor pertanian.
Fokus menjadi faktor penting keberhasilan suatu
proses pembangunan. Dalam arti umum, fokus adalah sesuatu yang secara
terus-menerus dikonsentrasikan kepada satu kegiatan. Dan, peranannya sangat
penting bagi kehidupan manusia karena fokus memberikan energi dan kekuatan pada
hampir semua hal. Pemerintahan yang fokus akan sangat kokoh dan dipercaya oleh
warga masyarakat. Secara luas, masa depan bisnis, pekerjaan atau karir
seseorang tergantung pada fokus ia berikan pada hal tersebut. Kalau tidak fokus
maka ia tidak akan memperoleh apa-apa.
Penulis kenamaan John C. Maxwell dalam bukunya yang
berjudul The 21 Indispensable Qualities
of a Leader, bahwa kunci untuk memiliki fokus adalah prioritas dan
konsentrasi. Seseorang, terlebih bila ia seorang pemimpin, yang mengetahui
prioritas namun kurang konsentrasi melaksanakan apa yang harus dilaksanakannya,
maka ia tidak akan mencapai keberhasilan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki
konsentrasi tapi tidak memiliki prioritas maka ia tidak akan mengalami kemajuan
yang berarti. Bila ia mengerahkan prioritas dan konsentrasi maka ia berpotensi
menggapai hal-hal besar. Untuk fokus, misalkan, kita sebaiknya membagi sebagai
berikut: 70 persen untuk hal-hal yang kita kuasai, 25 persen untuk hal-hal
baru, dan 5 persen untuk kelemahan kita. Jadi, sebagian besar kita fokus pada
apa yang dapat kita kerjakan dengan baik yang akan membuat kita sukses.
Curahkan waktu, energi, serta sumber daya untuk bidang yang sesuai dengan
talenta (potensi) yang ada dalam diri kita.
Sekali lagi, kunci fokus adalah prioritas dan
konsentrasi. Lantas, apa fokus Bupati JR Saragih dalam langkah membangun
Kabupaten Simalungun kini dan ke depan. Setelah mendengarkan, berpikir dan
menilai, JR Saragih memprioritaskan sektor pertanian dengan konsentrasi
pelatihan-pelatihan, menggerakkan bapak angkat di desa-desa, dan menarik
investasi
Mulai tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Simalungun berusaha
memfokuskan diri pada implementasi Program Kabupaten/ Kota Layak Anak. Program
Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA) ini merupakan sistem pembangunan
kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang
terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan
kegiatan untuk pemenuhan hak-hak anak. Pengembangan KLA dan perluasan kesempatan
mengikuti pendidikan bagi anak-anak usia sekolah di Kabupaten Simalungun.
Selain itu, untuk tahun 2011-2015, arah kebijakan
Pemerintah Kabupaten Simalungun tetap fokus mendukung program-program
agropolitan dengan kebijakan sebagai berikut: pertama, Merencanakan pengembangan kawasan agropolitan melalui
program-program yang akan dilaksanakan oleh SKPD yang terkait. Kedua, Mengefektifkan Stasiun Terminal
Agribisnis (STA) Saribudolok sebagai media pemasaran produksi-produksi yang
berasal dari Kawasan Agropolitan.
Beberapa fokus lainnya yang juga penting adalah: Mendukung
pencapaian Millenium Development Goal’s 2015, Pemberian beasiswa bagi siswa
tidak mampu, Bantuan peningkatan dan kualitas dan kesejahteraan guru, Pembangunan
dan perbaikan sarana dan prasarana transportasi, dan Penataan ruang dan
pengembangan wilayah.
Secara agak makro, JR Saragih memfokuskan
pembangunan Kabupaten Simalungun pada pembangunan infrastruktur, pembinaan
mental-spiiritual, peningkatan skill aparatur dan menempatkan aparatur sesuai
dengan kemampuan serta kapasitas.
Pembinaan mental, demikian penjelasan JR Saragih,
dilakukan melalui tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga diharapkan
mampu menyentuh akar permasalahan. “Tokoh agama ini bisa lewat gereja, masjid,
atau perkumpulan keagamaan, di mana kita perlu melakukan pembinaan masyarakat
agar kembali kepada UUD 1945 dan Pancasila. Karena di dalam Pancasila terdapat
bhinneka tunggal ika. Saya melihat belakangan ini Pancasila dan UUD 1945 mulai
ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak nilai utama yang terkandung
dalam Pancasila yang harus kembali kita eja-wantahkan sehingga masyarakat
menjadi tertib, adil dan makmur,” tegas JR Saragih.
Comments
Post a Comment